Minggu, 31 Juli 2016

PERAN PENDIDIKAN GEOGRAFI DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

Tugas ini disusun guna mememnuhi tugas Mata Kuliah Kolokium

oleh: Ana Pangesti

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu pengetahuan semua keperluan dan kebutuhan dapat terpenuhi secara lebih sepat dan lebih mudah. Dan merupakan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal pemberantas pengakit, kelaparan dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bias merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya.
Ilmu banyak ragamnya salah satu yang akan dibahas adalah pembelajaran geografi sebagai ilmu yang tidak bisa dipungkiri dapat merubah tatanan manusia untuk mengubah wajah dunia pada umumnya dan bangsa pada hususnya yaitu diantaranya membangun karakter bangsa.
Geografi mempelajari lingkungan alam yang terdiri segala spera (lapisan)  ada di bumi ini, seperti   hidrosfera, atmosfera, litosfera, biosfera dan pedosfera itu tunduk kepada Sunatullah (ketentuan Allah), namun karena campur tangan keserakahan manusia yang ‘mengobok-obok’ kesetimbangan alam itu, maka akibatnya kondisi geosfera tersebut menjadi terganggu kelestariannya. Oleh sebab itu pemahaman wawasan kegeografian tidak cukup diberikan hanya sebatas kajian ilmiah belaka tetapi perlu penanaman nilai-nilai moral. Dengan pendidikan geografi diharapkan dapat mempersatukan karakter antar daerah meski terdapat perbedaan kebiasaan yang sangat dominan ditiap tiap daerah di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang pendidikan geografi. Pada makalah kali ini penulis mengangkat judul “Peran Pendidikan Geografi dalam Membangun Karakter Bangsa”.
A.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana membangun karakter manusia berwawasan kegeografian?
2.      Bagaimana membangun karakter manusia cinta tanah air melalui pendidikan geografi?
B.     Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui bagaimana membangun karakter manusia berwawasan kegeografian.
Mengetahui bagaimana membangun karakter manusia cinta tanah air melalui pendidikan geografi.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Membangun Karakter Manusia Berwawasan Kegeografian
Menurut Arjana (2010) menyatakan bahwa:
Indonesia merupakan negara kepulauan dibentuk oleh struktur geologis, geomorfologis, pedologis, astronomis, klimatologis yang mengakibatkan negara ini kaya dengan berbagai jenis sumberdaya alam di darat, di pantai, dan di laut bahkan di udara baik potensial maupun aktual. Kekayaan yang dibentuk oleh lokasi dan kandungan sumberdaya mineral dan non mineral merupakan “berkah” bagi Indonesia. Di sisi lain kondisi-kodisi itu karena sifat genesis bumi yang dinamis akan menjadi bencana atau “musibah” apabila tidak dikelola secara baik.

