PERSEMBAHAN
·
Sebagai salah satu ibadah kami kepada
Allah SWT yang selalu memberi kami rahmat-Nya yang tak pernah terhitung.
·
Sebagai tanda bakti kepada orang tua
kami masing-masing yang selama ini selalu mendukung dan mendoakan kami.
·
Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Geografi Kota yang dibimbing oleh Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si
·
Sebagai tanda kasih kepada teman-teman
Pendidikan Geografi angkatan 2012 yang selama ini berjuang bersama. Semoga
semakin solid!
KATA
PENGANTAR
Jumlah
penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun menyebabkan semakin
bertambah pula kebutuhan penduduk. Kebutuhan yang harus dipenuhi minimal
kebutuhan pokok. Sandang, pangan dan papan menjadi kebutuhan pokok yang harus
dipenuhi.
Pada
karya ilmiah kali ini lebih menekankan pada kebutuhan pokok papan. Kumpulan
dari papan-papan yang ditempati penduduk dikenal dengan permukiman penduduk.
Kumpulan papan-papan atau permukiman penduduk dikelompokkan menjadi permukiman
non kumuh dan permukiman kumuh. Diantara permukiman non kumuh dan permukiman
kumuh, permukiman kumuh yang menjadi suatu masalah yang perlu diatasi.
Permukiman
kumuh di daerah manapun menjadi suatu masalah yang tidak bisa disepelekan.
Permukiman kumuh umumnya dihuni oleh penduduk yang mempunyai penghasilan rendah
dan tidak tetap. Dengan penghasilan yang rendah dan tidak tetap, menandakan
kesejahteraan pada darah pemukiman kumuh masih kurang. Sebagian besar dari
mereka hanya memikirkan bagaimana mereka cukup untuk makan sehari-harinya. Masalah
permukiman kumuh yang mereka tempati kurang diperhatikan oleh penduduk kumuh
itu sendiri.
Dampak
dari pemukiman kumuh tidak hanya dirasakan oleh penduduk yang menghuni
permukiman kumuh saja, namun daerah disekitar dan lingkungan sekitar terkena
dampak dari permukiman kumuh. Untuk mencegah semakin bertambahnya permukiman
kumuh dari tahun ketahun, dibutuhkan kerjasama dari semua pihak. Pertama dari
kesadaran masyarakat daerah permukiman kumuh dengan didukung oleh masyarakat
daerah sekitar dan pemerintah.
Daerah
yang akan di kaji pada karya ilmiah kali ini, akan dibahas suatu daerah yang
mempunyai perubahan permukiman kumuh menuju kearah yang lebih baik. Dari tahun
ketahun permukiman kumuh mengalami pengurangan. Berkurangnya permukiman berkat
kerjasama beberapa pihak dan dipengaruhi oleh beberapa pihak.
Demikian
gambaran sekilas tentang karya ilmiah yang berjudul “ANALISIS PERMUKIMAN KUMUH DI KELURAHAN PUCANG SAWIT KECAMATAN JEBRES
SURAKARTA”. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami maupun menganalisis fenomena
permukiman yang sekarang banyak terjadi di kota-kota besar, khususnya Kota
Surakarta.
Penulis
Surakarta,
18 Mei 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Di kota-kota besar di negara-negara
dunia biasa ditemukan adanya permukiman kumuh. Adanya permukiman kumuh ini
merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan, yang antara lain disebabkan oleh
adanya urbanisasi berlebih di kota-kota tersebut.
Secara umum, permukiman kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu
kawasan permukiman atau pun bukan kawasan permukiman yang dijadikan sebagai
tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi substandar atau tidak layak
yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Kondisi
fasilitas hunian atau perumahan penduduk yang tidak memadai atau tidak memenuhi
kebutuhan pokok kehidupan penduduk dalam menopang hidupnya, biasanya merupakan
pertanda dari kekacauan ekonomi maupun politik yang tengah dihadapi masyarakat
tersebut, demikian pula perumahan yang tidak mencukupi dan tidak memberikan
jaminan keamanan akan mengarah pada ketidakstabilan ekonomi dan politik yang
akan menghambat pembangunan ekonomi (http://www.habitat.com,
2006).
