KISAH
SUKSES
ELANG GUMILANG
Dosen
pengampu: Drs. Wagimin, M.Si
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kewirausahaan
Disusun oleh:
Nama : Ana Pangesti
NIM : K5412008
Prodi : Pendidikan Geografi
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
TAHUN 2013
Prestasi
Elang Gumilang:
Ø Wirausaha
Muda Mandiri terbaik Indonesia 2007
Ø Lelaki
Sejati Pengobar Inspirasi 2008
Ø Man
Of The Year 2008 dari TV One
Ø Indonesia
Top Young entrepreneur 2008 dari Warta Ekonomi
Elang Gumilang Sukses di Usia 24
Tahun
Adalah Elang
Gumilang (25) , wirausaha muda yang berada di balik pembangunan perumahan amat
sederhana bertipe 22/60,mungil tapi fungsional tempat untuk pulang dan bernaung
bagi mereka yang bisa terbilang miskin.Tangan dinginya menelurkan apa yang
selama ini sangat jarang dilakukan pengembang kawakan – bermodal besar atau
kecil – untuk membuat perumahan khusus orang miskin.
Selama ini
bisnis properti sepertinya hanya untuk ditujukan bagi kaum berpunya , demikian
Elang berpikir. Mereka yang papa dan membutuhkan tempar bernaung justru hanya
punya mimpi untuk memiliki rumah sendiri. “Ada 75 juta penduduk negeri ini yang
membutuhkan rumah. Ini peluang bisnis , tapi kita sekalian ibadah membantu
orang juga, ” katanya.
TARGET 2000 RUMAH
Berayahkan
seorang kontraktor , buat Elang bukan hal mustahil mencoba segala jenis usaha.
Ditambah sejumlah pertimbangan mendalam, awal 2005-tatkala ia masih menjadi
mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) – ia
mulai membeli sepetak tanah dan membangun rumah pertamanya. Modal diperoleh
dari patungan bersama teman-temannya semasa SMA maupun kuliah. Rumah sederhana
berukuran 22 meter persegi dengan luas tanah 60 meter persegi ini langsung
pindah tangan ketika selesai dibangun. Terbukti, orang haus akan rumah murah
seharga 23-37 juta rupiah itu.
Saat itu, jumlah pekerja Elang baru sekitar tujuh orang untuk mengurusi
administrasi hingga pemasaran. Namun lambat laun , bisnisnya ini berakar,
menggeliat, dan bertumbuh. Dari satu unit , bertambah menjadi tiga unit .
Bertambah terus , sampai sudah sekitar lebih dari 200-an rumah dibangunnya.
Target yang direncanakannya tak tanggung-tanggung. Perusahaan Semesta Guna Grup
miliknya, ingin membangun 2.000 unit rumah sederhana. Dalam waktu setahun ,
investasi yang ditanamkan naik berlipat. Nilai jual objek pajak (NJOP) tanah
yang tadinya hanya Rp 50 ribu misalnya, melejit hingga lima kali lipat dalam
dua semester. Omzet per tahunnya pasti bikin pengusaha mana pun berdecak kagum
– mengingat awal mula sepak terjangnya – karena tak kurang dari Rp 20 miliar
per tahun dapat ia bukukan. Belum lagi dari kontrak pre periodik terbarunya
menambah Rp 80 miliar hingga Rp 100 miliar ke bisnisnya.
Elang
Gumilang, mahasiswa sederhana dari IPB – kampusnya petani- anak H. Enceh dan
Hj.Priani, kini mempekerjakan ratusan karyawan pada setiap proyeknya. Sekitar
30 tenaga administrasi dan 100 pekerja di setiap proyek siap membantunya.