Geografi mempelajari semua feomena geosfer mukabumi. Dengan Geografi senantiasa menempatkan suatu fenomena untuk dipecahkan secara holistik dan sebaik-baiknya sehingga pembangunan terus berlangsung dengan tetap memperhatikan kelangsungan lingkungan. Sering dijumpai adanya motif ekonomi yang berbunyi “Dengan Pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya”. Motif  ekonomi tersebut memacu manusia untuk serakah. Manusia cenderung mengeruk keuntungan secara berlebihan tanpa memperhatikan factor-faktor lain. Manusia dengan budidayanya berlomba-lomba mengekspoitasi sumberdaya alam tanpa  memperhatikan dampak lingkungannya. Banyak kasus bagaimana pengengesploitasian tersebut membawa petaka bagi wilayah setempat, misalnya penambangan emas di Papua dan penambangan-penambangan lainnya yang tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh masyarakat setempat baik sekarang maupun dampak jangka panjang.
Sehubungan dengan itu semestinya pendidikan geografi masih penting untuk dikembangkan dimasyarakat. Karena selain membangun jiwa yang peduli terhadap lingkungan, pendidikan geografi juga memberikan informasi tentang wilayah Indonesia, potensi sumberdaya alam dan keanekaragaman penduduk dan suku bangsa. Objek kajian geografi yang mengintegrasikan aspek fisik dan aspek manusia di mukabumi, menempatkan manusia sebagai khalifah yang jika dikelola secara benar dan sistemik akan menjadi modal dasar yang sangat bermanfaat bagi pengembangan wilayah Indonesia di kemudian hari. Pada kenyataannya antara fisik bumi dengan manusianya saling terkait dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Kerusakan lingkungan fisikal semakin mengancam dan kegiatan ekonomi global.
Banyak orang yang mempelajari geografi, namun masih jarang yang melekat ke dalam hati dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya yang mempelajari geografi hanya memiliki basik akademisi belaka tanpa menghayati bahwasanya ilmu yang dimilikinya itu harus dilandasi dengan moral, iman dan taqwa. pembelajaran geografi harus tampak pengembangan konten materi yang bersifat holistik baik dari aspek sosial maupun aspek fisik dari sudut pandang keruangan.
Bagi seorang pebelajar hanya membahas tentang “litosfera” tanpa mengaitkan dengan sphere lainnya; misalnya hanya membicarakan tentang terjadinya pembentukan pegunungan, patahan, relief, topografi, erosi, kesuburan tanah. Itu semua belum menunjukkan kajian geografi. Mungkin hanya merupakan fakta geologi dan geomorfologi. Baru fakta-fakta itu menjadi fakta dan data geografi jika telah dilihat secara holistik dalam kaitannya dengan sphere lain dalam sistem geosfera.
Kalau diambil fenomena “erosi” misalnya. Sebagai salah satu fenomena dari komponen litosfera. Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan dan bisa dijadikan indikator khas geografi misalnya. Di mana terjadinya erosi? Bagaimana persebarannya di muka bumi? Apa dan bagaimana hubungan erosi itu dengan unsur atmosfera atau iklim (curah hujan, angin, kelembaban, suhu, penyinaran matahari)?, Bagaimana hubungan erosi itu dengan komponen biosfera (penutup vegetasi, gembalaan hewan, hewan pembuat lubang)?, Bagaimana hubungan erosi itu dengan komponen hidrosfera (arus sungai, air limpasan, kandungan kimiawi air, kondisi DAS)?, Kemudian dipertanyakan pula hubungan erosi itu dengan relief, kecuraman lereng, jenis tanah dan jenis batuan. Serta bagaimana hubungan fungsionalnya dengan faktor manusia, termasuk kedalamnya kepadatan penduduk, jenis mata pencaharian penduduk, tingkat pendidikan, peradaban, tingkat teknologi, pandangan dan visi hidupnya. Kesemuanya mempunyai keterkaitan dan hubungan fungsional struktural, membentuk suatu kesatuan sistem geosfera. Artinya tidak ada suatu fenomena geosfera yang terisolir dan bebas dari ikatan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.
Sutikno (2002), dalam pembuakaan Pertemuan Ikatan Tahunan (PIT)  Ikatan Geograf Indonesia (IGI) menegaskan bahwa apabila para geograf benar-benar menghayati ilmunya maka dia akan memiliki 3 karakter  yang fundamen, yaitu;
1.      Wawasan kelingkungan dalam ruang.
2.      Pemikiran kecintaan tanah air.
3.      Pemikiran, penghayatan dan pengamalan cinta pada Ilahi.
Tiga karakter fundamen seperti yang disebutkan di atas diharapkan dapat tertanam pagi setiap individu baik pelajar maupun pada masyarakat pada umumnya. Wawasan kelingkungan dalam ruang sangat bermanfaat bagi masyarakat umum. Namun, faktanya masih banyak masyarakat yang belum memiliki wawasan kelingkungan dalam ruang. Disini menjadi tugas bagi geograf untuk mensosialisasikan geografi pada kalangan masyarakat. Geograf disini lebih menunjuk pada mahasiswa. Teori-teori dan ilmu-ilmu yang didapat di aplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

