Tampilkan postingan dengan label jurnal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jurnal. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Juni 2016

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL 4MAT DAN MODEL SIKLUS BELAJAR 5E TERHADAP KECAKAPAN SPASIAL PESERTA DIDIK PADA TOPIK BAHASAN KARAKTERISTIK LAPISAN BUMI DAN PERGESERAN BENUA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016

Ana Pangesti1*
Wakino & Singgih Prihadi2
1Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi, FKIP,UNS Surakarta
2Dosen Pendidikan Geografi, FKIP, UNS Surakarta
*Keperluan Korespondensi, HP: 089687294457, e-mail: ana.pangesti@gmail.com

ABSTRACT
The purpose of the research was :  (1) knowing the differentces student’s spatial ability with applying 4MAT model, Learning Cycle 5E model and Ekspositori model, (2) knowing the effectiveness application of 4MAT model and Ekspositori model towards spatial ability, (3) knowing the effectiveness application of Learning Cycle 5E model and Ekspositori model towards spatial ability, (4) knowing the effectiveness application of 4MAT model and Learning Cycle 5E model towards spatial ability on topic of the Characteristics of the Layer of Earth and Continental Driftinfirst grade of 1 Surakarta Senior High School Terms 2015/2016.
This research is a Quasy-Experimental Research with “Pre-test – Post-test Design”.The population used were the X MIA 8, X MIA 9, X IIS 1 and X IIS 2 of 1 Surakarta Senior High Schooland the samples are the students of class X MIA 8 whom treated as experimental class one, X MIA 9 whom treated as experimental 2 and X IIS 1 as the control class. The sampling technique which is used is Cluster Random Sampling. Collecting data techniques which is used were tests, documentations and observations. Technique of analyzing data which is used was one way anova and further Anava test (Scheffe’ test).
Results of this research showed that (1) there were student’s spatial ability  differentces between application of 4MAT model, Learning Cycle 5E model and Ekspositori model (Fobs = 7,918 > Fα = 3,07), (2) 4MAT model application is more effective towards student’s spatial ability compared to Ekspositori model   (Fobs = 15,732 > Fα = 3,07) ,(3) Learning Cycle 5E model application is more effective towards student’s spatial ability compared to Ekspositori model (Fobs = 4,505 > Fα = 3,07), (4) 4MAT model application is more effective towards student’s spatial ability compared to Learning Cycle 5E model  (Fobs = 4,079 > Fα = 3,07) on topic of the Characteristics of the Layer of Earth and Continental Driftinfirst grade of 1 Surakarta Senior High School Terms 2015/2016.

Keywords: 4MAT, Learning Cycle 5E, Spatial Ability.




PENDAHULUAN

Kecakapan spasial  menurut Association of American Geographers  kecakapan spasial merupakan kompetensi penting dalam memahami lingkungan sekitarnya. Aspek kecakapan spasial menurut Association of American Geographers meliputi comparison, aura, region, transition, analogy, hierarchy, pattern dan association. Kecakapan spasial sangat dibutuhkan peserta didik untuk mengkaji, mengkaitkan, dan mempresentasikan fenomena yang ada di permukaan bumi. Pencapaian dalam mengoptimalkan kecakapan spasial ini membutuhkan sebuah model pembelajaran yang mampu menghubungkan materi dengan tujuan yang akan dicapai yaitu topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua dengan tujuan pencapaian makna pembelajaran serta kecakapan spasial, karena tidak semua model pembelajaran sesuai untuk materi dengan tujuan yang berbeda.
Penerapan model 4MAT dipilih berdasarkan pertimbangan pendapat ahli, yaitu menurut McCharthy (2002: 1.18) menyampaikan:
Dawing heavily upon these brain studies and grounded in the work of John Dewey, David Kolb and Carl Jung, has created a pedagogical model which assumes (1) that individuals learn in different yet identifiable ways, and that (2) engagement with a variety of diverse learning sets results in higher levels of motivation and performance.
Menurut McCharthy pada kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa model 4MAT merupakan hasil penelitian otak yang didasarkan pada karya John Dewey, David Kolb dan Carl Jung. Mereka mengasumsikan bahwa individu belajar dengan cara yang berbeda dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran menghasilkan tingkat motivasi yang lebih tinggi. Model 4MAT merupakan model yang memperhatikan gaya belajar peserta didik melalui strategi pembelajaran (Ovez, 2012 : 2198). Langkah awal pada model 4MAT adalah menciptakan suatu pengalaman. Pengalaman tersebut kemudian dikembangkan konsep dan diaplikasikan hal-hal yang relevan agar dapat mengerjakan dan menerapkan hal-hal yang kompleks. Mengintegrasikan pengalaman kedalam penerapan sehari-hari membantu peserta didik berfikir tingkat tinggi dan berfikir keruangan. Hal tersebut menjadi alasan pemilihan model 4MAT untuk mencapai tujuan dalam mengoptimalkan kecakapan spasial peserta didik.
Model Siklus Belajar 5E menurut Bybee (2006: 8) menyatakan bahwa the BSCS model has five phases: engagement, exploration, explanation, elaboration, and evaluation. Langkah awal model Siklus Belajar 5E adalah membangkitkan minat peserta didik melalui pengalaman yang dimiliki peserta didik. Peserta didik dituntut untuk menjelaskan bedasarkan dengan pengalaman peserta didik. Model Siklus Belajar 5E ini mendorong peserta didik mengaplikasikan konsep dan keterampilan yang dimiliki. Hal tersebut membantu peserta didik dalam mengoptimalkan kecakapan spasial peserta didik.
Dalam penelitian ini menggunakan tiga model pembelajaran untuk membandingkan keefektivanya yaitu model 4MAT, model Siklus Belajar 5E dan model Ekspositori pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. Model Ekspositori mencerminkan keutamaan guru sehingga menekankan penyampaian materi secara verbal kepada peserta didik dengan tujuan penguasaan materi secara optimal dan guru menganggap kemampuan setiap peserta didik sama. Model Ekspositori dalam penelitian ini diterapkan pada kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta, dengan alasan sekolah tersebut merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas yang sudah menerapkan Kurikulum 2013 dan di SMA Negeri 1 Surakarta belum pernah diterapkan model 4MAT dan model Siklus Belajar 5E pada pembelajaran geografi sehingga dapat digunakan untuk mengetahui efektivitas model 4MAT, Siklus Belajar 5E dan Ekspositori sebagai kontrol yang diujikan pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas antara model 4MAT dengan model Siklus Belajar 5E terhadap kecakapan spasial peserta didik pada pembelajaran geografi kelas X SMA Negeri 1 Surakarta pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. Menurut Dick & Reiser  (1989) dalam Sutikno (2013: 173) mendefinisikan pembelajaran efektif sebagai suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta yang membuat siswa senang. Pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik  untuk mencapai keberhasilan sesuai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran melalui penerapan model 4MAT dan Siklus Belajar 5E  untuk mengetahui kecakapan spasial peserta didik.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Surakarta. Berdasarkan hasil observasi, SMA Negeri 1 Surakarta merupakan salah satu Sekolah Menengah atas yang menerapkan Kurikulum 2013 sehingga dapat digunakan untuk mengetahui efektivitas tiga model yang diujikan pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. Pada SMA Negeri 1 Surakarta belum pernah diterapkan model 4MAT dan model Siklus Belajar 5E terhadap kecakapan spasial pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. Dari uraian permasalahan yang telah dikemukakan penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perbedaan antara kecakapan spasial peserta didik dengan menerapan model 4MAT, model Siklus Belajar 5E dan model Ekspositori pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas  X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016, (2) mengetahui efektivitas penerapan model 4MAT dengan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas  X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016, (3) mengetahui efektivitas penerapan model Siklus Belajar 5E lebih dengan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas  X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016, (4) mengetahui efektivitas penerapan model 4MAT dengan model Siklus Belajar 5E terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas  X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
METODE PENELITIAN

Penelitian eksperimen semu (Quasy Experimental) ini menggunakan Nonrandomized control group pretest-posttet design (desain pretes-pascates kelompok kontrol tanpa acak). Desain tersebut termasuk dalam desain eksperimen semu atau Quasi Eksperimen yaitu desain eksperimen yang digunakan karena pada kenyataanya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian (Sugiyono, 2013: 77). Populasi yang digunakan adalah peserta didik  kelas X MIA 8, X MIA 9, X IIS 1 dan X IIS 2 SMA Negeri 1 Surakarta dan sampel penelitian adalah peserta didik kelas X MIA 8 sebagai kelas eksperimen 1, kelas X MIA 9 sebagai kelas eksperimen 2 dan kelas X IIS 1 sebagai kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Cluster Random Sampling, artinya pengambilan sampel dari populasi yang diambil dari unit dalam populasi yang mendapat peluang yang sama untuk menjadi sampel, bukan peserta didik secara individual tetapi rombel.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes, dokumentasi dan observasi. Tes yang diberikan oleh guru bertujuan untuk mengetahui kecakapan spasial peserta didik.  Dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data sekolah, data identitas peserta didik, jumlah peserta didik , dan dokumen pembelajaran di SMA Negeri 1 Surakarta yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Observasi digunakan untuk memperoleh data keefektivan model 4MAT, model Siklus Belajar 5E dan model Ekspositori.
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan instrumen tes kecakapan spasial dan instrumen observasi. Sebelum digunakan, instrumen tes diuji validitas butir soal (Pearson korelasi product moment), uji reliabilitas (Kuder-Richardson 20), uji taraf kesukaran dan uji daya beda. Uji prasyarat analisis dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji hipotesis menggunakan anava satu jalan dilanjutkan dengan pasca anava (metode scheffe’).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Kecakapan Spasial
Pengukuran kecakapan spasial peserta didik diambil dari hasil pretest maupun posttest yang terdiri dari 15 butir soal pilihan ganda pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. Jumlah soal tes kecakapan spasial antara kelas kontrol maupun kelas eksperimen baik dari soal pretest maupun posttest adalah sama sebanyak 15 soal yang meliputi 8 komponen kecakapan spasial yaitu comparation, aura, region, transition, analogy, heirarki, pattern dan association.
Data kecakapan spasial digunakan untuk menunjukkan perbedaan kecakapan spasial antara kelas eksperimen 1 (model 4MAT), eksperimen 2 (model Siklus Belajar 5E) dan kelas kontrol (model Ekspositori). Distribusi nilai kecakapan spasial kelas eksperimen dan kontrol disajikan dalam skala 100 pada Tabel 1.
Tabel 1 Distribusi Nilai Kecakapan Spasial
Interval Nilai
Frekuensi
Eksperimen 1
Eksperimen 2
Kontrol
Pretest
Posttest
Pretest
Posttest
Pretest
Posttest
25-36
5
0
5
0
5
0
37-48
21
0
20
0
13
0
49-60
8
5
7
9
4
15
61-72
0
8
0
9
0
3
73-84
0
16
0
12
0
3
85-95
0
5
0
2
0
1
Mean
43,92
73,33
44,38
68,75
43,94
63,03
Standar Deviasi
7,89
9,71
7,11
9,03
8,14
8,66
Nilai Min
26,67
53,33
33,33
53,33
33,33
53,33
Nilai Maks
60
93,33
60
86,67
60
86,67
N
34
32
22
Sumber: Hasil Perhitungan Data Penelitian Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kecakapan spasial yang berbeda. Rata-rata nilai pretest lebih rendah dibandingkan dengan nilai posttest. Hal ini dikarenakan pretest dilakukan sebelum diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran terhadap topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua. Perlakuan yang diberikan akan memengaruhi pemahaman yang dimiliki terhadap topik bahasan sehingga berpengaruh dalam menyelesaikan soal posttest.
Kecakapan spasial peserta didik pada ketiga kelompok masih jauh mencai KKM yang diterapkan SMA Negeri 1 Surakarta. KKM yang digunakan oleh SMA Negeri 1 Surakarta pada mata pelajaran geografi kelas X adalah 80. Berdasarkan nilai KKM yang diterapkan dapat diketahui presentase ketuntasan kecakapan spasial kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2  Presentase Nilai Ketuntasan Kecakapan Spasial
Kelompok
Perlakuan
Kategori
Frekuensi
Presentase (%)
Eksperimen 1 (4MAT)
Pretest
Tuntas
0
0
Tidak Tuntas
34
100
Posttest
Tuntas
12
35
Tidak Tuntas
22
65
Eksperimen 2 (Siklus Belajar 5E)
Pretest
Tuntas
0
0
Tidak Tuntas
32
100
Posttest
Tuntas
6
19
Tidak Tuntas
26
81
Kontrol (Ekspositori)
Pretest
Tuntas
0
0
Tidak Tuntas
22
100
Posttest
Tuntas
2
9
Tidak Tuntas
20
91
Sumber: Hasil Perhitungan Data Penelitian Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan ketuntasan kecakapan spasial sebelum dan setelah diberi perlakuan. Pada ketiga kelompok eksperimen 1, eksperimen 2 dan kontrol 100% tidak tuntas ketika pretest. Kelompok eksperimen 1 setelah diterapkan model 4MAT terdapat 12% peserta didik yang tuntas. Kelompok eksperimen 2 setelah diterapkan model Siklus Belajar 5E terdapat 6% peserta didik yang tuntas, dan pada kelompok kontrol setelah diterapkan model Ekspositori terdapat 2% peserta didik yang tuntas.
Perbandingan ketuntasan setelah diberi perlakuan pada kelompok eksperimen1, eksperimen 2 dan kontrol adalah 12 : 6 : 2. Kelompok eksperimen 1 dengan perlakuan model 4MAT mengalami kenaikan ketuntasan paling baik dibandingkan dengan kelompok eksperimen 2 dan kontrol. Kelompok kontrol mengalami perubahan ketuntasan setelah diberi perlakuan paling rendah diantara kelompok lain yaitu 2%. Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 2 ketuntasan pada pengukuran kecakapan spasial peserta didik masih jauh dari yang diharapkan. Tabel 2 presentase nilai ketuntasan kecakapan spasial dapat diperjelas dengan Gambar 1.
Gambar 1 Histogram Nilai Ketunntasan Kecakapan Spasial kelompok Eksperimen 1, Eksperimen 2 dan Kontrol
Data kecakapan spasial apabila dijabarkan menurut 8 komponen dasar kecakapan spasial akan menghasilkan presentase data yang disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Presentase Komponen Kecakapan Spasial
Komponen Kecakapan Spasial
4MAT
Siklus Belajar 5E
Ekspositori
Frekuensi
Persen (%)
Frekuensi
Persen (%)
Frekuensi
Persen (%)
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Post
Comparison
22
26
65
76
19
23
59
72
11
15
50
68
Aura
3
14
9
41
3
14
9
44
2
7
9
32
Region
19
28
56
82
20
25
63
78
14
17
64
77
Transition
14
26
41
76
11
20
34
63
7
13
32
59
Analogy
30
30
88
88
22
29
69
91
17
18
77
82
Heirarki
17
24
50
71
13
19
41
59
11
13
50
59
Pattern
3
28
9
82
4
23
13
72
3
16
14
73
Association
1
21
3
62
9
20
28
63
9
10
41
45
Sumber: Hasil Perhitungan Data Penelitian Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 3 komponen dasar kecakapan spasial yang terdiri dari comparation, aura, region, transition, analogy, heirarki, pattern dan association mengalami perubahan presentase. Perbandingan kecakapan spasial peserta didik sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 4.


Tabel 4 Perbandingan Pretest-Posttest Kecakapan Spasial
Komponen Kecakapan Spasial
Presentase (%)
4MAT
Siklus Belajar 5E
Ekspositori
Comparison
11
13
18
Aura
32
35
23
Region
26
15
3
Transition
35
29
5
Analogy
0
22
13
Heirarki
21
18
9
Pattern
73
59
59
Association
59
35
4
Sumber: Hasil Perhitungan Data Penelitian Tahun 2016
Tabel 4 Perbandingan pretest-posttest kecakapan spasial lebih jelasnya disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Histogram Perbandingan Pretest-Posttest Kecakapan Spasial
Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan perbandingan 8 komponen dasar kecakapan spasial perubahan sebelum dilakukan perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Delapan komponen dasar kecakapan spasial yang mengalami perubahan paling baik yaitu pada kelompok eksperimen 1 setelah diberi perlakuan dengan menerapkan model 4MAT, kemudian kelompok eksperimen 2 setelah diberi perlakuan dengan menerapkan model Siklus Belajar 5E dan perubahan yang paling rendah pada kelompok kontrol setelah diberi perlakuan dengan menerapkan model Ekspositori.
Pengujian Persyaratan Analisis
Uji Normalitas Data
Normalitas data merupakan salah satu syarat yang harus dilakukan sebelum melakukan uji anava. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Normalitas suatu data sangat penting karena dengan data yang terdistribusi normal maka data tersebut dianggap dapat mewakili populasi. Uji normalitas dilakukan dengan metode Liliefors dengan taraf signifikasn 5%. Hasil uji normalitas pada masing-masing kelas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5  Hasil Rangkuman Uji Normalitas Data Pretest-Posttest
No
Model Pembelajaran
Kelompok Tes
Jumlah Sampel
Harga L
L Hitung
L Tabel
Kesimpulan
1
4MAT
Pretest
34
0,1320
0,1519
Normal
Posttest
34
0,0882
0,1519
Normal
2
Siklus Belajar 5E
Pretest
32
0,0801
0,1566
Normal
Posttest
32
0,0965
0,1566
Normal
3
Ekspositori
Pretest
22
0,0513
0,1889
Normal
Posttest
22
0,1247
0,1889
Normal
Sumber: Hasil Perhitungan Data 2016
Untuk menentukan normalitas dari data tersebut cukup membaca nilai Lhitung dibandingkan dengan Ltabel. Jika Lhitung < Ltabel, maka kesimpulannya adalah data tersebut berdistribusi normal. Berdasarkan Tabel 5 dapat diperoleh informasi nilai Lhitung pada masing-masing kelompok tes lebih kecil dari Ltabel, sehingga H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian yang terdiri dari kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Uji Homogenitas Data
Uji prasyarat lain yang dilakukan sebelum uji anava adalah uji homogenitas. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui varian data berasal dari data yang sama (homogen) atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan metode Bartlett dengan taraf signifikan 5%. Untuk menentukan homogenitas dari data tersebut cukup membaca nilai X2obs dibandingkan dengan nilai X2tabel. Jika X2obs < X2tabel maka data tersebut bersifat tidak homogen. Hasil rangkuman uji homogenitas data pretest dapat dilihat pada Tabel 6 :
Tabel 6 Hasil Rangkuman Uji Homogenitas Data Pretest
Tipe/ Metode Pembelajaran
X2obs
X2tabel
Kesimpulan
4MAT
Siklus Belajar 5E
Ekspositori

-3384,291

5,991

Data Homogen
Sumber: Hasil Perhitungan Data 2016
Berdasarkan Tabel 6 dapat dinyatakan bahwa nilai X2obs sebesar -3384,291 sedangkan nilai X2tabel sebesar 5,991. Hal tersebut membuktikan bahwa nilai X2obs < X2tabel. Dengan demikian data pretest pada kedua kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang homogen. Hasil rangkuman uji homogenitas data Posttest dapat dilihat pada Tabel 7 :
Tabel 7  Hasil Rangkuman Uji Homogenitas Data Posttest
Tipe/ Metode Pembelajaran
X2obs
X2tabel
Kesimpulan
4MAT
Siklus Belajar 5E
Ekspositori

0,21

5,991

Data Homogen
Sumber: Hasil Perhitungan Data 2016
Berdasarkan Tabel 7  dapat dinyatakan bahwa nilai X2obs sebesar 0,21  sedangkan nilai X2tabel sebesar 5,991. Hal tersebut membuktikan bahwa nilai pembelajaran X2obs < X2tabel. Dengan demikian data posttest pada kedua kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang homogen.
Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis Pertama
Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji anava satu jalan. Pengujian hipotesis pertama dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penerapan model 4MAT, Siklus Belajar 5E dan Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik. Rangkuman hasil perhitungan anava satu arah dapat dilihat pada Tabel 8 :
Tabel 8 Rangkuman Hasil Perhitungan Anava Satu Arah
Sumber
JK
dk
RK
Fobs
Fα
Metode
1344,46
2
7,9176
3,07
Galat
7217,00
85
-
-
Total
8561,46
87
-
-
-

Sumber: Hasil Perhitungan Data 2016
Berdasarkan Tabel 8 menjelaskan tentang hasil uji analisis variansi satu arah dengan sel sama. Untuk menentukan keputusan uji cukup melihat nilai Fobs dibandingkan dengan nilai Fα. Nilai Fobs sebesar 7,9176 sedangkan nilai Fα sebesar 3,07. hal  ini dapat dilakukan keputusan uji H0 ditolak apabila Fobs > ­Fα (7,9176> 3,07). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat beda skor yang signifikan antara kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, dan kelas kontrol terhadap kecakapan spasial peserta didik. Pernyataan tersebut sejalan dengan hipotesis pertama yang menyebutkan bahwa bahwa ada perbedaan kecakapan spasial dengan menggunakan model pembelajaran 4MAT, Siklus Belajar 5E dan model pembelajaran Ekspositori pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
Pengujian Hipotesis Kedua
Pengujian hipotesis kedua dilakukan uji pasca anava, yaitu dengan menggunakan metode Scheffe’ untuk mengetahui efektivitas model 4MAT dan Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik. Rangkuman hasil uji pasca anava dengan menggunakan metode Scheffe’ pada kecakapan spasial peserta didik yang disajikan dalam Tabel 9 :
Tabel  9 Rangkuman Uji Pasca Anava dengan Metode Scheffe
Xi
4MAT
Siklus Belajar 5E
4MAT
Xj
Ekspositori
Ekspositori
Siklus Belajar 5E
Rata-rata Xi
73,33
68,75
73,33
Rata-rata Xj
63,33
63,33
68,75
Ni
34
32
34
Nj
22
22
32
100
29,34
21,01
RKG ()
6,36
6,51
5,15
F hitung
15,732
4,5053
4,0788
F table
3,07
3,07
3,07
Keputusan uji
H1 diterima
H1 diterima
H1 diterima
Kesimpulan
Beda
Beda
Beda
Sumber: Hasil Perhitungan Data 2016
Berdasarkan Tabel 9  menjelaskan tentang hasil uji pasca anava dengan metode Scheffe”. Untuk menentukan keputusan uji dalam pengujian hipotesis kedua cukup melihat nilai Fobs­ dibandingkan dengan nilai Fα. Nilai Fobs sebesar 15,732 sedangkan nilai Fα sebesar 3,07. Hal ini dapat dilakukan keputusan uji H0 ditolak dengan nilai Fobs > Fα (15,732 > 3,07). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat rerata kecakapan spasial yang berbeda secara signifikan antara model 4MAT dan Ekspositori. Hal tersebut sejalan dengan hipotesis kedua yang menyebutkan bahwa model 4MAT lebih efektif dibandingkan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
Pengujian Hipotesis Ketiga
Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan hasil uji pasca anava dengan metode Scheffe’. Untuk menentukan keputusan uji hipotesis ketiga cukup melihat nilai Fobs dan nilai Fα. Nilai Fobs sebesar 4,5053 sedangkan nilai Fα sebesar 3,07, apabila dibandingkan maka Fobs> Fα (4,5053 > 3,07). Berdasarkan perbandingan tersebut maka keputusan yang diambil adalah H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat rerata kecakapan spasial yang berbeda secara signifikan antara model Siklus Belajar 5E dan Ekspositori. Hal tersebut sejalan dengan hipotesis ketiga yang menyebutkan bahwa model Siklus Belajar 5E lebih efektif dibandingkan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
Pengujian Hipotesis Keempat
Berdasarkan Tabel 9 menjelaskan tentang hasil uji pasca anava dengan metode Scheffe. Untuk menentukan keputusan uji dalam pengujian hipotesis ketiga cukup melihat nilai Fobs dibandingkan dengan nilai Fα. Nilai Fobs sebesar 4,0788 sedangkan nilai Fα sebesar 3,07. Hal ini dapat dilakukan keputusan uji H0 ditolak dengan nilai Fobs > Fα (4,0788 > 3,07). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat rerata kecakapan spasial yang berbeda secara signifikan antara model 4MAT dan model Siklus Belajar 5E. Hal tersebut sejalan dengan hipotesis keempat yang menyebutkan bahwa model 4MAT lebih efektif dibandingkan model Siklus Belajar 5E terhadap kecakapan spasial peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.


SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan: (1) ada  perbedaan  kecakapan spasial peserta didik antara penerapan model 4MAT, model Siklus Belajar 5E dan model Ekspositori pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016, (2) model 4MAT lebih efektif dibandingkan dengan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas  X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016, (3) model Siklus Belajar 5E lebih efektif dibandingkan dengan model Ekspositori terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas  X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016, (4) model 4MAT lebih efektif dibandingkan dengan model Siklus Belajar 5E terhadap kecakapan spasial peserta didik pada topik bahasan karakteristik lapisan bumi dan pergeseran benua kelas  X SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
Saran
Berdasarkan simpulan dapat dikemukakan saran sebagai berikut: (1) penerapan model 4MAT dan Siklus Belajar 5E terbukti efektif terhadap kecakapan spasial peserta didik, sebaiknya guru dapat mengembangkan kedua model pembelajaran tersebut melalui penyempurnaan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan silabus pembelajaran serta perangkat pembelajaran dilengkapi dengan media pembelajaran Geografi (peta, citra, foto/ gambar, video) sesuai dengan materi yang hendak disampaikan, (2) Guru diharapkan mampu menghadirkan fenomena-fenomena nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam kelas sehingga peserta didik memulai pembelajaran dari sebuah permasalahan dan dapat menggunakan teori-teori yang mereka pelajari untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, (3) Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, guru hendaknya selalu memonitoring kegiatan peserta didik baik kegiatan individu maupun kegiatan kelompok sehingga peserta didik akan terbantu memahami materi maupun hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran yang belum tersampaikan ketika presentasi, (4) Perlu adanya pengembangan hasil penelitian dalam menerapkan model 4MAT dan Siklus Belajar 5E pada pokok bahasan yang lain yang berkaitan dengan pembelajaran Geografi maupun pengembangan penelitian lain yang relevan sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Geografi.
DAFTARPUSTAKA

Bybee, W., Roger, Taylor, Joseph A. 2006. The BSCS 5E Intructional Model: Origins and Effectiveness- A Report Prepared for the Office of Science Education National Institutes of Health. Colorado: BSCS

McCarthy, Bernice. Germain, Clif St. dan Lippitt, Linda. 2002. The 4MAT Research Guided. About Learning, Incorporated. Wauconda, Illino.

Ovez, Filiz Tuba Dikkartin. 2012. The Effect of the 4MAT Model on Student’s Algebra Achievements and Level of Reaching Attainmens. International Journal. Balikesir University, Education Faculty of Nacatibey Elementary Mathematics Education Department Balikesir and 10100. Turkey. Int. J. Contemp. Math. Sciences, Vol. 7, 2012, no. 45, 2197-2205

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sutikno, Sobry. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Lombok: Holistica