Tampilkan postingan dengan label paper. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label paper. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Desember 2013

Model Pengembangan Desain Pembelajaran


MODEL PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN
(Banathy, PPSI dan Dick and Carey)

Dosen pengampu: Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Geografi

Disusun oleh:
Nama          : Ana Pangesti
NIM            : K5412008
Prodi          : Pendidikan Geografi




JURUSAN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN  ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
 2013 
I.     PENDAHULUAN
Istilah model dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur atau sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran. Uraian atau penjelasan menunjukkan bahwa suatu model desain pembelajaran menyajikan bagaimana suatu pembelajaran dibangun atas dasar teori-teori seperti belajar, pembelajaran, psikologi, komunikasi, sistem dan sebagainya.
Model pengembangan desain pembelajaran terdapat beraneka ragam jenisnya, yang dari masing-masing model pengembangan  desain pembelajaran mempunyai kekurangan dan kelebihan. Dengan adanya beraneka ragam jenis model pengembangan desain pembelajaran memberikan kesempatan yang luas bagi para pengajar untuk memilih model pengembangan desain pembelajaran  yang sesuai dengan ilmu atau pengetahuan yang mereka bina. Model-model pengembangan desain pembelajaran yang sudah ada selalu mengalami perubahan-perubahan. Hal ini memberi inspirasi para ahli pendidikan untuk mengembangkan model-model desain pembelajaran yang sudah ada dengan menciptakan model-model turunan dari model pengembangan desain yang sudah ada. Dengan semakin berkembangnya model-model pengembangan desain pembelajaran akan mampu up date menghadapi perubahan zaman yang memerlukan desain pengembangan model yang semakin kreatif dan inovatif.
Dengan semakin beragamnya model pengembangan desain pembelajaran, menarik untuk dikaji pada setiap masing-masing model pengembangan desain pembelajaran. Antara satu model pengembangan desain pembelajaran dengan lainnya pastinya memiliki ciri khusus yang menjadikan keunikan tersendiri pada model-model pengembangan desain pembelajaran tersebut. Untuk mengetahui keunikan pada masing-masing model pengembangan desain pembelajaran dapat dilakukan dengan mendeskripsikan dan menganalisis, kemudian setelah itu, dilakukan perbandingan pada model yang di deskripsikan dan dianalisis. Dari hasil perbandingan dapat diketahui kelebihan dan kekeurangan pada masing-masing model pengembangan desain pembelajaran serta keunikan yang dimiliki oleh model desain pembelajaran terkait.
II.  PEMBAHASAN
A.     Model-Model Desain Pembelajaran
Berikut ini akan dipaparkan deskripsi model pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy, PPSI dan Dick and Carey.
1.      Model Pengembangan Desain Pembelajaran menurut Banthy

                        Gambar 1.
Model pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy
Pada model pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy terdapat enam tahapan, yaitu:
Tahap 1: Merumuskan Tujuan (Formulate Objectives)
Yang kita harapkan pada tahap pertama dapat dikerjakan oleh siswa :
1)      Maksud sistem
Identifikasi masalah merupakan proses membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan yang seharusnya. Hasilnya akan menunjukkan kesenjangan antara kedua keadaan tersebut. Kesenjangan ini disebut kebutuhan (needs). Bila kesenjangan ke dua keadaan tersebut besar, kebutuhan itu perlu diperhatikan atau di selesaikan. Kebutuhan yang besar dan di tetapkan untuk diatasi itu di sebut masalah, sedangkan kebutuhan yang lebih kecil mungkin untuk sementara atau seterusnya diabaikan. Ia merupakan kebutuhan yang tidak dianggap sebagai masalah. Hasil akhir dari identifikasi masalah adalah perumusan tujuan umum, dalam model desain pembelajaran menurut Banathy menggunakan istilah maksud sistem.
2)      Spesifikasi tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang akan dapat dikerjakan oleh peserta didik setelah menyelesaikan proses belajar dan merupakan tujuan yang bermanfaat bagi peserta didik. Tujuan ini kemudian diuraikan menjadi tujuan-tujuan khusus, yaitu tujuan yang lebih rinci dan spesifik. Selanjutnya tujuan khusus ini disusun dalam urutan yang logis. Atas dasar tujuan inilah isi pelajaran dipilih dan disajikan kepada peserta didik kelak. Dalam Model Banathy menggunakan istilah spesifikasi tujuan.