B.     Membangun Karakter Manusia Cinta Tanah Air Melalui Pendidikan Geografi
 Sutikno (2002), dalam pembuakaan Pertemuan Ikatan Tahunan (PIT)  Ikatan Geograf Indonesia (IGI) menegaskan bahwa apabila para geograf benar-benar menghayati ilmunya maka dia akan memiliki 3 karakter  yang fundamen, yaitu;
1.      Wawasan kelingkungan dalam ruang.
2.      Pemikiran kecintaan tanah air.
3.      Pemikiran, penghayatan dan pengamalan cinta pada Ilahi.
Seperti pada karakter fundamen yang kedua di atas yaitu pemikiran kecintaan tanah air harus dimiliki oleh seorang geograf. Menanamkan kecintaan tanah air dapat dimulai pada pelajar melalui pendidikan geografi di sekolah-sekolah.
Fungsi  pendidikan untuk mengembangkan kebudayaan dan membangun karakter bangsa dalam menghadapi perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta persaingan dalam era globalisasi. Tugas pendidikan tidak hanya sekedar menstranfer ilmu pengetahuan (knowledge) dalam konteks pengembangan disiplin ilmu akademik tetapi juga membangun watak, akhlak, dan kepribadian sehingga generasi muda dapat melangsungkan kehidupannya  secara lebih baik sekarang dan di masa yang akan datang. Persaingan kehidupan yang semakin ketat dalam era globalisasi harus mampu dihadapi oleh generasi penerus dengan kepribadian yang kuat, kreatif, memiliki kecerdasan, keterampilan, dan memiliki tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Menurut Daldjeni (1997) melalui pendidikan geografi di dalam maupun di luar kelas, peserta didik sebenarnya dapat diajak untuk menambah kecintaannya terhadap tanah air Indonesia. Beberapa hal yang dapat mendorong kecintaan peserta didik tersebut antara lain bahwa peserta didik diajak mengamati kekayaan bumi Indonesia sekaligus ancaman bencana alamnya. Selain itu peserta didik perlu diajak untuk memahami kemampuan bangsa Indonesia pada masa kini dan masa lampau. Kita dapat mengambil contoh Amerika serikat terkesan peserta didik sekolah hanya diajari geografi Amerika Serikat (local/Negara bagian) dan tidak atau belum diajarkan geografi dunia. Mungkin mereka menganggap belum perlunya dunia luar diperkenalkan sebelum negaranya sendiri dipahahami. Penanaman geografi daerah lokal menjadi prioritas sebelum peserta didik mengetahui geografi Negara bagian lainnya. Memang terkesan Amerika Serikat terlalu egois dalam pendidikan geografi, tetapi ternyata ada baiknya karena pemahaman tanah airnya diutamakan bagi peserta didik Sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan. Kurikulum tersebut dikembangkan dalam rangka memupuk rasa cinta tanah air dan kesatuan bangsa warga negara Amaerika Serikat sejak usia sekolah.
Sebagai guru geografi perlu mempersiapkan beberapa hal menyangkut pemahaman geografis dalam rangka peningkatan rasa cinta tanah air. Proses pembelajaran sangat diperlukan kesiapan yang dimaksud dan harus dikembangkan dengan memperhatikan interaksi guru-murid. Dalam memberikan pemahaman geografi terhadap murid secara mandiri perlu mempertimbangkan juga proses belajar sambil memperhatikan (learning by waching), belajar sambil mendengarkan (learning by listening), belajar sambil membaca (learning by reading) dan belajar sambil bekerja (learning by working/doing).
Selain pada pembelajaran di sekolah, wawasan kegeografian juga perlu dipahamkan bagi masyarakat luas. Pemasyarakatan geografi diperlukan melalui berbagai media atau forum, tidak terbatas pada pendidikan formal di sekolah. Ceramah dan kursus singkat tentang pemahaman peta, sebagai contoh juga diperlukan untuk mendidik masyarakat dalam memahami tanah tumpah darahnya. Media seperti surat kabar, televise maupun internet diperlukan untuk menyebarluaskan informasi geografis, berupa berita-berita disertai keterangan lokasi (peta) disamping tulisan ilmiah popular dalam suatu rubrik khusus geografi. Televisi atau media elektronik lainnya juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang sama, yakni menyampaikan pesan-pesan pemahaman geografi terhadap mayarakat luas.
Dalam rangka mempersiapkan masyarakat yang paham tentang wawasan kegeografian, pendidikan nasional memiliki tugas yang semakin berat ketika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menunjukkan penurunan kualitasnya. Penurunan kualitas kehidupan bangsa Indonesia tersebut ditandai oleh berbagai gejala antara lain kerusakan lingkungan yang terus berlangsung, krisis penyediaan sumberdaya untuk kehidupan, krisis sosial yang menurunkan kekuatan kohesi kehidupan bermasyarakat, dan berbagai krisis sosial, ekonomi, dan budaya yang timbul akibat kesalahan pengelolaan, besarnya ketergantungan terhadap ekonomi global, dan atau karena bencana alam dan sosial.