Elang-lajang kelahiran Bogor , 6 April 1985 telah mengepakkan sayap bisnis
sejauh yang ia bisa, dan terbang setinggi yang dapat ia capai. ‘Otot dan otak
bisnis Elang terlahir dari keluarga yang lumayan berada, namun bergaya hidup
bersahaja. Pendidikan morl dari orangtuanya tertanam baik. Ajaran itu terus
berurat akar dalam dirinya. Sebagai pelajar sekolah, ia termasuk siswa
gemilang. Jiwa wirausaha Elang mulai terasah saat ia duduk di bangku kelas 3
SMU. Ia mempunyai target setelah lulus SMA harus mendapatkan uang Rp 10 juta
untuk modal kuliah. Tanpa sepengetahuan orangtua, ia berjualan donat keliling
ke sekolah-sekolah dasar di Bogor. Namun, akhirnya orangtuanya tahu juga. Elang
disuruh berhenti berjualan karena UAN (Ujian Akhir Nasional) telah menjelang.
Dilarang berjualan donat, pemenang lomba bahasa sunda tahun 2000 se Bogor ini
tertantang mencari uang dengan cara lain.
Pada 2003 ,
ketika fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengadakan lomba Java Economic
Competition se Jawa, Elang mengikutinya dan berhasil memenanginya . Begitu pula
saat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyelenggarakan kompetisi Ekonomi,
Elang sukses menjadi juara ketiga. Hadiah uang yang diperolehnya, ia kumpulkan
untuk modal kuliah. Setelah lulus
SMU , Elang melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi IPB tanpa tes. Saat itulah,
bermodalkan uang sejuta rupiah, ia kembali berniat untuk memiliki sebuah usaha.
Awalnya, uang itu ia belanjakan sepatu, yang lantas dijual di Asrama Mahasiswa
IPB. Hanya perlu waktu sebulan , ia sudah bisa mengantongi uang Rp 3 jutaan.
Sayang, setelah berjalan beberapa tahun, supplier yang digunakannya menurunkan
kualitas sepatu. Bisnis sepatu pun sirna.
Ia melihat, lampu-lampu redup di kampus IPB
sebagai peluang bisnis pengadaan lampu. Elang mencoba menerapkan strategi
bisnis tanpa modal. Ia mengisahkan hikayat seorang pemuda miskin di Amerika
Latin. Setiap hari si pemuda melambaikan tangan pada seorang pengusaha tembakau
kaya raya dari Amerika yang sedang bertandang. Pada awalnya, lambaian tangan
itu tidak dipedulikan. Namun, karena selalu berulang, pengusaha tembakau itu
penasaran dan menanyakan maksud sang pemuda. Jawab si miskin adalah ” Saya
punya tembakau berkualitas bagus . Bapak tidak usah membayar dulu, yang penting
saya dapat PO dulu dari Bapak”. Setelah mendengar jawaban tersebut ,si
pengusaha kaya lalu mebuatkan tanda tangan dan stempel kepada pemuda tersebut.
Dengan modal itu, sang pemuda mengumpulkan hasil tembakau di kampungnya untuk
dijual ke Amerika lewat si pengusaha kaya raya itu. Maka , jadilah pemuda itu
orang kaya raya tanpa modal. Strategi inilah yang ditiru Elang. Bermodal surat
dari kampus, ia melobi perusahaan lampu Philips pusat untuk menyetok lampu di
kampusnya. “Alhamdulillah proposal saya gol, dan setiap penjualan saya mendapat
keuntungan Rp 15 juta,” Ucapnya bangga. Namun, karena bisnis lampu ini musiman
dan perputaran uangnya lambat, terpikir oleh Elang untuk mencari bisnis yang
lain. Setelah
melihat celah di bisnis minyak goreng, Elang menekuni jualan minyak goreng ke
warung-warung . Tapi karena bisnis minyak ini 80 % menggunakan otot, sehingga
mengganggu kuliah, ia memutuskan untuk berhenti berjualan. Menyimak
perjalanannya, Elang mengaku bahwa bisnis demi bisnis yang dilakukannya lebih
banyak menggunakan otot dari pada otak. Ia lalu berkonsultasi ke beberapa
pengusaha dan dosennya untuk memperoleh wawasan lain. Enlightment lalu
ditemukannya. Bisnis tidak harus selalu memakai otot, dan banyak peluang bisnis
yang tidak menggunakan otot. Setelah
mendapat berbagai masukan, ia merintis bisnis Lembaga Bahasa Inggris di
kampusnya. Karena lembaga kursus itu ditangani secara profesional dengan tenaga
pengajar dari lulusan luar negeri, pihak Fakultas Ekonomi mempercayakan
lembaganya itu menjadi mitra. Karena dalam bisnis ini ia tidak terlibat
langsung, ia manfaatkan waktu luangnya untuk bekerja sebagai marketer
perumahan.
UNTUK ORANG LAIN
Sebenarnya ,
tanpa beralih ke bisnis properti, untuk dirinya sendiri, Elang tidak bisa
dibilang kurang mapan. Pemuda antirokok ini sudah mempunyai rumah dan mobil
sendiri. Namun dibalik keberhasilannya itu, Elang merasa ada sesuatu yang
kurang . “Kenapa kondisi saya begini, padahal saya di IPB hanya tinggal satu
setengah tahun lagi. Semuanya saya sudah punya, apalagi yang saya cari di dunia
ini ?” ia berdialog dengan nuraninya. Ilham dari atas diperolehnya. Bisnis propertilah
yang ditunjukkan Tuhan kepadanya. Namun,bisnis properti yang ditujukan untuk
orang miskin lebih karena hatinya ikut tersentuh.”Banyak orang di Indonesia
terutama yang tinggal di kota belum punya rumah, padahal mereka sudah berumur
60 tahun. Biasanya kendala mereka karena DP yang kemahalan, cicilan yang
kemahalan, jadi sampai sekarang mereka belum berani untuk memiliki rumah.”ungkapnya
pada sebuah kesempatan. Karena modalnya pas-pasan, untuk media promosinya
sendiri Elang hanya mengiklankan di koran lokal . Karena harganya yang relatif
murah , pada tahap awal pembangunan langsung terjual habis. Meski harganya
murah, tapi fasilitas pendukung di dalamnya sangat komplet, seperti klinik 24
jam,angkot 24 jam,rumah ibadah,sekolah,lapangan olahraga, dan juga dekat dengan
pasar. Karena rumah itu diperuntukkan bagi kalangan ekonomi bawah, kebanyakan
profesi konsumennya adalah buruh pabrik, staff tata usaha (TU) IPB, bahkan ada
juga para pemulung. Sukses yang sudah ditangan tidak membuat Elang lupa diri.
Justru, ia semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Salah satu wujud rasa syukur
atas nikmatnya itu, dalam setiap proyek ia selalu menyisihkan 10 persen untuk
kegiatan amal.”Uang yang 10 persen itu saya masukkan BMT (Baitul Mal Wa
Tanwil/tabungan) pribadi, dan saya alokasikan untuk membantu orang-orang miskin
dan orang-orang yang kurang modal,”Bebernya. Bagi Elang, materi yang saat ini
ia miliki mengandung hak orang miskin yang wajib dibagi. Selain menyisihkan 10
persen dari hasil proyeknya, Elang juga memberikan sedekah mingguan, bulanan,
dan bahkan tahunan kepada fakir miskin. Pendirianya;sedekah tidak perlu banyak
tapi yang paling penting adalah kontinuitas dari sedekah tersebut. Masih banyak
sebenarnya yang ingin Elang lakukan . Diantaranya, ia bercita-cita ingin
mendirikan perusahaan yang dapat mempekerjakan 100 ribu orang. Elang Gumilang,
masih akan terus mengepakkan sayapnya.
Tulisan
inspiratif ini diambil dari buku “Wirausaha Muda MANDIRI” ketika anak sekolah
berbisnis oleh Prof Rhenald Kasali,Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Sumber: