MODEL
PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN
(Banathy,
PPSI dan Dick and Carey)
Dosen
pengampu: Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Strategi Pembelajaran Geografi
Disusun oleh:
Nama : Ana Pangesti
NIM : K5412008
Prodi : Pendidikan Geografi
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
I.
PENDAHULUAN
Istilah
model dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur atau
sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut
saran. Uraian atau penjelasan menunjukkan bahwa suatu model desain pembelajaran
menyajikan bagaimana suatu pembelajaran dibangun atas dasar teori-teori seperti
belajar, pembelajaran, psikologi, komunikasi, sistem dan sebagainya.
Model
pengembangan desain pembelajaran terdapat beraneka ragam jenisnya, yang dari
masing-masing model pengembangan desain
pembelajaran mempunyai kekurangan dan kelebihan. Dengan adanya beraneka ragam
jenis model pengembangan desain pembelajaran memberikan kesempatan yang luas
bagi para pengajar untuk memilih model pengembangan desain pembelajaran yang sesuai dengan ilmu atau pengetahuan yang
mereka bina. Model-model pengembangan desain pembelajaran yang sudah ada selalu
mengalami perubahan-perubahan. Hal ini memberi inspirasi para ahli pendidikan
untuk mengembangkan model-model desain pembelajaran yang sudah ada dengan
menciptakan model-model turunan dari model pengembangan desain yang sudah ada. Dengan
semakin berkembangnya model-model pengembangan desain pembelajaran akan mampu
up date menghadapi perubahan zaman yang memerlukan desain pengembangan model
yang semakin kreatif dan inovatif.
Dengan
semakin beragamnya model pengembangan desain pembelajaran, menarik untuk dikaji
pada setiap masing-masing model pengembangan desain pembelajaran. Antara satu
model pengembangan desain pembelajaran dengan lainnya pastinya memiliki ciri
khusus yang menjadikan keunikan tersendiri pada model-model pengembangan desain
pembelajaran tersebut. Untuk mengetahui keunikan pada masing-masing model
pengembangan desain pembelajaran dapat dilakukan dengan mendeskripsikan dan
menganalisis, kemudian setelah itu, dilakukan perbandingan pada model yang di
deskripsikan dan dianalisis. Dari hasil perbandingan dapat diketahui kelebihan
dan kekeurangan pada masing-masing model pengembangan desain pembelajaran serta
keunikan yang dimiliki oleh model desain pembelajaran terkait.
II.
PEMBAHASAN
A.
Model-Model
Desain Pembelajaran
Berikut ini akan
dipaparkan deskripsi model pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy,
PPSI dan Dick and Carey.
1.
Model Pengembangan Desain Pembelajaran menurut Banthy
Gambar 1.
Model pengembangan desain
pembelajaran menurut Banathy
Pada
model pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy terdapat enam tahapan,
yaitu:
Tahap 1: Merumuskan Tujuan (Formulate Objectives)
Yang kita
harapkan pada tahap pertama dapat dikerjakan oleh siswa :
1)
Maksud sistem
Identifikasi masalah
merupakan proses membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan yang seharusnya.
Hasilnya akan menunjukkan kesenjangan antara kedua keadaan tersebut. Kesenjangan
ini disebut kebutuhan (needs). Bila kesenjangan ke dua keadaan tersebut besar,
kebutuhan itu perlu diperhatikan atau di selesaikan. Kebutuhan yang besar dan
di tetapkan untuk diatasi itu di sebut masalah, sedangkan kebutuhan yang lebih
kecil mungkin untuk sementara atau seterusnya diabaikan. Ia merupakan kebutuhan
yang tidak dianggap sebagai masalah. Hasil akhir dari identifikasi masalah
adalah perumusan tujuan umum, dalam model desain pembelajaran menurut Banathy
menggunakan istilah maksud sistem.
2)
Spesifikasi
tujuan
Tujuan merupakan
sesuatu yang akan dapat dikerjakan oleh peserta didik setelah menyelesaikan
proses belajar dan merupakan tujuan yang bermanfaat bagi peserta didik. Tujuan
ini kemudian diuraikan menjadi tujuan-tujuan khusus, yaitu tujuan yang lebih
rinci dan spesifik. Selanjutnya tujuan khusus ini disusun dalam urutan yang
logis. Atas dasar tujuan inilah isi pelajaran dipilih dan disajikan kepada
peserta didik kelak. Dalam Model Banathy menggunakan istilah spesifikasi
tujuan.
3)
Tes acuan
patokan
Tes acuan patokan dalam
istilah umum adalah pembuatan prototipe. Pembuatan prototipe merupakan
permulaan produksi untuk menghasilkan barang yang sesungguhnya. Di samping itu,
pada kesempatan ini pula dimulai pengembangan desain evaluasi dan permulaan
reviu teknis terhadap sistem tersebut oleh para ahli serta penyusunan tes yang
akan digunakan untuk mengukur perilaku peserta didik, baik sebelum maupun
setelah uji coba nanti.
Tahap 2 : Mengembangkan Tes (develop test)
Tahap
kedua Mengembangkan tes yang didasarkan pada tujuan yang diinginkan dan
digunakan untuk mengetahui kemampuan
yang diharapkan dapat di capai sebagai hasil dari pengalaman belajarnya. Dengan
mengembangkan tes pada tahap awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal
siswa. Siswa yang sekolah masing-masing sudah memiliki kemampuan awal yang
berbeda-beda yang di dapatkan sebelum masuk sekolah . Sehingga, salah apabila
menganggap siswa kosong dan tidak memiliki kemampuan awal sebelum peserta didik
masuk sekolah.
Tahap 3 : Menganalisis Kegiatan Belajar (analyze
learning task)
Dalam
menganalisis kegiatan belajar menggunakan hasil pengembangan tes yang dilakukan
pada tahap kedua, yaitu berupa kemampuan awal siswa. Kemampuan awal siswa di
analisis atau di nilai. Dari analisis kemampuan awal siswa akan di ketahui apa
yang perlu di pelajari dan yang tidak perlu di pelajari. Kemampuan yang sudah
dimiliki oleh siswa tidak perlu di pelajari, hal yang perlu dipelajari
kemampuan yang belum dimiliki atau di kuasai oleh siswa. Sehingga akan lebih
efektif dan efisisen dalam proses pembelajaran.
Pada tahap ini
dirumuskan untuk:
1)
Menentukan
tugas-tugas belajar
2)
Menilai
kompetensi masukan
3)
Melakukan tes
masukan
4)
Mengidentifikasi
dan karakterisasi tugas-tugas belajar yang aktual
Tahap 4 : Mendesain sistem Instruksional (design
system)
Setelah
itu di pertimbangkan alternatif-alternatif dan identifikasi apa yang harus
dikerjakan untuk menjamin bahwa siswa akan menguasai kegiatan-kegiatan yang
telah di analisis pada tahap 3 (hal ini di sebut oleh Banathy dengan istilah
function analysis). Juga perlu di tentukan siapa atau apa yang mempunyai
potensi paling baik untuk mencapai fungsi-fungsi tersebut (disebut component
analysis) dan di tentukan pula kapan dan dimana fungsi-fungsi tersebut harus
dilaksanakan (disebut design of the system)
Tahap
mendesain sistem intruksional merupakan penentuan metode dan media intruksional
yang sangat penting untuk memungkinkan peserta didik mencapai tujuan
intrusional, yang meliputi:
1)
Analisis fungsi,
isi dan urutan
2)
Analisis
komponen
3)
Distribusi
fungsi antar komponen
4)
Penjadwalan
Metode yang
diidentifikasi dapat lebih dari satu, atau beberapa alteratif metode, karena
dalam uji coba ada kemungkinan metode yang digunakan tidak efektif sehingga
perlu diganti dengan metode lain.
Tahap 5 : Melaksanakan Kegiatan dan Mengetes Hasil
Dalam
tahap melaksanakan dan mengetes hasil ini, sistem yang sudah di desain sekarang
dapat di ujicobakan atau di tes dan di laksanakan. Apa yang dapat dilaksanakan
atau dikerjakan siswa sebagai hasil implementasi sistem, harus di nilai agar
dapat di ketahui seberapa jauh siswa telah menunjukan tingkah laku seperti yang
dimaksudkan dalam rumusan tersebut.
Tahap 6 : Mengadakan
perbaikan (change to improve)
Berdasakan
hasil yang diperoleh dari interpretasi data hasil uji coba revisi dilakukan
dari revisi kecil sampai revisi total. Untuk mengakhiri uji coba ulang yang
kemudian akan diimplementasikan harus di ambil suatu keputusan.
Hasil-hasil
yang diperoleh dari evaluasi merupakan umpan balik (feedback) untuk keseluruhan
sistem sehingga perubahan-perubahan, jika di perlukan dapat dilakukan untuk
memperbaiki sistem instruksional
2.
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional)
Gambar
2. Model PPSI
Prosedur
Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI) digunakan sebagai metode penyampaian
dalam kurikulum 1975 utuk SD, SMP, SMA, dan kurikulum 1976 untuk
sekolah-sekolah kejuruan. PPSI menggunakan pendekatan sistem yang mengutamakan
adanya tujuan yang jelas sehingga dapat dikatakan bahwa PPSI menggunakan
pendekatan yang berorientasi pada tujuan.
Sistem
Intrusional dalam PPSI menunjukan pada pengertian pengajaran sebagai suatu
sistem, yaitu sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri atas
sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka mencapai
tujuan yang diinginkan.
Sebagai
suatu sistem, pengajaran mengandung sejumlah komponen, antara lain: materi
pelajaran, metode, alat evaluasi, yang kesemuanya itu berinteraksi satu sama
lain di dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Antara
komponen satu dengan komponen lainnya tidak dapat berdiri sendiri, mereka
saling menpengaruhi satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu dalam sistem
intruksional tidak boleh hanya memperhatikan dari komponen materi pelajaran
saja, dari metodenya saja atau dari alat evaluasinya saja. Komponen materi
pembelajaran, metode dan alat evaluasi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
di pisah-pisahkan, karena antara satu dengan komponen lainnya saling terkait,
saling mempengaruhi dan saling berhubungan.
Dalam
memberikan pengajaran mengenai suatu topik pelajaran kepada muridnya, para guru
dihadapkan pada sejumlah persoalan, antara lain:
a.
Tujuan-tujuan
apa yang ingin dicapai
b.
Materi-materi
pelajaran apa yang perlu diberikan untuk mencapai tujuan diatas?
c.
Metode/alat mana
yang digunakan?
d.
Bagaimana
prosedur mengevaluasinya?
PPSI
merupakan langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran suatu
sistem untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.
Langkah-langkah
pokok dalam model PPSI terdapat lima langkah, yaitu:
1.
Merumuskan
tujuan instruksional khusus
2.
Menyusun alat
evaluasi
3.
Menentukan
kegiatan belajar dan materi pelajaran
4.
Merencakan
program kegiatan
5.
Melaksanakan
program
Langkah pertama sampai
keempat merupakan langkah pengembangan, sedangkan langkah kelima merupakan
langkah pelaksanaan program yang telah tersusun. Dibawah ini akan dijabarkan
penjelasan untuk masing-masing langkah pada model PPSI, sebagai berikut:
Langkah 1: Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan
instruksional khusus adalah rumusan yang
jelas tentang kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa
sesudah mengikuti suatu program pembelajaran tertentu. Perumusan tingkah laku
atau kemampuan siswa merupakan syarat mutlak dalam tujuan instruksional. Dalam
merumuskan kemampuan siswa harus dirumuskan secara jelas dan spesifik sehingga
tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda. Untuk merumuskan secara jelas dan
spesifik menggunakan istilah-istilah tertentu yang operasional sehingga dapat
diukur.
Contoh
istilah-istilah yang operasional : menuliskan, menyebutkan, menyebutkan,
memiliki, membedakan, memecahkan, membandingkan, menghitung dan istilah-istilah
yang sejenisnya. Contoh-contoh istilah yang kurang operasional, sehingga dapat
menimbulkan berbagai interprestasi yang berbeda-beda : memahami, mengetahui,
menikmati, menghargai, mempercayai, meyakinkan dan sebagainya.
Dalam
menyusun tujuan-tujuan instruksional perlu diperhatikan beberapa kriteria, sebagai
berikut:
1)
Menggunakan
sistem yang operasional
Menggunakan sistem yang operasional supaya tidak
menimbulkan tafsiran yang berbeda, seperti yang sudah di jelaskan pada bagian
awal.
2)
Berbentuk hasil
belajar
Pada perumusan tujuan instruksional menggambarkan
hasil belajar yang diharapkan pada diri siswa setelah ia menempuh suatu
kegiatan belajar tertentu, jadi yang dilukiskan di sini bukan apa-apa yang ia
pelajari, tapi hasil apa yang ia peroleh setelah mempelajari sesuatu.
3)
Berbentuk
perilaku
Isi perumusan tujuan instruksional hendakya berpijak
pada perubahan tingkah laku siswa yang
diharapkan, bukan pada tingkah laku guru (proses mengajar). Sehingga guru yang
meyesuaikan dengan kebutuhan siswanya. Untuk guru yang belum mengusai tidak
menjadikan alasan belum mengusai, namun dapat dilakukan dengan mempelajari apa
yang belum dikuasai oleh guru tersebut.
4)
Hanya ada satu
perilaku
Perumusan tujuan hendaknya meliputi hanya satu jenis
kemampuan/tingkah laku saja sehingga cukup terbatas. Bila berisi lebih dari
satu kemampuan dalam suatu perumusan tujuan sering timbul kesulitan dalam
mengevaluasi sampai dimana tujuan tersebut telah tercapai, sebab mungkin salah
satu aspek kemampuan lainnya belum tercapai. Maka cukup dengan satu kemampuan
saja.
Langkah 2 : Menyusun alat evaluasi
Setelah
merumuskan tujuan instruksional, langkah selanjutnya yaitu menyusun alat
evaluasi. Alat evaluasi bertujuan untuk menilai atau mengukur sampai dimana
tujuan-tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai.
Hal
pertama yang perlu dilakukan dalam menyusun alat evaluasi adalah menentukan
jenis tes apa yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan-tujuan
tersebut. Jenis-jenis tes tersebut meliputi tes tertulis, tes lisan dan tes
perbuatan. Untuk menentukan jenis tes apa yang akan digunakan di sesuaikan
dengan tujuan yang telah dirumuskan di langkah awal.
Dapat
disimpulkan pada langkah kedua dalam menyusun alat evaluasi;
1.
Menentukan jenis
tes yang akan di gunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
2.
Menyusun tes
untuk menilai masing-masing tujuan
Langkah 3 : Menentukan Kegiatan Belajar dan Materi
Pelajaran
Pada
langkah ketiga yaitu menentukan kegiatan belajar dan materi pelajaran dengan
merumuskan kegiatan-kegiatan belajar apakah yang perlu ditempuh oleh siswa agar
outputnya siswa dapat berbuat sesuai dengan apa yang tercantum dalam tujuan
yang sudah dirumuskan di awal.
Untuk
menentukan kegiatan belajar dan materi pelajaran perlu diperhatikan
langkah-langkah berikut:
1.
Merumuskan semua
kemungkinan kegiatan belajar yang perlu untuk mencapai tujuan.
Langkah pertama dengan merumuskan semua kemungkinan
yang perlu untuk mencapai tujuan. Untuk lebih jelasnya di uraikan pada langkah
berikutnya.
2.
Menetapkan mana
dari sekian kegiatan belajar tersebut yang tidak perlu ditempuh lagi oleh siswa.
Untuk mengetahui kegiatan belajar yang tidak perlu
ditempuh oleh siswa lagi, perlu diadakan suatu tes. Tes yang digunakan adalah
tes input. Tes input adalah suatu tes yang berfungsi untuk menilai pengetahuan
siswa yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan belajar yang telah dirumuskan.
Dari hasil tes tersebut dapat ditentukan kegiatan-kegiatan belajar mana yang
perlu dan mana yang tidak perlu lagi ditempuh oleh siswa untuk mencapai tujuan
instruksional tertentu.
3.
Menetapkan
kegiatan belajar yang masih perlu dilaksanakan oleh siswa
Dari hasil tes yang telah dilakukan, dapat
ditetapkan kegiatan belajar yang masih perlu dilakukan oleh siswa.
Langkah 4 : Merencanakan Program Kegiatan
Hal yang perlu
diperhatikan dalam merencanakan program kegiatan adalah:
1.
Merumuskan
materi pelajaran
Setelah menentukan kegiatan belajar dan materi
pelajaran, selajutnya merencanakan progam kegiatan, termasuk dalam merumuskan
materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sesuai jenis-jenis kegiatan
belajar yang telah ditetapkan pada langkah ketiga.
2.
Menentukan
metode yang di pakai
Untuk menyampaikan suatu materi pelajaran,
diperlukan metode yang tepat. Macam-macam metode antara lain:
a)
Metode ceramah,
pada metode ini guru aktif menerangkan meteri pelajaran sedangkan siswa
mendengarkan guru yang sedang menyampaikan materi didepan kelas.
b)
Metode
demonstrasi, guru memperlihatkan suatu gejala atau proses di depan siswanya,
sedangkan siswa melihat apa yang disampaikan oleh guru.
c)
Metode
eksperimen, siswa melakukan percobaan sendiri dengan petunjuk seperlunya dari
guru.
d)
Metode pemberian
tugas, siswa diberi tugas oleh guru, baik dalam bentuk perorangan ataupun dalam
kelompok. Pekerjaan rumah termasuk dalam metode pemberian tugas.
e)
Metode
karyawisata, siswa dibawa ke suatu obyek tertentu diluar kelas, sehingga siswa
dapat melihat dan menghayati langkah-langkah obyek tersebut.
3.
Menyusun jadwal
Dengan banyaknya materi yang akan disampaikan, maka
perlu memperhitungkan waktu untuk penyampaian materi. Untuk itu diperlukan
menyusun jadwal pengajaran.
Langkah 5 : Melaksanakan Program
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan dalam fase ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengadakan tes
awal
Tes yang diberikan kepada siswa adalah yang telah
disusun dalam langkah kedua. Fungsi dari tes awal ini adalah untuk menilai
sampai dimana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam
tujuan-tujuan instruksional. Hasil tes awal sebagai bahan perbandingan dengan
tes akhir setelah siswa selesai mengikuti program pengajaran tertentu.
2.
Menyampaikan
materi pelajaran
Dalam menyampaikan materi pelajaran pada prinsipnya,
berpegang pada rencana yang telah disusun dalam langkah “merencanakan program
kegiatan”, baik mengenai materi, metode maupun alat yang digunakan. Selain itu,
yang penting adalah sebelum guru mulai menyampaikan materi pembelajaran
hekdaknya dijelaskan dulu tujuan-tuujuan instruksional yang ingun dicapai
kepada siswa sehingga sejak sebelum pelajaran dimulai siswa telah mengetahui
kemampuan-kemampuan apakah yang diharapkan dari siswa setelah selesai mengikuti
pelajaran.
3.
Mengadakan tes
akhir
Kalau tes awal diberikan sebelum murid mengikuti
pelajaran, maka tes akhir diberikan setelah siswa mengikuti pembelajaran. Tes
yang diberikan di awal identik dengan yang diberikan diakhir, artinya bahan tes
yang sama. Perbedaan tes awal dengan tes akhir hanya dalam waktu dan fungsi
masing-masing.
4.
Perbaikan
Perbaikan dilakukan dengan menambah, mengurangi atau
mengkombinasikan antara sebelumnya dengan rencana selanjutnya. Sehingga
diharapkan selalu lebih baik dari waktu ke waktu.
3.
Model Pengembangan Desain Pembelajaran menurut Dick
and Carey
Gambar
3.
Model
pengembangan desain pembelajaran menurut Dick and Carey
Model
pengembangan desain pembalajaran menurut Dick and Carey (1985) dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi
tujuan umum pengajaran
2.
Melaksanakan
analisis pengajaran
3.
Mengidentifikasi
tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
4.
Merumuskan
Tujuan Performansi
5.
Mengembangkan
tes acuan patokan
6.
Mengembangkan
strategi pengajaran
7.
Mengembangkan
dan memilih materi pengajaran
8.
Mendesain dan
melaksanakan evaluasi formatif
9.
Merevisi
Pembelajaran
10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif
Secara
umum penggunaan desain pengajaran menurut Dick and Carey adalah sebagai berikut.
1.
Model Dick and
Carey terdiri atas 10 langkah dimana setiap langkah sangat jelas maksud
tujuannya, sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk
mempelajari model desain yang lain.
2.
Kesepuluh
langkah pada model Dick and Carey menunjukkan hubungan yang sangat jelas, dan
tidak terputus antara langkah satu dengan langkah yang lainnya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat pada
Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke
urutan berikutnya.
3.
Langkah awal
pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pegajaran. Langkah ini
sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan
sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu dimana tujuan pengajaran
pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembelajaran.
Berikut ini
penjelasan langkah demi langkah yang telah ditetapkan oleh Dick and Carey.
1.
Mengidentifikasi Tujuan Umum Pengajaran
Dick and Carey menjelaskan bahwa tujuan pengajaran
adalah untuk menentukan apa yang dapat dilakukan oleh anak didik setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran. Rumusan tujuan pembelajaran harus jelas dan
dapat diukur, berbentuk tingkah laku.
2.
Melakukan Analisis Pengajaran
Dengan cara analisis pembelajaran ini akan
diidentifikasi ketrampilan-ketrampilan bawahan (subordinate skills). Analisis pembelajaran dalam keseluruhan desain
pembelajaran merupakan perilaku prasyarat, sebagai perilaku yang menurut proses
psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih awal,
sehingga analisis ini merupakan acuan dasar dalam melanjutkan langkah-langkah
desain berikutnya. Dick and Carey mengatakan bahwa tujuan pengajaran yang telah
diidentifikasi perlu dianalisis untuk mengenali
ketrampilan-ketrampilan bawahan (subordinate
skills) yang mengharuskan anak didik belajar menguasainya dan
langkah-langkah prosedural bawahan yang ada harus diikuti anak didik untuk
dapat belajar tertentu.
Cara yang digunakan untuk mengidebtifikasi subordinate skills dengan cara memilih
keterampilan bawahan yang berhubungan langsung dengan ranah tujuan
pembelajaran. Untuk menemukan keterampilan-keterampilan bawahan yang bersumber
dari tujuan pembelajaran, digunakan pendekatan hierarki, dimana anak didik
dituntut harus mampu memecahkan masalah atau melakukan kegiatan informasi yang
tidak dijumpai sebelumnya, seperti mengklasifikasi dengan ciri-cirinya,
menerapkan dalil atau prinsip untuk memecahkan masalah.
3.
Mengidentifikasi Tingkah Laku Masukan dan Karaktristik
Siswa
Langkah ketiga dalam model Dick and Carey yaitu
mengidentifikasi tingkah laku dan karakteristik siswa. Langkah ini sangat perlu
dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan untuk dapat dijadikan sebagai
petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek
yang diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya
belajar, kemampuan berfikir,minat, atau kemampuan awal. Untuk mengetahui hal
tersebut dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah dirancang oleh para
ahli.
4.
Merumuskan Tujuan Performasi
Menurut Dick and Carey menyatakan bahwa tujuan
performasi terdiri atas:
a.
Tujuan harus
menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan oleh siswa
b.
Menyebutkan
tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang hadir pada
waktu siswa berbuat
c.
Menyebutkan
kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan siswa yang dimaksudkan
pada tujuan
5.
Mengembangkan Butir-Butir Tes Acuan Patokan
Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara
langsung mengukur istilah patokan yang dideskripsikan dalam suatu perangkap
tujuan khusus.
Bagi seorang perancang pembelajaran harus
mengembangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut
berguna untuk:
a.
Mendiagnosis dan
menempatkannya dalam kurikulum
b.
Menceking hasil
belajar dan menemukan kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan
pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutkan
c.
Menjadi dokumen
kemajuan belajar
Mengembangkan
butir-butir tes acuan patokan, Dick and Carey merekomendasikan tes acuan patokan,
yaitu:
1)
test entry behaviors merupakan tes acuan patokan untuk mengukur
keterampilan sebagainya adanya pada permulaan pembelajaran.
2)
Pretes merupakan
tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan yang telah dirancang
sehingga diketahui sejauh mana pengetahuan anak didik terhadap semua
keterampilan yang berada diatas batas, yaitu keterampilan prasyarat.
6.
Mengembangkan Strategi Pengajaran
Dalam strategi pembelajaran menjelaskan komponen
umum suatu perangkat material pembelajaran dan mengembangkan materi secara
prosedural haruslah berdasarkan karakteristik siswa.
7.
Mengembangkan dan Memilih Material Pengajaran
Dick and Carey menyarankan ada tiga pola yang dapat
diikuti oleh pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu:
(1)
Pengajar
merancang bahan pembelajaran individual, semua tahap pembelajaran dimasukan
kedalam bahan, kecuali prates dan pascates.
(2)
Pengajar memilih
dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran.
(3)
Pengajar tidak
memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi
pembelajarannya yang telah disusunnya.
8.
Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif merupakan salah satu langkah dalam
mengembangkan desain pembelajaran yang berfungsi untuk mengumpulkan data untuk
perbaikan pembelajaran. Melalui evaluasi formatif akan ditemukan berbagai
kekurangan yang terdapat pada kegiatan pembelajaran, sehingga
kekurangan-kekurangan tersebut dapat diperbaiki.
9.
Merevisi Bahan Pembelajaran
Revisi dilakukan untuk menyempurnakan bahan
pembelajaran sehingga lebih menarik, efektif bila digunakan dalam keperluan
pembelajaran, sehingga memudahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Dick and Carey mengemukakan ada dua revisi yang perlu
dipertimbangkan, yaitu (1) revisi terhadap isi atau substansi bahan
pembelajaran agar lebih cermat sebagai alat belajar, (2) revisi terhadap
cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan pembelajaran.
10.
Mendesain dan Melaksanakan Evalusi Sumatif
Melalui evaluasi sumatif dapat ditetapkan atau
diberikan nilai apakah suatu desain pembelajaran, dimana dasar keputusan
penilaian didasarkan pada keefektifan dan efisiensi dalam kegiatan
belajar-mengajar.
B.
Perbandingan Model Pengembangan Desain Pembelajaran
Pada
kali ini akan dibandingkan model pengembangan desain pembelajaran yang telah di
analisis dan dideskripsikan pada bagian awal. Antara ketiga model, yaitu model
pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy, PPSI dan menurut Dick and
Carey, dapat dibandingkan dengan melihat dari beberapa aspek diantaranya:
1.
Siswa
Siswa adalah pihak yang
menjadi sasaran suatu model pengembangan desain pembelajan. Semua model
pengembangan desain pembelajaran diciptakan bertujuan untuk pembelajaran siswa.
Begitu juga dengan ketiga model Banathy, PPSI dan Dick and Carey di ciptakan
dengan tujuan untuk pembelajaran siswa dan tujuan akhirnya siswa dapat
menguasai sesuai apa yang dirumuskan pada tujuan awal masing-masing model.
2.
Tujuan Pembelajaran (Umum dan Khusus)
Tujuan pembelajaran
baik umum maupun khusus adalah penjabaran dari kompetensi yang akan di
kuasai oleh siswa jika siswa telah
selesai dan berhasil menguasai materi ajar tertentu. Antara model pengembangan
desain pembelajaran menurut Banathy, PPSI dan menurut Dick and Carey, ketiga
model tersebut terdapat rumusan tujuan pembelajaran. Rumusan tujuan
pembelajaran terletak pada tahap atau langkah awal/pertama baik model Banathy,
PPSI maupun Dick and Carey. Perbedaannya hanya terletak pada penggunaan
istilah, model Banathy menggunakan istilah Merumuskan Tujuan (Formulate
Objectives), pada model PPSI menggunakan istilah Merumuskan Tujuan Instruksional
Khusus dan model Dick and Carey menggunakan istilah Mengidentifikasi tujuan
umum pengajaran.
3.
Prosedural
Berdasarkan skema,
model Banathy, PPSI dan Dick and Carey ketiganya bersifat prosedural. Model yang bersifat prosedural
menyarankan agar penerapan prinsip desain pembelajaran disesuaiakan dengan
langkah-langkah yang harus ditempuh secara berurutan. Model prosedural ini
membantu menata kerja seorang guru dalam menyusun desain pembelajaran sendiri
menjadi lebih teratur dan terarah.
Berikut ini
skema dari model Banathy, PPSI dan Dick and Carey.
a.Skema model
Banathy
b. Skema model
PPSI
c.Skema model
Dick and Carey
Manfaat
model prosedural, yaitu:
Ă˜ Alur pelaksanaan model dilaksanakan jelas, biasanya
arah diatur dengan simbol tanda panah (Ă ).
Ă˜ Setiap langkah jelas, sehingga mudah diikuti.
Ă˜ Dengan keteraturan ini, maka terjadi efektifitas dan
evisiensi pelaksanaan.
Kekurangan
model prosedural, antara lain:
Ă˜ Kaku, karena setiap langkah sudah ditentukan oleh
langkah sebelumnya.
Ă˜ Tidak semua prosedur pelaksanaan KBM atau peristiwa
belajar dapat dikembangkan menurut langkah-langkah tersebut.
4.
Model berbasis sistem
Model pengembangan
desain pembelajaran Banathy, PPSI dan Dick and Carey, ketiganya termasuk model
berbasis sistem. Model berbasis sistem merupakan desain pembelajaran yang
mengembangkan teori sistem atau pendekatan sistem dalam pelaksanaannya.model
berbasis sistem ini dimulai dengan komponen analisis kebutuhan. Alur
pelaksanaan ketiga model, Banathy, PPSI dan Dick and Carey berlangsung secara
berurutan. Yang artinya jika analisis kebutuhan belum selesai dilaksanakan maka
langkah selanjutnya tidak dapat dilaksanakan.
Model berbasis sistem
memiliki ciri-ciri seperti:
Ă˜ Jumlah komponen relatif banyak dibanding model lain,
dengan jumlah komponennya yang relatif banyak, maka dengan sendirinya model ini
termasuk lengkap. Dari ketiga model, antara model Banathy, PPSI dan Dick and
Carey, yang paling lengkap adalah model Dick and Carey yaitu terdapat 10
langkah. Pada model Banathy terdapat 6 langkah dan model PPSI terdapat 5
langkah. Namun, walaupun langkah-langkah pada model Banathy dan PPSI lebih
sedikit daripada model Dick and Carey, dalam setiap langkah-langkah pada model
Banathy dan PPSI masih terdapat beberapa komponen di dalamnya. Pada
langkah/tahap ketiga model Banathy yaitu menganalisis kegiatan belajar (analyze
learning task), terdapat empat komponen
di dalam langkah ini yaitu, menentukan tugas-tugas belajar, menilai kompetensi
masukan, melakukan tes masukan dan mengidentifikasi dan karakterisasi
tugas-tugas belajar yang aktual. Begitu juga pada model PPSI, misal pada
langkah kelima “Melaksanakan Program” komponen di dalamnya yaitu, mengadakan
tes awal, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan tes akhir dan mengadakan perbaikan.
Ă˜ Memisahkan penilaian proses belajar dengan penilaian
terhadap program pembelajaran. Model Banathy, PPSI dan Dick and Carey ketiganya
memisahkan proses belajar dengan penilaian terhadap program pembelajaran.
Ă˜ Merupakan prosedur pengembangan karena adanya alur
umpan balik (feedback) dan komponen revisi. Dapat dilihat pada skema tiga
model, model Banathy, PPSI dan Dick and Carey, ketiganya terdapat alur umpan
balik (feedback) ditandai arah panah dari tahap akhir menuju tahap awal dan
komponen revisi pada langkah paling akhir.
Model berbasis sistem juga memiliki beberapa
keterbatasan diantaranya:
Ă˜ Terlalu rumit, sehingga sulit untuk dilaksanakan
oleh pengajar, baik pada model Banathy, PPSI maupun model Dick and Carey. Model
ini mudah dilaksanakan oleh suatu tim ahli tersendiri.
Ă˜ Waktu yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan
dengan model lain. analisis kebutuhan, misalnya, memerlukan waktu untuk
menyusun instrumen, waktu untuk mengumpulkan data, serta mengolahnya.
Ă˜ Memerlukan upaya khusus untuk mengkaji model ini,
termasuk model Banathy, PPSI dan Dick and Carey.
Selain keterbatasan
yang dimiliki oleh model berbasis sistem juga memiliki keistimewaan.
Keistimewaan pada model Banathy, PPSI dan Dick and Carey memiliki komponen atau
subsistem yang lengkap sehingga pembelajaran merupakan upaya optimal yang
sengaja dirancang agar proses belajar berlangsung efektif.
5.
Persamaan model Banathy, PPSI dan Dick and Carey
Ă˜ Ketiga model tersebut merupakan model desain
instruksional yang selalu dimulai dari perumusan tujuan instruksional yang
berisi kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta didik pada akhir
pembelajaran.
Ă˜ Perumusan tujuan instruksional umum dianalisis atau
dijabarkan menjadi tujuan instruksional
khusus melalui suatu proses yang disebut dengan analisis instruksional.
Ă˜ Penulisan tujuan instruksional khusus berdasarkan
hasil analisis instruksional yang berisi kompetensi-kompetensi khusus yang
belum dikuasai oleh peserta didik. Penentuan batas antara kompetensi khusus
yang belum dikuasai dengan yang sudah dikuasai peserta didik dilakukan dengan cara berikut.
·
Membuat daftar
hasil analisis instruksional dalam bentuk bagan yang saling berkaitan
·
Menentukan
kompetensi khusus yang telah dikuasai peserta didik sebelum mengikuti pelajaran
melalui tes perilaku awal.
·
Menentukan garis
batas yang disebut dengan garis perilaku awal.
Ă˜ Menulis tes atau alat penilaian hasil belajar
berdasarkan tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Ă˜ Menentukan strategi instruksional yang meliputi
urutan langkah-langkah instruksional, urutan isi instruksional, metode, dan
media dan alat instruksional serta alokasi waktu sebagai dasar untuk menyusun
bahan instruksional.
Ă˜ Evaluasi formatif dilakukan untuk menvalidasi
prototipe sistem instruksional yang terdiri dari bahan instruksional dan
pedoman serta paduan pelaksanaan kegiatan instruksional.
6.
Perbedaan antara model Banathy, PPSI dan Dick and
Carey
Perbedaan antara model Banathy, PPSI dan Dick and
carey terletak pada:
Ă˜ Penggunaan istilah dalam setiap tahap dan langkah.
Dilihat dari istilah perumusan tujuan antara ketiga
model berbeda dalam menggunakan istilah.
Model Banathy menggunakan istilah “Merumuskan Tujuan (Formulate
Objectives)”, pada model PPSI menggunakan istilah “Merumuskan Tujuan
Instruksional Khusus” dan model Dick and Carey menggunakan istilah
“Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran”. Begitu juga pada langkah-langkah
berikutnya bedanya terletak pada penggunaan istilah saja.
Ă˜ Jumlah langkah pada setiap model
Model Banathy terdapat 6 langkah, model PPSI
terdapat 5 langkah dan model Dick and Carey terdapat 10 langkah.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah.2009.PERENCANAAN
PEMBELAJARAN.Jakarta : PT BumiAngkasa
Prawiradilaga,
Dwi Salma.2007.Prinsip Desain Pembelajaran
(Instructional Design Principles). Jakarta
:Kecana kerjasama dengan Universitas Negeri Jakarta
Roestiyah.2008.Strategi BelajarMengajar. Jakarta:
RinekaCipta
Suparman, M.
Atwi.2004.DESAIN INSTRUKSIONAL MODERN.
Jakarta :Erlangga