Penyebab munculnya gejala tersebut teridentifikasi berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang memicu terhadap penurunan kualitas kehidupan antara lain karena lemahnya kesadaran tentang pentingnya ruang kehidupan dalam konteks berbangsa dan negara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kurangnya pemahaman tentang potensi dan pemanfaatan sumberdaya, kurangnya kepedulian terhadap kelesatarian lingkungan hidup, dan rendahnya pemahaman terhadap peristiwa alam dan sosial yang timbul akibat dari keraberadaan faktor geografis wilayah Indonesia. Sedangkan faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup bangsa Indonesia adalah perkembangan kehidupan masyarakat dunia yang semakin maju, persaingan yang semakin ketat dalam pasar bebas, dan arus informasi global yang mempengaruhi terhadap tatanan kehidupan sosial dan budaya bangsa (Yani,2010).
Rendahnya kesadaran tentang pentingnya ruang kehidupan dalam konteks berbangsa dan negara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat ditunjukkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat tentang peta wilayah, batas negara, letak/posisi negara, dan atau kondisi geosfera (litosfer, hidrosfer, atmosfer, biosfer, dan antroposfer) wilayah Indonesia. Kurangnya pemahaman tentang potensi dan pemanfaatan sumberdaya baik sumberdaya alam hayati, non hayati, maupun ekosistem, sehingga masyarakat dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam cenderung tidak berwawasan lingkungan.
Kurangnya kepedulian terhadap kelesatarian lingkungan hidup juga sangat nampak pada sikap dan perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan, pelanggaran pemanfaatan tata ruang, dan tidak konsisten dalam menerapkan aturan-aturan yang erat kaitannya dengan pengelolaaan, perlindungan, dan perusakan lingkungan hidup.  Ketika kerusakan lingkungan berlanjut dan menimbulkan bencana alam dan sosial, masyarakat Indonesia ternyata belum memiliki kesiapan atau kewaspadaan terhadap peristiwa bencana. Masyarakat tidak memiliki pemahaman, kesadaran dan keketerampilan yang cukup dalam mitigasi bencana, baik yang timbul akibat peristiwa alam maupun sosial.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Wawasan kegeografian semakin dipelukan dalam rangka mewujudkan karakter manusia sebagai rahmatan alamiah dan cinta tanah air. Karakter manusia yang berwawasan kegeografian digunakan untuk menata kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan. Orientasi pendidikan geografi yang berwawasan kelingkungan dalam pemahaman karakteristik, masalah dan potensi disuatu wilayah merupakan dasar pijakn dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peranan pendidikan geografi yang membutuhkan ide, gagasan yang orisinal dari para Geograf yang berkecimpung di berbagai profesi perlu diwadahi dan direvitalisasi, sebagai wujud tanggung jawab ilmiah dan tanggung jawab sosial.
2.      Dalam mengekfektifkan peran pendidikan geografi kepada murid sekolah adalah tugas guru geografi untuk memperhatikan hal-hal yang mendorong pada penanaman rasa cinta tanah air. Dalam praktek pemberian pemahaman sebagai penanaman rasa kebangsaan tanah air pasti tidak mudah dilakukan, karena itu guru geografi memerlukan kesiapan pengajaran yang mantap melalui pemahaman murid terhadap geografi tanah airnya.
B.     Saran
1.      Sebaiknya geografi tidak hanya dikenal pada kangan pelajar, namun sampai pada kalangan masyarakat. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan alam dengan semestinya.
Pendidikan geografi di sekolah-sekolah  menjadi pembelajaran yang menyenangkan, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam geografi dapat ditanamkan lebih mudah pada peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA
Arjana, I Gusti Bagus. 2010. Pendidikan Geografi Dalam Strategi Antisipasi Bencana Alam di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional. Pertemuan Ilmiah Tahunan XIII dan Konggres IV Ikatan Geograf Indoensia. Universitas Negeri Surabaya.
Daldjoeni, N. 1997. Dasar-Dasar Geografi Politik. Bandung: Penerbit PT Citra Adyabakti.
Sutikno. 2002. Sambutan Ketua IGI Pusat. Pembukaan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Geograf Indoensia. Universitas Negeri Semarang.
Yani, Ahmad. 2010.Geografi = Cinta Tanah Air. Usulan dalam penataan ulang Kurikulum nasional 2010 – 2014. Prosiding Seminar Nasional. Pertemuan Ilmiah Tahunan XIII dan Konggres IV Ikatan Geograf Indoensia. Universitas Negeri Surabaya

Tidak ada komentar: