Tampilkan postingan dengan label geografi regional indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label geografi regional indonesia. Tampilkan semua postingan

Minggu, 31 Juli 2016

LAMONGAN RAWAN TERHADAP BENCANA KEKERINGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi Regional Indonesia
Dosen Pengampu : Dra. Inna Prihartini MS

oleh :Ana Pangesti

Lamongan Rawan terhadap Bencana Kekeringan

Kabupaten Lamongan merupakan salah satu kabupaten yang termasuk kedalam kategori daerah yang rawan bahaya kekeringan. Sebanyak 55 desa di 10 kecamatan di Lamongan mengalami kekeringan. Kepala Pelaksana BPBD Lamongan Poerbyanto mengatakan dari 55 desa, dihuni 42.253 kepala keluarga (KK) dan jumlah penduduknya mencapai 128.623 orang. 
wilayah dengan potensi kekeringan itu adalah 8 desa di Kecamatan Deket, 10 desa di Kecamatan Turi, 7 desa di Kecamatan Sukodadi dan 6 desa di Kecamatan Glaga. Di Kecamatan Karangbinangun ada 6 desa, di Kecamatan Tikung sebanyak 9 desa dan di Kecamatan Samben terdapat 3 desa, sebanyak 3 desa di Modo, 2 desa di Babat dan 1 desa di Kali Tengah.

Akibat bencana kekeringan:
Debit air waduk gondang di kabupaten lamongan, saat ini telah berada dalam titik kritis dan tidak lagi dipergunakan. Hal ini, berdampak terjadinya kekeringan pada tiga belas kecamatan di lamongan yang sekaligus mengakibatkan petani mengalami gagal panen. 
Akibat kemarau panjang yang telah terjadi hampir tiga bulan terakhir, membuat debit air beberapa waduk yang selama ini diandalkan oleh para petani di lamongan kini, mulai berkurang, bahkan sebagian besar waduk telah mengering.
Kondisi terparah, terjadi di waduk gondang yang berada di kecamatan sugio kabupaten lamongan, yang saat ini berada dalam titik kritis, dan tidak lagi dipergunakan agar kondisi waduk tidak rusak nantinya. Waduk terluas dan terbesar di lamongan ini, hanya menyisakan debit air sebanyak dua juta lima ratus meter kubik saja, yang seharusnya debit air di waduk tersebut mencapai dua puluh tiga  juta meter kubik.
Dengan kondisi ini, praktis, pemerintah kabupaten lamongan, menutupnya dan melarang untuk penggunaan. Baik itu digunakan untuk kebutuhan minum ataupun irigasi pertanian. Mubarok, kepala badan penanggulangan bencana daerah lamongan, menegaskan, kemarau yang terjadi tahun 2014, merupakan kemarau yang terparah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya 55 desa yang berada di tiga belas kecamatan mengalami kekeringan.
Sementara itu, mengeringnya sejumlah waduk, khususnya Waduk Gondang, berdampak pada mengeringnya ratusan hektar tanaman padi yang berada di kawasan tersebut. Kekeringan ini melanda tanaman padi yang rata-rata berusia sekitar 50 hari banyak yang puso akibat kekurangan air dan tidak bisa diharapkan lagi untuk dipanen. Keadaan ini, terang saja menyesakkan para petani. Sebab, sebelum kekeringan ini melanda, mereka telah dibuat susah dengan gagal panen akibat serangan hama wereng.
Faktor penyebab kekeringan:
Kekeringan disebabkan karena proses alamiah dan non alamiah, faktor yang menyebabkan terjadinya kekeringan di Lamongan umumnya disebabkan oleh antara lain:
1.      Terjadinya pergeseran daerah aliran sungai atau DAS utamanya di wilayah hulu. Hal ini membuat lahan beralih fungsi, dari vegetasi menjadi non-vegetasi. Efek dari perubahan ini adalah sistem resapan air di atas yang menjadi kacau dan akhirnya menyebabkan kekeringan.
2.      Terjadinya kerusakan hidrologis wilayah hulu sehingga waduk dan juga saluran irigasi diisi oleh sedimen. Hal ini kemudian menjadikan kapasitas dan daya tampung menjadi drop. Cadangan air yang kurang akan memicu kekeringan parah saat musim kemarau tiba.
3.      Penyebab kekeringan  lainnya adalah persoalan agronomis atau dikenal juga dengan nama kekeringan agronomis. Hal ini diakibatkan pola tanam petani  yang memaksakan penanaman padi pada musim kemarau dan mengakibatkan cadangan air semakin tidak mencukupi.
Kekeringan adalah salah satu permasalahan yang berdampak negatif bagi suatu wilayah. Kekeringan sering dianggap sebagai sebuah bencana yang timbul akibat dari kurangnya curah hujan. Didalam manajemen bencana, suatu bencana didefinisikan setidaknya oleh dua pilar utama yang menyebabkan suatu kejadian bencana, yaitu bahaya dan kerentanan terhadap bahaya. Bahaya sendiri adalah fenomena yang diakibatkan oleh alam ataupun fenomena akibat dari rekayasa buatan yang mengancam, baik itu untuk kehidupan manusia, kerugian harta benda, dan atau kerusakan lingkungan (Bakornas, 2005).
 Pada dasarnya kekeringan merupakan fenomena alam yang  umum terjadi sesuai dengan siklus iklim pada suatu wilayah yang terkait dengan daur hidrologi. Sebagai sebuah bahaya kekeringan diakibatkan oleh alam dimana terjadi suatu kekurangan curah hujan dari yang diharapkan turun (Wilhite,2005). Bahaya kekeringan dapat dilihat tidak hanya dari aspek meteorologi saja, dimana ketika terjadi kekurangan curah hujan dalam durasi waktu tertentu, maka akan menimbulkan dampak kekurangan air bagi aspek yang lain, sehingga aspek terdampak dapat disebut pula mengalami kekeringan. Namun demikian, semua jenis kekeringan berasal dari kurangnya curah hujan yang turun (Wilhite,1987) dan atau ketidakcukupan curah hujan yang turun pada suatu periode tertentu (Kodoatie, 2011).

Penanganan kekeringan:
Kekeringan  biasanya terjadi di wilayah pertanian tadah hujan, wilayah irigasi golongan dan juga titik endemic kekeringan. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai upaya untuk menanggulangi kekeringan , antara lain:
1.      Memperbaharui paradigma petani terkait kebiasaan memaksakan penanaman padi di musim kemarau.
2.      Membangun atau merehabilitasi jaringan sistem irigasi
3.      Membangun serta memelihara wilayah konservasi lahan juga wilayah resapan air.
4.      Mengaplikasikan juga memperhatikan lebih cermat peta rawa yang mengalami kekeringan.
5.      Menciptakan kalender tanam.
6.      Pemerintah menyediakan informasi perubahan iklim yang lebih akurat.

Pemerintah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, kembali menganggarkan kembali pengerukan 19 waduk melalui perubahan APBD sehingga total waduk yang dikeruk untuk antisipasi kekeringan pada tahun ini mencapai 60 waduk. Supandi Kepala PU Pengairan di Lamongan menjelaskan bila digabung dengan 51 lokasi sebelumnya, pada tahun 2014 Pemkab Lamongan melakukan pengerukan di 60 lokasi.
Tambahan kegiatan pengerukan 19 lokasi itu, di antaranya untuk Waduk Lembeyan, Desa Doyomulyo, Kecamatan Kembangbahu; Waduk Guminingrejo, Desa Guminingrejo, Kecamatan Tikung; dan Waduk Balong, Desa Kreteranggon, Kecamatan Sambeng. Selain itu, juga dilakukan untuk Waduk Desa Puripan dan Desa Bedingin, Kecamatan Sugio, kemudian Waduk Sumengko, Desa Sumengko, Kecamatan Kedungpring.
Tujuan pengerukan, selain untuk melakukan normalisasi waduk dari sedimen, untuk meningkatkan volume tampung air hujan. Hal ini merupakan bagian dari upaya antisipasi kekeringan dengan menyediakan sumber air untuk pertanian dan air bersih.
Selain melakukan pengerukan waduk, Pemkab Lamongan melalui Perubahan APBD 2014 juga menambah lokasi pengerukan sungai, yakni 12 lokasi sungai. Sebelumnya, sudah dilakukan pengerukan delapan sungai. Sungai yang dikeruk saat kemarau kali ini adalah Kali Desa Miru, Kecamatan Sekaran; Kali Desa, Sumberaji-Banjarejo, Kecamatan Sukodadi, Saluran Sluis Konang dan Karangturi di Kecamatan Glagah; Kali Gendongkulon, Kecamatan Babat; dan Kali Asinan di Kecamatan Brondong.
Untuk mencegah terjadinya krisis air bersih di musim kemarau ini, BPBD Lamongan sudah mengirimkan 170 rit tangki air bersih. Selain itu, juga telah didistribusikan 350 buah jurigen air bersih.

DAFTAR PUSTAKA
Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.

Kuswandi, Heru. 2012. 13 Kecamatan di Lamongan Alami Kekeringan. http://delapan-nam.blogspot.com/2012/09/13-kecamatan-di-lamongan-alami.html

Lamongankab. 2014. Antisipasi bencana kekeringan. BPBD. http://lamongankab.go.id/instansi/bpbd/2014/08/07/antisipasi-bencana-kekeringan/

Nurrahman, Fery Irfan dan Pamungkas, Adjie. 2013. Identifikasi Sebaran Daerah Rawan Bahaya Kekeringan Meteorologi di Kabupaten Lamongan. Jurnal Teknik Pomits Vol 2, No 2, (2013)

Sekretariat Bakornas Penanggulangan Bencana dan Penanganan pengungsi. 2005. Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Jakarta: BiroMitigasi,sekretariat BAKORNAS PBP

Sujarwo, Eko. 2013. 55 Desa di 10 Kecamatan Lamongan Kekeringan. Detik News.  http://news.detik.com/read/2013/10/06/095220/2379033/475/55-desa-di-10-kecamatan-lamongan-kekeringan

Taufik, Mohamad. 2014. Pemkab Lamongan keruk 60 waduk buat antisipasi kekeringan. Merdeka.com. http://www.merdeka.com/peristiwa/pemkab-lamongan-keruk-60-waduk-buat-antisipasi-kekeringan.html

Wilhite, Donald A., William E. Easterling., and Deborah A. Wood. 1987. Planning for Drought – Toward a Reduction of Societal Vulnerability. Colorado: Westview Press, Inc.


Wilhite,DA.2005. DroughtandWater Crises:Science, Technology,and ManagementIssues. Broken Sound ParkwayNW: Taylor&FrancisGroup Press.