3)      Tes acuan patokan
Tes acuan patokan dalam istilah umum adalah pembuatan prototipe. Pembuatan prototipe merupakan permulaan produksi untuk menghasilkan barang yang sesungguhnya. Di samping itu, pada kesempatan ini pula dimulai pengembangan desain evaluasi dan permulaan reviu teknis terhadap sistem tersebut oleh para ahli serta penyusunan tes yang akan digunakan untuk mengukur perilaku peserta didik, baik sebelum maupun setelah uji coba nanti.
Tahap 2 : Mengembangkan Tes (develop test)
Tahap kedua Mengembangkan tes yang didasarkan pada tujuan yang diinginkan dan digunakan  untuk mengetahui kemampuan yang diharapkan dapat di capai sebagai hasil dari pengalaman belajarnya. Dengan mengembangkan tes pada tahap awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Siswa yang sekolah masing-masing sudah memiliki kemampuan awal yang berbeda-beda yang di dapatkan sebelum masuk sekolah . Sehingga, salah apabila menganggap siswa kosong dan tidak memiliki kemampuan awal sebelum peserta didik masuk sekolah.
Tahap 3 : Menganalisis Kegiatan Belajar (analyze learning task)
Dalam menganalisis kegiatan belajar menggunakan hasil pengembangan tes yang dilakukan pada tahap kedua, yaitu berupa kemampuan awal siswa. Kemampuan awal siswa di analisis atau di nilai. Dari analisis kemampuan awal siswa akan di ketahui apa yang perlu di pelajari dan yang tidak perlu di pelajari. Kemampuan yang sudah dimiliki oleh siswa tidak perlu di pelajari, hal yang perlu dipelajari kemampuan yang belum dimiliki atau di kuasai oleh siswa. Sehingga akan lebih efektif dan efisisen dalam proses pembelajaran. 
Pada tahap ini dirumuskan untuk:
1)      Menentukan tugas-tugas belajar
2)      Menilai kompetensi masukan
3)      Melakukan tes masukan
4)      Mengidentifikasi dan karakterisasi tugas-tugas belajar yang aktual
Tahap 4 : Mendesain sistem Instruksional (design system)
Setelah itu di pertimbangkan alternatif-alternatif dan identifikasi apa yang harus dikerjakan untuk menjamin bahwa siswa akan menguasai kegiatan-kegiatan yang telah di analisis pada tahap 3 (hal ini di sebut oleh Banathy dengan istilah function analysis). Juga perlu di tentukan siapa atau apa yang mempunyai potensi paling baik untuk mencapai fungsi-fungsi tersebut (disebut component analysis) dan di tentukan pula kapan dan dimana fungsi-fungsi tersebut harus dilaksanakan (disebut design of the system)
Tahap mendesain sistem intruksional merupakan penentuan metode dan media intruksional yang sangat penting untuk memungkinkan peserta didik mencapai tujuan intrusional, yang meliputi:
1)      Analisis fungsi, isi dan urutan
2)      Analisis komponen
3)      Distribusi fungsi antar komponen
4)      Penjadwalan
Metode yang diidentifikasi dapat lebih dari satu, atau beberapa alteratif metode, karena dalam uji coba ada kemungkinan metode yang digunakan tidak efektif sehingga perlu diganti dengan metode lain. 
Tahap 5 : Melaksanakan  Kegiatan dan Mengetes Hasil
Dalam tahap melaksanakan dan mengetes hasil ini, sistem yang sudah di desain sekarang dapat di ujicobakan atau di tes dan di laksanakan. Apa yang dapat dilaksanakan atau dikerjakan siswa sebagai hasil implementasi sistem, harus di nilai agar dapat di ketahui seberapa jauh siswa telah menunjukan tingkah laku seperti yang dimaksudkan dalam rumusan tersebut.
Tahap 6 :  Mengadakan perbaikan (change to improve)
Berdasakan hasil yang diperoleh dari interpretasi data hasil uji coba revisi dilakukan dari revisi kecil sampai revisi total. Untuk mengakhiri uji coba ulang yang kemudian akan diimplementasikan harus di ambil suatu keputusan.
Hasil-hasil yang diperoleh dari evaluasi merupakan umpan balik (feedback) untuk keseluruhan sistem sehingga perubahan-perubahan, jika di perlukan dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem instruksional
2.      Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
                                                     Gambar 2. Model PPSI
Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI) digunakan sebagai metode penyampaian dalam kurikulum 1975 utuk SD, SMP, SMA, dan kurikulum 1976 untuk sekolah-sekolah kejuruan. PPSI menggunakan pendekatan sistem yang mengutamakan adanya tujuan yang jelas sehingga dapat dikatakan bahwa PPSI menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan.
Sistem Intrusional dalam PPSI menunjukan pada pengertian pengajaran sebagai suatu sistem, yaitu sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
Sebagai suatu sistem, pengajaran mengandung sejumlah komponen, antara lain: materi pelajaran, metode, alat evaluasi, yang kesemuanya itu berinteraksi satu sama lain di dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Antara komponen satu dengan komponen lainnya tidak dapat berdiri sendiri, mereka saling menpengaruhi satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu dalam sistem intruksional tidak boleh hanya memperhatikan dari komponen materi pelajaran saja, dari metodenya saja atau dari alat evaluasinya saja. Komponen materi pembelajaran, metode dan alat evaluasi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisah-pisahkan, karena antara satu dengan komponen lainnya saling terkait, saling mempengaruhi dan saling berhubungan.
Dalam memberikan pengajaran mengenai suatu topik pelajaran kepada muridnya, para guru dihadapkan pada sejumlah persoalan, antara lain:
a.       Tujuan-tujuan apa yang ingin dicapai
b.      Materi-materi pelajaran apa yang perlu diberikan untuk mencapai tujuan diatas?
c.       Metode/alat mana yang digunakan?
d.      Bagaimana prosedur mengevaluasinya?
PPSI merupakan langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran suatu sistem untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.
Langkah-langkah pokok dalam model PPSI terdapat lima langkah, yaitu:
1.      Merumuskan tujuan instruksional khusus
2.      Menyusun alat evaluasi
3.      Menentukan kegiatan belajar dan materi pelajaran
4.      Merencakan program kegiatan
5.      Melaksanakan program
Langkah pertama sampai keempat merupakan langkah pengembangan, sedangkan langkah kelima merupakan langkah pelaksanaan program yang telah tersusun. Dibawah ini akan dijabarkan penjelasan untuk masing-masing langkah pada model PPSI, sebagai berikut:
Langkah 1: Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus  adalah rumusan yang jelas tentang kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa sesudah mengikuti suatu program pembelajaran tertentu. Perumusan tingkah laku atau kemampuan siswa merupakan syarat mutlak dalam tujuan instruksional. Dalam merumuskan kemampuan siswa harus dirumuskan secara jelas dan spesifik sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda. Untuk merumuskan secara jelas dan spesifik menggunakan istilah-istilah tertentu yang operasional sehingga dapat diukur.
Contoh istilah-istilah yang operasional : menuliskan, menyebutkan, menyebutkan, memiliki, membedakan, memecahkan, membandingkan, menghitung dan istilah-istilah yang sejenisnya. Contoh-contoh istilah yang kurang operasional, sehingga dapat menimbulkan berbagai interprestasi yang berbeda-beda : memahami, mengetahui, menikmati, menghargai, mempercayai, meyakinkan dan sebagainya.
Dalam menyusun tujuan-tujuan instruksional perlu diperhatikan beberapa kriteria, sebagai berikut:
1)      Menggunakan sistem yang operasional
Menggunakan sistem yang operasional supaya tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda, seperti yang sudah di jelaskan pada bagian awal.
2)      Berbentuk hasil belajar
Pada perumusan tujuan instruksional menggambarkan hasil belajar yang diharapkan pada diri siswa setelah ia menempuh suatu kegiatan belajar tertentu, jadi yang dilukiskan di sini bukan apa-apa yang ia pelajari, tapi hasil apa yang ia peroleh setelah mempelajari sesuatu.
3)      Berbentuk perilaku
Isi perumusan tujuan instruksional hendakya berpijak  pada perubahan tingkah laku siswa yang diharapkan, bukan pada tingkah laku guru (proses mengajar). Sehingga guru yang meyesuaikan dengan kebutuhan siswanya. Untuk guru yang belum mengusai tidak menjadikan alasan belum mengusai, namun dapat dilakukan dengan mempelajari apa yang belum dikuasai oleh guru tersebut.
4)      Hanya ada satu perilaku
Perumusan tujuan hendaknya meliputi hanya satu jenis kemampuan/tingkah laku saja sehingga cukup terbatas. Bila berisi lebih dari satu kemampuan dalam suatu perumusan tujuan sering timbul kesulitan dalam mengevaluasi sampai dimana tujuan tersebut telah tercapai, sebab mungkin salah satu aspek kemampuan lainnya belum tercapai. Maka cukup dengan satu kemampuan saja.
Langkah 2 : Menyusun alat evaluasi
Setelah merumuskan tujuan instruksional, langkah selanjutnya yaitu menyusun alat evaluasi. Alat evaluasi bertujuan untuk menilai atau mengukur sampai dimana tujuan-tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai.
Hal pertama yang perlu dilakukan dalam menyusun alat evaluasi adalah menentukan jenis tes apa yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan-tujuan tersebut. Jenis-jenis tes tersebut meliputi tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Untuk menentukan jenis tes apa yang akan digunakan di sesuaikan dengan tujuan yang telah dirumuskan di langkah awal.
Dapat disimpulkan pada langkah kedua dalam menyusun alat evaluasi;
1.      Menentukan jenis tes yang akan di gunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
2.      Menyusun tes untuk menilai masing-masing tujuan
Langkah 3 : Menentukan Kegiatan Belajar dan Materi Pelajaran
Pada langkah ketiga yaitu menentukan kegiatan belajar dan materi pelajaran dengan merumuskan kegiatan-kegiatan belajar apakah yang perlu ditempuh oleh siswa agar outputnya siswa dapat berbuat sesuai dengan apa yang tercantum dalam tujuan yang sudah dirumuskan di awal.
Untuk menentukan kegiatan belajar dan materi pelajaran perlu diperhatikan langkah-langkah berikut:
1.      Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang perlu untuk mencapai tujuan.
Langkah pertama dengan merumuskan semua kemungkinan yang perlu untuk mencapai tujuan. Untuk lebih jelasnya di uraikan pada langkah berikutnya.
2.      Menetapkan mana dari sekian kegiatan belajar tersebut yang tidak perlu ditempuh lagi oleh siswa.
Untuk mengetahui kegiatan belajar yang tidak perlu ditempuh oleh siswa lagi, perlu diadakan suatu tes. Tes yang digunakan adalah tes input. Tes input adalah suatu tes yang berfungsi untuk menilai pengetahuan siswa yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan belajar yang telah dirumuskan. Dari hasil tes tersebut dapat ditentukan kegiatan-kegiatan belajar mana yang perlu dan mana yang tidak perlu lagi ditempuh oleh siswa untuk mencapai tujuan instruksional tertentu.
3.      Menetapkan kegiatan belajar yang masih perlu dilaksanakan oleh siswa
Dari hasil tes yang telah dilakukan, dapat ditetapkan kegiatan belajar yang masih perlu dilakukan oleh siswa.
Langkah 4 : Merencanakan Program Kegiatan
Hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan program kegiatan adalah:
1.      Merumuskan materi pelajaran
Setelah menentukan kegiatan belajar dan materi pelajaran, selajutnya merencanakan progam kegiatan, termasuk dalam merumuskan materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sesuai jenis-jenis kegiatan belajar yang telah ditetapkan pada langkah ketiga.
2.      Menentukan metode yang di pakai
Untuk menyampaikan suatu materi pelajaran, diperlukan metode yang tepat. Macam-macam metode antara lain:
a)      Metode ceramah, pada metode ini guru aktif menerangkan meteri pelajaran sedangkan siswa mendengarkan guru yang sedang menyampaikan materi didepan kelas.
b)      Metode demonstrasi, guru memperlihatkan suatu gejala atau proses di depan siswanya, sedangkan siswa melihat apa yang disampaikan oleh guru.
c)      Metode eksperimen, siswa melakukan percobaan sendiri dengan petunjuk seperlunya dari guru.
d)     Metode pemberian tugas, siswa diberi tugas oleh guru, baik dalam bentuk perorangan ataupun dalam kelompok. Pekerjaan rumah termasuk dalam metode pemberian tugas.
e)      Metode karyawisata, siswa dibawa ke suatu obyek tertentu diluar kelas, sehingga siswa dapat melihat dan menghayati langkah-langkah obyek tersebut.
3.      Menyusun jadwal
Dengan banyaknya materi yang akan disampaikan, maka perlu memperhitungkan waktu untuk penyampaian materi. Untuk itu diperlukan menyusun jadwal pengajaran.
Langkah 5 : Melaksanakan Program
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam fase ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengadakan tes awal
Tes yang diberikan kepada siswa adalah yang telah disusun dalam langkah kedua. Fungsi dari tes awal ini adalah untuk menilai sampai dimana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam tujuan-tujuan instruksional. Hasil tes awal sebagai bahan perbandingan dengan tes akhir setelah siswa selesai mengikuti program pengajaran tertentu.
2.      Menyampaikan materi pelajaran
Dalam menyampaikan materi pelajaran pada prinsipnya, berpegang pada rencana yang telah disusun dalam langkah “merencanakan program kegiatan”, baik mengenai materi, metode maupun alat yang digunakan. Selain itu, yang penting adalah sebelum guru mulai menyampaikan materi pembelajaran hekdaknya dijelaskan dulu tujuan-tuujuan instruksional yang ingun dicapai kepada siswa sehingga sejak sebelum pelajaran dimulai siswa telah mengetahui kemampuan-kemampuan apakah yang diharapkan dari siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
3.      Mengadakan tes akhir
Kalau tes awal diberikan sebelum murid mengikuti pelajaran, maka tes akhir diberikan setelah siswa mengikuti pembelajaran. Tes yang diberikan di awal identik dengan yang diberikan diakhir, artinya bahan tes yang sama. Perbedaan tes awal dengan tes akhir hanya dalam waktu dan fungsi masing-masing.
4.      Perbaikan
Perbaikan dilakukan dengan menambah, mengurangi atau mengkombinasikan antara sebelumnya dengan rencana selanjutnya. Sehingga diharapkan selalu lebih baik dari waktu ke waktu.
3.      Model Pengembangan Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey
Gambar 3.
Model pengembangan desain pembelajaran menurut Dick and Carey
Model pengembangan desain pembalajaran menurut Dick and Carey (1985) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran
2.      Melaksanakan analisis pengajaran
3.      Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
4.      Merumuskan Tujuan Performansi
5.      Mengembangkan tes acuan patokan
6.      Mengembangkan strategi pengajaran
7.      Mengembangkan dan memilih materi pengajaran
8.      Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
9.      Merevisi Pembelajaran
10.  Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif
Secara umum penggunaan desain pengajaran menurut Dick and Carey adalah sebagai berikut.
1.      Model Dick and Carey terdiri atas 10 langkah dimana setiap langkah sangat jelas maksud tujuannya, sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain.
2.      Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukkan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah satu dengan langkah yang lainnya.  Dengan kata lain, sistem yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
3.      Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pegajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu dimana tujuan pengajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembelajaran.
Berikut ini penjelasan langkah demi langkah yang telah ditetapkan oleh Dick and Carey.
1.      Mengidentifikasi Tujuan Umum Pengajaran
Dick and Carey menjelaskan bahwa tujuan pengajaran adalah untuk menentukan apa yang dapat dilakukan oleh anak didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Rumusan tujuan pembelajaran harus jelas dan dapat diukur, berbentuk tingkah laku.
2.      Melakukan Analisis Pengajaran
Dengan cara analisis pembelajaran ini akan diidentifikasi ketrampilan-ketrampilan bawahan (subordinate skills). Analisis pembelajaran dalam keseluruhan desain pembelajaran merupakan perilaku prasyarat, sebagai perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih awal, sehingga analisis ini merupakan acuan dasar dalam melanjutkan langkah-langkah desain berikutnya. Dick and Carey mengatakan bahwa tujuan pengajaran yang telah diidentifikasi perlu dianalisis  untuk mengenali ketrampilan-ketrampilan bawahan (subordinate skills) yang mengharuskan anak didik belajar menguasainya dan langkah-langkah prosedural bawahan yang ada harus diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu.
Cara yang digunakan untuk mengidebtifikasi subordinate skills dengan cara memilih keterampilan bawahan yang berhubungan langsung dengan ranah tujuan pembelajaran. Untuk menemukan keterampilan-keterampilan bawahan yang bersumber dari tujuan pembelajaran, digunakan pendekatan hierarki, dimana anak didik dituntut harus mampu memecahkan masalah atau melakukan kegiatan informasi yang tidak dijumpai sebelumnya, seperti mengklasifikasi dengan ciri-cirinya, menerapkan dalil atau prinsip untuk memecahkan masalah.
3.      Mengidentifikasi Tingkah Laku Masukan dan Karaktristik Siswa
Langkah ketiga dalam model Dick and Carey yaitu mengidentifikasi tingkah laku dan karakteristik siswa. Langkah ini sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir,minat, atau kemampuan awal. Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah dirancang oleh para ahli.
4.      Merumuskan Tujuan Performasi
Menurut Dick and Carey menyatakan bahwa tujuan performasi terdiri atas:
a.       Tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan oleh siswa
b.      Menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang hadir pada waktu siswa berbuat
c.       Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan siswa yang dimaksudkan pada tujuan
5.      Mengembangkan Butir-Butir Tes Acuan Patokan
Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung mengukur istilah patokan yang dideskripsikan dalam suatu perangkap tujuan khusus.
Bagi seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk:
a.       Mendiagnosis dan menempatkannya dalam kurikulum
b.      Menceking hasil belajar dan menemukan kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutkan
c.       Menjadi dokumen kemajuan belajar
Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, Dick and Carey merekomendasikan tes acuan patokan, yaitu:
1)      test entry behaviors merupakan tes acuan patokan untuk mengukur keterampilan sebagainya adanya pada permulaan pembelajaran.
2)      Pretes merupakan tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan yang telah dirancang sehingga diketahui sejauh mana pengetahuan anak didik terhadap semua keterampilan yang berada diatas batas, yaitu keterampilan prasyarat.
6.      Mengembangkan Strategi Pengajaran
Dalam strategi pembelajaran menjelaskan komponen umum suatu perangkat material pembelajaran dan mengembangkan materi secara prosedural haruslah berdasarkan karakteristik siswa.
7.      Mengembangkan dan Memilih Material Pengajaran
Dick and Carey menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu:
(1)   Pengajar merancang bahan pembelajaran individual, semua tahap pembelajaran dimasukan kedalam bahan, kecuali prates dan pascates.
(2)   Pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran.
(3)   Pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajarannya yang telah disusunnya.

8.      Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif merupakan salah satu langkah dalam mengembangkan desain pembelajaran yang berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan pembelajaran. Melalui evaluasi formatif akan ditemukan berbagai kekurangan yang terdapat pada kegiatan pembelajaran, sehingga kekurangan-kekurangan tersebut dapat diperbaiki.
9.      Merevisi Bahan Pembelajaran
Revisi dilakukan untuk menyempurnakan bahan pembelajaran sehingga lebih menarik, efektif bila digunakan dalam keperluan pembelajaran, sehingga memudahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dick and Carey mengemukakan ada dua revisi yang perlu dipertimbangkan, yaitu (1) revisi terhadap isi atau substansi bahan pembelajaran agar lebih cermat sebagai alat belajar, (2) revisi terhadap cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan pembelajaran.
10.  Mendesain dan Melaksanakan Evalusi Sumatif
Melalui evaluasi sumatif dapat ditetapkan atau diberikan nilai apakah suatu desain pembelajaran, dimana dasar keputusan penilaian didasarkan pada keefektifan dan efisiensi dalam kegiatan belajar-mengajar.
B.     Perbandingan Model Pengembangan Desain Pembelajaran
Pada kali ini akan dibandingkan model pengembangan desain pembelajaran yang telah di analisis dan dideskripsikan pada bagian awal. Antara ketiga model, yaitu model pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy, PPSI dan menurut Dick and Carey, dapat dibandingkan dengan melihat dari beberapa aspek diantaranya:
1.      Siswa
Siswa adalah pihak yang menjadi sasaran suatu model pengembangan desain pembelajan. Semua model pengembangan desain pembelajaran diciptakan bertujuan untuk pembelajaran siswa. Begitu juga dengan ketiga model Banathy, PPSI dan Dick and Carey di ciptakan dengan tujuan untuk pembelajaran siswa dan tujuan akhirnya siswa dapat menguasai sesuai apa yang dirumuskan pada tujuan awal masing-masing model.
2.      Tujuan Pembelajaran (Umum dan Khusus)
Tujuan pembelajaran baik umum maupun khusus adalah penjabaran dari kompetensi yang akan di kuasai  oleh siswa jika siswa telah selesai dan berhasil menguasai materi ajar tertentu. Antara model pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy, PPSI dan menurut Dick and Carey, ketiga model tersebut terdapat rumusan tujuan pembelajaran. Rumusan tujuan pembelajaran terletak pada tahap atau langkah awal/pertama baik model Banathy, PPSI maupun Dick and Carey. Perbedaannya hanya terletak pada penggunaan istilah, model Banathy menggunakan istilah Merumuskan Tujuan (Formulate Objectives), pada model PPSI menggunakan istilah Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus dan model Dick and Carey menggunakan istilah Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran.
3.      Prosedural
Berdasarkan skema, model Banathy, PPSI dan Dick and Carey ketiganya bersifat prosedural. Model yang bersifat prosedural menyarankan agar penerapan prinsip desain pembelajaran disesuaiakan dengan langkah-langkah yang harus ditempuh secara berurutan. Model prosedural ini membantu menata kerja seorang guru dalam menyusun desain pembelajaran sendiri menjadi lebih teratur dan terarah.
Berikut ini skema dari model Banathy, PPSI dan Dick and Carey.
a.Skema model Banathy                   
  

  b. Skema model PPSI  
c.Skema model Dick and Carey




 
Manfaat model prosedural, yaitu:
Ă˜  Alur pelaksanaan model dilaksanakan jelas, biasanya arah diatur dengan simbol tanda panah (Ă ).
Ă˜  Setiap langkah jelas, sehingga mudah diikuti.
Ă˜  Dengan keteraturan ini, maka terjadi efektifitas dan evisiensi pelaksanaan.
Kekurangan model prosedural, antara lain:
Ă˜  Kaku, karena setiap langkah sudah ditentukan oleh langkah sebelumnya.
Ă˜  Tidak semua prosedur pelaksanaan KBM atau peristiwa belajar dapat dikembangkan menurut langkah-langkah tersebut.
4.      Model berbasis sistem
Model pengembangan desain pembelajaran Banathy, PPSI dan Dick and Carey, ketiganya termasuk model berbasis sistem. Model berbasis sistem merupakan desain pembelajaran yang mengembangkan teori sistem atau pendekatan sistem dalam pelaksanaannya.model berbasis sistem ini dimulai dengan komponen analisis kebutuhan. Alur pelaksanaan ketiga model, Banathy, PPSI dan Dick and Carey berlangsung secara berurutan. Yang artinya jika analisis kebutuhan belum selesai dilaksanakan maka langkah selanjutnya tidak dapat dilaksanakan.
Model berbasis sistem memiliki ciri-ciri seperti:
Ă˜  Jumlah komponen relatif banyak dibanding model lain, dengan jumlah komponennya yang relatif banyak, maka dengan sendirinya model ini termasuk lengkap. Dari ketiga model, antara model Banathy, PPSI dan Dick and Carey, yang paling lengkap adalah model Dick and Carey yaitu terdapat 10 langkah. Pada model Banathy terdapat 6 langkah dan model PPSI terdapat 5 langkah. Namun, walaupun langkah-langkah pada model Banathy dan PPSI lebih sedikit daripada model Dick and Carey, dalam setiap langkah-langkah pada model Banathy dan PPSI masih terdapat beberapa komponen di dalamnya. Pada langkah/tahap ketiga model Banathy yaitu menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task),  terdapat empat komponen di dalam langkah ini yaitu, menentukan tugas-tugas belajar, menilai kompetensi masukan, melakukan tes masukan dan mengidentifikasi dan karakterisasi tugas-tugas belajar yang aktual. Begitu juga pada model PPSI, misal pada langkah kelima “Melaksanakan Program” komponen di dalamnya yaitu, mengadakan tes awal, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan tes akhir dan mengadakan perbaikan.
Ă˜  Memisahkan penilaian proses belajar dengan penilaian terhadap program pembelajaran. Model Banathy, PPSI dan Dick and Carey ketiganya memisahkan proses belajar dengan penilaian terhadap program pembelajaran.
Ă˜  Merupakan prosedur pengembangan karena adanya alur umpan balik (feedback) dan komponen revisi. Dapat dilihat pada skema tiga model, model Banathy, PPSI dan Dick and Carey, ketiganya terdapat alur umpan balik (feedback) ditandai arah panah dari tahap akhir menuju tahap awal dan komponen revisi pada langkah paling akhir.
Model berbasis sistem juga memiliki beberapa keterbatasan diantaranya:
Ă˜  Terlalu rumit, sehingga sulit untuk dilaksanakan oleh pengajar, baik pada model Banathy, PPSI maupun model Dick and Carey. Model ini mudah dilaksanakan oleh suatu tim ahli tersendiri.
Ă˜  Waktu yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan model lain. analisis kebutuhan, misalnya, memerlukan waktu untuk menyusun instrumen, waktu untuk mengumpulkan data, serta mengolahnya.
Ă˜  Memerlukan upaya khusus untuk mengkaji model ini, termasuk model Banathy, PPSI dan Dick and Carey.
Selain keterbatasan yang dimiliki oleh model berbasis sistem juga memiliki keistimewaan. Keistimewaan pada model Banathy, PPSI dan Dick and Carey memiliki komponen atau subsistem yang lengkap sehingga pembelajaran merupakan upaya optimal yang sengaja dirancang agar proses belajar berlangsung efektif.
5.      Persamaan model Banathy, PPSI dan Dick and Carey
Ă˜  Ketiga model tersebut merupakan model desain instruksional yang selalu dimulai dari perumusan tujuan instruksional yang berisi kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta didik pada akhir pembelajaran.
Ă˜  Perumusan tujuan instruksional umum dianalisis atau dijabarkan menjadi tujuan instruksional  khusus melalui suatu proses yang disebut dengan analisis instruksional.
Ă˜  Penulisan tujuan instruksional khusus berdasarkan hasil analisis instruksional yang berisi kompetensi-kompetensi khusus yang belum dikuasai oleh peserta didik. Penentuan batas antara kompetensi khusus yang belum dikuasai dengan yang sudah dikuasai peserta didik  dilakukan dengan cara berikut.
·         Membuat daftar hasil analisis instruksional dalam bentuk bagan yang saling berkaitan
·         Menentukan kompetensi khusus yang telah dikuasai peserta didik sebelum mengikuti pelajaran melalui tes perilaku awal.
·         Menentukan garis batas yang disebut dengan garis perilaku awal.
Ă˜  Menulis tes atau alat penilaian hasil belajar berdasarkan tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Ă˜  Menentukan strategi instruksional yang meliputi urutan langkah-langkah instruksional, urutan isi instruksional, metode, dan media dan alat instruksional serta alokasi waktu sebagai dasar untuk menyusun bahan instruksional.
Ă˜  Evaluasi formatif dilakukan untuk menvalidasi prototipe sistem instruksional yang terdiri dari bahan instruksional dan pedoman serta paduan pelaksanaan kegiatan instruksional.
6.      Perbedaan antara model Banathy, PPSI dan Dick and Carey
Perbedaan antara model Banathy, PPSI dan Dick and carey terletak pada:
Ă˜  Penggunaan istilah dalam setiap tahap dan langkah.
Dilihat dari istilah perumusan tujuan antara ketiga model berbeda dalam menggunakan istilah.  Model Banathy menggunakan istilah “Merumuskan Tujuan (Formulate Objectives)”, pada model PPSI menggunakan istilah “Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus” dan model Dick and Carey menggunakan istilah “Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran”. Begitu juga pada langkah-langkah berikutnya bedanya terletak pada penggunaan istilah saja.
Ă˜  Jumlah langkah pada setiap model
Model Banathy terdapat 6 langkah, model PPSI terdapat 5 langkah dan model Dick and Carey terdapat 10 langkah.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah.2009.PERENCANAAN PEMBELAJARAN.Jakarta : PT BumiAngkasa
Prawiradilaga, Dwi Salma.2007.Prinsip Desain Pembelajaran (Instructional Design Principles). Jakarta :Kecana kerjasama dengan Universitas Negeri Jakarta
Roestiyah.2008.Strategi BelajarMengajar. Jakarta: RinekaCipta
Suparman, M. Atwi.2004.DESAIN INSTRUKSIONAL MODERN. Jakarta :Erlangga
Bahan ajar disusun oleh Singgih Prihadi