Kawasan yang sesungguhnya tidak
diperuntukkan sebagai daerah permukiman di banyak kota besar, oleh penduduk
miskin yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap diokupasi untuk dijadikan
tempat tinggal, seperti bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah
kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah jembatan.
Dalam kenyataannya perkembangan
permukiman kumuh dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini terjadi karena
adanya peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan. Peningkatan jumlah
penduduk di perkotaan tidak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk alami
semata, tetapi juga karena banyaknya pendatang baru baik dari daerah perdesaan
maupun perkotaan di sekitarnya (Yunus: 2001). Di Indonesia sendiri, berdasarkan
Survei Penduduk tahun 2010 pertumbuhan penduduk Indonesia relatif masih tinggi
yakni 1,5%-2% per tahun. Pertumbuhan penduduk ini kebanyakan terjadi di
kota-kota besar yang kemudian mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk
perumahan juga semakin meningkat. Hal ini yang menyebabkan lahan-lahan di
perkotaan memiliki harga yang semakin melambung tinggi. Akibat tingginya harga
lahan untuk perumahan, penduduk sekitar melakukan pemadatan dalam membangun
rumah di permukiman (densifikasi). Karena daerah pemukiman dengan rumah-rumah
yang padat hampir tak ada sela ini membuat kondisinya menjadi kumuh dan tidak
tertata. Menurut catatan PBB tahun 2005, sekitar 1 (satu) milyar jiwa penduduk
di seluruh dunia hidup di permukiman kumuh. Sedang di Indonesia pada tahun
2000, permukiman kumuh mencapai lebih dari 47 ribu hektar dan meningkat hingga
mencapai 58,7 ribu hektar pada tahun 2005. Terbentuknya permukiman
kumuh (slum area) dipandang potensial menimbulkan banyak masalah
perkotaan karena dapat menjadi sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang
seperti kejahatan dan sumber penyakit sosial lainnya.
Namun hal ini berbanding terbalik
dengan permukiman kumuh yang ada di bantaran sungai Bengawan Solo, tepatnya di
Kelurahan Pucang Sawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Di
Kelurahan Pucang Sawit ini terjadi pengurangan jumlah rumah di permukiman kumuh
yang disebabkan oleh pembentukan meander sungai Bengawan Solo. Pembentukan
meander sungai Bengawan Solo menyebabkan berkurangnya lahan yang digunakan
untuk permukiman kumuh.
B.
Tujuan Penilitian
Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji permukiman kumuh di Kota Surakarta pada tahun 2002,
2004, 2008 dan 2011. Dapat pula tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut.
1.
Mengkaji permukiman kumuh di Kelurahan
Pucang Sawit Kota Surakarta pada tahun 2002, 2004, 2008, dan 2011, dan
faktor-faktor dominan yang menjadi penyebab terjadinya permukiman kumuh
tersebut.
2.
Mengkaji proses terjadinya permukiman
kumuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
3.
Memprediksi permukiman kumuh di Kota Surakarta pada tahun
selanjutnya.
4.
Mengkaji dampak-dampak dari adanya
permukiman kumuh di Kota Surakarta tersebut.
C.
Kerangka Teori
Munculnya
permukiman kumuh di bantaran sungai Bengawan Solo, tepatnya di Kelurahan Pucang
Sawit, Kecamatan Jebres, Surakarta disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
fisik dan faktor nonfisik. Faktor fisik lebih cenderung pada tersedianya lahan
di perkotaan yang semakin berkurang menyebabkan para penduduk membuat
permukiman di lahan-lahan yang tidak diperuntukkan, contohnya bantaran sungai,
sawah, rawa dan lahan terbuka lainnya. Sedang faktor nonfisik disebabkan karena
tingginya harga lahan untuk membuat perumahan menjadikan para penduduk,
khusunya penduduk dengan tingkat ekonomi menengah kebawah bermukim di
daerah-daerah yang ilegal karena ketidakmampuan untuk membeli lahan-lahan
tersebut. Karena keterbatasan lahan maka dibuatlah pemadatan bangunan
(densifikasi). Pemadatan inilah yang menjadi sebab utama permukiman menjadi
kumuh dengan kualitas lingkungan yang sangat rendah.
Namun,
dari tahun ke tahun permukiman kumuh yang ada di bantaran sungai Bengawan Solo
semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena terjadinya pembentukan meander sungai
Bengawan Solo serta adanya penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah kota
Surakarta terhadap para pemukim yang berada di Kelurahan Pucang Sawit tersebut.
Berkurang jumlah pemukim di permukiman kumuh Kelurahan Pucang Sawit membawa
dampak baik, baik untuk lingkungan maupun untuk kehidupan sosial masyarakatnya.
Dampak bagi lingkungan yang sangat nyata dirasakan adalah membaiknya kualitas
lingkungan di kawasan bantaran sungai Bengawan Solo. Karena semenjak adanya
perpindahan penduduk yang menempati kawasan bantaran sungai ini sampah hasil
rumah tangga yang dihanyutkan ke sungai menjadi sangat berkurang serta lahan
yang ada di sekitar bantaran sungai dapat dimanfaatkan sebagai lahan konservasi
dengan menanam beberapa pohon. Selain untuk lingkungan, dampak berkurangnya
perumahan yang menempati permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit sendiri
pada bidang sosial, diantaranya semakin membaiknya hubungan antarwarga karena
berada dalam lingkup kehidupan yang semakin membaik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Permukiman Kumuh
Untuk menghindari
kerancuan dalam pembahasan mengenai permukiman kumuh kali ini, maka terlebih
dahulu memahami arti permukiman kumuh itu sendiri untuk mempermudah pola pikir
dalam analisis. Selain itu, juga dengan mengerti arti dari permukiman kumuh
dapat membatasi topik pembicaraan dalam karya ilmiah ini.
Beberapa konsep yang
menyangkut permukiman menurut Finch (19570), Settlement atau permukiman adalah kelompok satuan tempat tinggal
atau kediaman manusia, mencakup fasilitasnya seperti bangunan rumah, serta
jalur jalan dan fasilitas lain yang digunakan sebagai pelayanan manusia
tersebut. Dari batasan tersebut jelas bahwa permukiman bukan hanya kelompok bangunan
tempat tinggal saja, tetapi di dalamnya juga termasuk semua sarana dan
prasarana penunjang kehidupan penghuninya.
Pertumbuhan penduduk
yang sangat signifikan dari tahun ke tahun di daerah perkotaan, baik karena
pertumbuhan alami ataupun pertambahan penduduk akibat migrasi masuk yang
tinggi, menyebabkan ketersediaan lahan di kota mengalami kelangkaan. Kelangkaan
lahan ini berimbas pada harga lahan untuk bangunan, baik perumahan atau bukan,
menjadi sangat tinggi. Harga lahan yang tinggi kemudian memaksa para penduduk
dengan tingkat ekonomi yang rendah mencari lahan untuk membangun rumah mereka
di atas lahan-lahan yang tidak sesuai peruntukkannya, bahkan lebih sering di
bangun di atas lahan yang illegal. Karena terbatasnya lahan-lahan illegal
inilah menyebabkan para penduduk membangun rumahnya dan rumah
tetangga-tetangganya hampir tak ada jarak (dipadatkan). Salah satu sebab adanya
permukiman kumuh ini adalah pemadatan tersebut. Pemadatan tersebut menyebabkan
kualitas lingkungan yang buruk (lingkungan menjadi kotor), kebutuhan akan air
bersih kurang memadahai, ruang terbuka yang hampir tidak ada serta
dampak-dampak buruk lainnya.
Seperti yang telah
disinggung di atas, hampir sama dengan Johan Shilas yang menjelaskan bahwa
permukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan
yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung
perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan.
Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman
kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis
terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh.
Menurut Grimes (1976)
dan Drakakis-Smith (1980), mengartikan bahwa permukiman kumuh adalah kompleks
permukiman yang secara fisik ditandai oleh bentuk rumah kecil-kecil dengan
kondisi lingkungan yang buruk, pola settlement
yang tidak teratur serta kualitas lingkungan yang rendah dan juga minimnya
fasilitas umum.
Socki (1993)
mendefinisikan permukiman kumuh berdasarkan ciri-ciri fisiknya, antara lain
sebagai berikut.
1)
Tingginya tingkat kepadatan penduduk
lebih dari 1.250 jiwa per hektar.
2)
Kepadatan bangunan juga cukup tinggi
hingga mencapai 250 atau lebih rumah per hektarnya.
3)
Ukuran bangunan yang kecil-kecil antara
25 meter persegi bahkan kurang.
4)
Tata letak yang tidak teratur.
5)
Sanitasi jelek serta kualitas bangunan
yang jelek.
Selain ciri-ciri yang
dijelaskan tersebut, ciri lain yang juga sering berkaitan dengan permukiman
kumuh adalah kawasan industri, sekitar badan air, sepanjang rel kereta api
serta sekitar daerah pusat kegiatan.
Dari beberapa
penjelasan mengenai permukiman kumuh di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa
permukiman kumuh yang dimaksud dalam karya ilmiah ini adalah seluruh satuan
tempat tinggal atau kediaman manusia (mencakup seluruh sarana dan prasana
penunjang kehidupannya) yang kondisinya sangat buruk dan berada di atas lahan
yang tidak sesuai peruntukkannya (illegal), dalam hal ini adalah daerah
bantaran sungai.
B.
Analisis Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta
1)
Penyebab
Munculnya Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres,
Surakarta
Kota Surakarta merupakan salah satu wilayah yang
memiliki beberapa daya tarik tersendiri, baik itu karena Kota Surakarta
merupakan salah satu kota budaya, maupun karena semakin majunya bidang-bidang
kehidupan yang ada di Kota Surakarta. Daya tarik ilnilah yang menjadi pendorong
bagi para migran untuk berpindah ke Kota Surakarta, baik karena kepentingan
ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Begitu juga dengan para pemukim yang ada di
permukiman kumuh Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta.
Mengacu pada pendapat Clinord (1978) yang
mengatakan bahwa penyebab adanya permukiman kumuh yaitu karena adanya pengaruh
pertambahan penduduk terutama kepadatannya, sebagai akibat urbanisasi,
kemiskinan kebudayaan dan kemauan politik. Permukiman kumuh yang ada di
Kelurahan Pucang Sawit bermunculan akibat bertambahnya penduduk yang sebagian
besar adalah para pendatang di daerah tersebut. Jumlah penduduk yang terus
bertambah akibat migrasi masuk ke Kota Surakarta yang tinggi namun tidak
diimbangi dengan ketersediaan lahan untuk permukiman, menyebabkan para
pendatang tersebut membangun rumah di bantaran sungai Bengawan Solo yang
notabene merupakan kawasan yang illegal untuk permukiman. Selain itu tingginya
harga lahan juga menjadi salah satu faktor munculnya permukiman kumuh di
Kelurahan Pucang Sawit. Faktor geografi yang lebih mengacu pada
ketersediaan lahan yang minim untuk permukiman dan faktor ekonomi yang
lebih menekankan pada harga lahan yang tinggi, merupakan dua faktor penyebab
adanya permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit.
a.
Faktor geografi
Sebagaimana umumnya perkembangan kota-kota lain di
Indonesia, Kota Surakarta juga mengalami perkembangan dalam beberapa aspek
kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Perkembangan
tersebut salah satunya ditandai dengan adanya dominasi jenis-jenis penggunaan lahan
oleh kawasan perkotaan. Arah kegiatan utama dari kawasan perkotaan adalah
sebagai pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, perekonomian, sosial dan
lain-lain. Akibatnya ketersediaan lahan untuk menampung penduduk di Kota
Surakarta yang terus meningkat menjadi sangat minim. Lahan-lahan di sekitar
bantaran sungai Bengawan Solo akhirnya menjadi tempat bagi para pendatang untuk
membangun tempat tinggalnya, baik yang menetap maupun sementara.
Namun lahan-lahan illegal yang digunakan untuk
membuat permukiman tersebut luasnya tidak memadahi, maka dibuatlah permukiman
dengan rumah-rumah yang jaraknya berdekatan (padat).
b.
Faktor Ekonomi
Karena tingginya angka migran yang masuk ke Kota
Surakarta, khususnya Kelurahan Pucang Sawit menyebabkan kebutuhan akan tempat
tinggal menjadi hal yang sangat pokok. Akan tetapi, semakin menyempitnya lahan
untuk permukiman menyebabkan harga tanah semakin mahal. Para pendatang baru
yang pada umumnya merupakan para penduduk dengan tingkat ekonomi yang rendah
akhirnya mau tidak mau menggunakan lahan-lahan illegal yang tidak
diperuntukkan, untuk membangun rumah-rumah mereka.
2)
Persebaran
Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta
Pada
bagian ini membahas mengenai persebaran permukiman kumuh di Kelurahan Pucang
Sawit, Kecamatan Jebres, Surakarta pada tahun 2002, 2004 2008 dan 2011 melalui
pengamatan Peta Tentatif Kualitas Permukiman Kumuh Kelurahan Pucang Sawit.
Gambar
1.1: Peta Tentatif Kualitas Permukiman Kumuh
Kelurahan
Pucang Sawit.
TAHUN
2002
TAHUN
2004
TAHUN
2008
TAHUN
2011
Dari Gambar 1.1 yang memuat peta tentatif Kelurahan
Pucang Sawit pada tahun 2002, 2004, 2008 dan 2011 tersebut, dapat kita analisis
beberapa hal mengenai permukiman kumuh yang ada disana. Dapat diamati dari peta
tentatif tahun 2000 dan 2004 bahwa permukiman kumuh yang ada di Kelurahan
Pucang Sawit dalam kurun waktu 2002-2004 jumlahnya semakin bertambah. Hal ini
mengindikasikan bahwa jumlah pendatang yang menempati wilayah Kelurahan Pucang
Sawit dari tahun ke tahun semakin bertambah. Namun pada tahun 2008 jumlahnya
semakin berkurang yang disebabkan oleh adanya penggusuran (relokasi) oleh
Pemerintah Kota Surakarta. Pengurangan tersebut tidak semena-mena langsung
menghilangkan permukiman kumuh dari area tersebut. Karena dari gambar peta
tentatif tahun 2008 masih dapat diamati beberapa bangunan yang masih bertahan
di bantaran sungai Bengawan Solo. Selanjutnya di tahun 2011 kebijakan relokasi
permukiman kumuh terus digencarkan oleh pemerintah Kota Surakarta hingga
akhirnya jumlah pemukim terus mengalami pengurangan hampir lebih dari 75%
(seperti yang terlihat dalam gambar peta tentatif tahun 2011).
Pada kesimpulannya berkurangnya jumlah pemukim yang
menempati kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit adalah murni
karena adanya relokasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta ke daerah
Mojosongo.
1) Dampak Berkurangnya Permukiman
Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta
Kebijakan
Pemerintah Kota Surakarta dalam menertibkan permukiman kumuh yang ada di
Kelurahan Pucang Sawit dengan merelokasikan ke daerah Mojosongo dapat dianggap
sebagai langkah yang tepat. Karena penertiban ini memberikan dampak positif
baik bagi lingkungan sekitar maupun bagi para pemukim itu sendiri. Berikut
penjelasan singkat mengenai dampak berkurangnya permukiman kumuh yang ada di
Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta.
a.
Dampak
terhadap lingkungan
Dengan
berkurangnya permukiman di daerah bantaran sungai Bengawan Solo tentu banyak
hal-hal positif yang dirasakan antara lain, membaiknya kualitas air sungai
Bengawan Solo karena berkurangnya sampah yang dibuang ke badan sungai,
membaiknya kualitas lahan bantaran sungai, dan lain sebagainya.
Para
pemukim yang dulunya tinggal di bantaran sungai Bengawan Solo tentu memiliki
kebiasaan buruk, salah satunya membuang sampah sembarangan ke sungai, yang
lambat laun tidak mungkin akan mengakibatkan banjir karena air sungai meluap
hingga ke permukiman penduduk. Namun berbeda dengan keadaan sekarang, Kelurahan
Pucang Sawit memiliki lingkungan yang bersih dari permukiman serta
sampah-sampah hasil limbah rumah tangga. Sehingga lahan-lahan di bantaran
sungai Bengawan Solo dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkannya, salah
satunya adalah sebagai lahan konservasi di perkotaan.
b.
Dampak
sosial terhadap kehidupan masyarakat
Permukiman kumuh identik dengan adanya kehidupan
masyarakat yang yang hidup di bawah garis
kemiskinan yang
merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh
di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan
adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan
pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi
kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan.
Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan salah satunya dengan penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan
lingkungan pemukiman pada umumnya. Begitu juga yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam menertibkan permukiman kumuh
yang ada di Kelurahan Pucang Sawit. Pemerintah merelokasi para pemukim dan
memberikannya lingkungan permukiman yang lebih baik. Hal ini berakibat pada berubahnya
kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik pula. Lapangan pekerjaan mulai
terbuka sedikit demi sedikit bagi para pendatang seiring dengan berkembangnya
penataan kota yang lebih baik, dari sinilah maka diharapkan tingkat kemiskinan,
tingkat kriminalitas dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya dapat
diminimalisir.
1) Prediksi Persebaran Permukiman
Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta pada Masa Mendatang
Gambar 1.2 Prediksi Persebaran
Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta pada Masa
Mendatang
Gambar
diatas merupakan peta tentatif persebaran permukiman kumuh di Kelurahan Pucang
Sawit pada tahun 2015. Dimana terlihat permukiman kumuh di sebelah utara
bantaran sungai Bengawan Solo sudah benar-benar bersih dari permukiman kumuh,
tidak seperti saat 2011 yang masih terlihat beberapa rumah warga yang masih
bertahan. Sedang di sebelah selatan dari bantaran sungai tersebut permukiman
kumuhnya masih tetap ada tetapi dalam jumlah yang sedikit berkurang begitu juga
dengan bagian barat dari bantaran sungai.
Prediksi berkurangnya jumlah
perumahan di permukiman kumuh Kelurahan Pucang Sawit pada tahun 2015
diindikasikan dari bencana banjir yang sampai sekarang masih terjadi akibat
meluapnya sungai Bengawan Solo. Jadi, bisa diprediksi bahwa penduduk-penduduk
Kelurahan Pucang Sawit yang rumahnya di sekitar bantaran sungai akan berpindah
ke tempat lain yang lebih aman. Selain itu kebijakan Pemerintah Kota Surakarta
yang masih terus berjalan dalam menertibkan para pemukim permukiman kumuh guna
memperoleh penataan kota yang lebih baik.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Permukiman
kumuh adalah seluruh satuan tempat tinggal atau kediaman manusia (mencakup
seluruh sarana dan prasana penunjang kehidupannya) yang kondisinya sangat buruk
dan berada di atas lahan yang tidak sesuai peruntukkannya (illegal).
Permukiman
kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit, khususnya di daerah bantaran sungai
Bengawan Solo muncul karena faktor geografi dan faktor ekonomi. Faktor
geografi lebih mengacu pada ketersediaan lahan yang minim untuk permukiman
dan faktor ekonomi lebih menekankan pada harga lahan yang tinggi,
merupakan dua faktor penyebab adanya permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit.
Namun
dari tahun ke tahun ( tahun 2002, 2004, 2008 dan 2011) permukiman kumuh di
Kelurahan Pucang Sawit jumlahnya semakin berkurang, khususnya di sebelah utara
bantaran sungai. Hal ini disebabkan karena adanya penggusuran (relokasi) yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Dampak adanya pengurangan permukiman
kumuh ini dapat dirasakan melalui dampaknya terhadap lingkungan serta dampak
terhadap kehidupan sosial masyarakat itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Rindarjono,
Moh. Gamal. 2012. Slum Kajian Permukiman
Kumuh dalam Perspektif Spasial. Yogyakarta: Media Perkasa
j