oleh:Ana Pangesti
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kurikulum
2013 resmi diberlakukan tanggal 15 Juli 2013 sebagai pengganti kurikulum KTSP.
Pemerintah memandang bahwa perubahan kurikulum dari KTSP ke kurikulum 2013
merupakan ikhtisar dalam peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Peningkatan
mutu pendidikan tentunya tidak lepas dari pengaruh faktor-faktor antara lain
peserta didik, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah,
proses belajar mengajar, pengelolaan dana supervisi dan monitoring, serta
hubungan sekolah dan masyarakat. Terkait proses belajar mengajar, kurikulum
2013 dianggap sebagai solusi dari tingkat
implementasi yang rendah dari pendekatan dan metode pembelajaran yang menjadi
tuntutan dari sebuah kurikulum untuk menciptakan suasana pembelajaran yang
aktif.
Perkembangan
pendidikan menunjukan adanya perubahan paradigma bahwa belajar bukan lagi suatu
kegiatan sebatas memperoleh informasi, tetapi merupakan suatu kegiatan terampil
dalam memperoleh informasi dan memahami sesuatu melalui pemaknaan terhadap
sesuatu yang telah diperolehnya atau dipelajarinya (Sumarmi, 2012:195). Dari
definisi belajar di atas, mengisyaratkan bahwa proses belajar mengedepankan
pengalaman personal melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi,
dan menyimpulkan sesuai dengan pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013.
Permendikbud No.69 Tahun 2013 tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah,
menyatakan bahwa sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang
dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber
belajar. Artinya pemahaman peserta didik terhadap
suatu pengetahuan bukan hanya hafalan, tetapi sampai pada kemampuan berfikir
tingkat tinggi. Hal ini menyangkut proses membuat keterkaitan antara teori yang
dipelajari dengan permasalahan di kehidupan nyata, dan menggunakan pengetahuannya
untuk mencari solusi terhadap permasalahan tersebut, sehingga peserta didik
mampu meraih kompetensi utama yang harus dimiliki peserta didik, yaitu sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi tersebut diharapkan dapat
menggambarkan kualitas yang seimbang antara hard
skills dan soft skills.
Motivasi
belajar merupakan hal yang penting dalam kegiatan pembelajaran, karena dengan
adanya motivasi dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan belajar peserta
didik. Apabila peserta didik mempunyai motivasi belajar maka ada dorongan dalam
dirinya sendiri untuk melakukan kegiatan tanpa adanya dorongan dari pihak luar.
Melalui motivasi belajar pada diri peserta didik dapat menjadi lemah. Lemahnya
motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar.
Berdasarkan
obserwasi awal yang dilakukan di SMA Negeri 2 Sukoharjo diperoleh informasi
bahwa pembelajaran geografi kelas X menggunakan model pembelajaran ekspositori
yaitu pembelajaran yang didominasi dengan metode ceramah. Selain itu
pembelajaran lebih dominan berpusat pada guru serta terbatasnya penggunaan
media dan variasi model pembelajaran. Situasi belajar pasif yang didominasi
guru menjadikan peserta didik cenderung jenuh dan mengantuk sehingga tidak
berkosentrasi dalam belajar.
Uraian
permasalahan diatas, menarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian di SMA
Negeri 2 Sukoharjo dengan rata-rata peserta didiknya mempunyai motivasi dan
hasil belajar yang rendah. Selain itu belum pernah diterapkan model
pembelajaran 4MAT dan belum pernah ada peneliti lain yang menerapkan model
pembelajaran ini, sehingga peneliti tertarik untuk menerapkan model
pembelajaran 4MAT.
Model
pembelajaran 4MAT dianggap mampu mengatasi permasalahan pembelajaran geografi
di SMA N 2 Sukoharjo, yaitu meningkatkan motivasi dan hasil belajar geografi. Berdasarkan deskripsi di atas, peneliti
bermaksud melakukan penelitian dengan judul PENERAPAN MODEL 4MAT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN
HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS X IPS SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN AJARAN
2015/2016.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
penerapan Model Pembelajaran 4MAT dapat
meningkatkan motivasi belajar peserta didik kelas X IPS SMA Negeri 2 Sukoharjo
tahun ajaran 2015/2016?
2.
Apakah penerapan Model Pembelajaran 4MAT dapat meningkatkan hasil belajar
geografi pada peserta didik kelas X IPS SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun ajaran
2015/2016?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
peningkatan motivasi belajar
melalui penerapan
Model Pembelajaran 4MAT peserta didik
kelas X IPS SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun ajaran 2015/2016.
2.
Untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar geografi melalui penerapan Model Pembelajaran 4MAT peserta didik kelas X IPS SMA Negeri 2 Sukoharjo
tahun ajaran 2015/2016.
D.
Manfaat
1. Manfaat
Teoritis
a.
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam bidang pendidikan, terutama
terkait pembelajaran menggunakan model 4MAT.
b.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran pengembangan langkah-langkah
pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar pada pembelajaran
geografi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian dengan tema
sejenis
1. Manfaat
Praktis
a.
Bagi peserta didik
1) Meningkatkan
motivasi belajar peserta didik melalui pembelajaran geografi yang menyenangkan
dan bermakna.
2) Meningkatkan
hasil belajar geografi melalui pembelajaran geografi yang menyenangkan dan
bermakna.
3) Memberikan
pengalaman baru dalam pembelajaran geografi, sehingga peserta didik tidak bosan
dalam belajar geografi.
b.
Bagi Guru
1) Dapat
memberikan gambaran kepada guru mengenai penggunaan model pembelajaran 4MAT di
kelas.
2) Dapat
memberikan informasi alternatif model pembelajaran geografi yang dapat
meningkatkan motivasi belajar.
3) Dapat
memberikan informasi alternatif model pembelajaran geografi yang dapat
meningkatkan hasil belajar.
4) Dapat
menjadi bahan evaluasi guru dalam merencanakan pembelajaran yang tepat.
c.
Bagi Sekolah
1) Sebagai
masukan positif untuk peningkatan kualitas pembelajaran geografi melalui proses
pembelajaran yang baik
Sebagai masukan untuk meningkatkan sumberdaya
tenaga pendidik dalam mendukung kualitas sekolah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
- Kajian Teori
1.
Model
Pembelajaran 4MAT
Clif St. Germain dalam McCarthy
(2002:1.1) menyatakan bahwa “Bernice
McCarthy’s 4MAT System is a teaching model which combines the fundamental
principles of several long-standing theories of personal development with
current research on human brain function and learning”. Maksud dari kutipan
tersebut, Sistem 4MAT yang dikembangkan oleh Bernice McCarthy adalah model
pembelajaran yang menggabungkan fundamental prinsip-prinsip beberapa teori lama
dari pengembangan pribadi dengan penelitian saat ini pada fungsi otak manusia
dan belajar.
McCarthy (2002:1.18)
menyatakan, “drawing heavily upon these
brain studies and grounded in the work of John Dewey, David Kolb and Carl Jung,
has created a pedagogical model which assumes (1) that individuals learn in
different yet identifiable ways, and that (2) engagement with a variety of
diverse learning sets results in higher levels of motivation and performance”.
Dari kutipan diatas, McCarthy menyatakan bahwa penelitian otak ini didasarkan
pada karya John Dewey, David Kolb dan Carl Jung, yang telah menciptakan model
pedagogis yang mengasumsikan (1) individu belajar dengan cara belum
diidentifikasi berbeda, (2) keterlibatan dengan berbagai beragam set belajar
menghasilkan tingkat yang lebih tinggi dari motivasi dan kinerja.
McCarthy’s
4MAT System applies the principles of these long-standing theories to provide
teachers with a structure for planning meaningful learning experiences for all
“styles” of learners (McCarthy ,2002:1.18).
McCarthy menerapkan prinsip-prinsip teori lama Sistem 4MAT ini untuk
menyediakan guru dengan struktur untuk merencanakan pengalaman belajar yang
bermakna dengan gaya belajar peserta didik.
Model Pembelajaran 4MAT
terdiri dari 8 tahapan yaitu: (McCarthy ,2002: 1.18-)
a. Tahap
1
The
first step of The 4MAT System is designed to engage the learner in a concrete
experience which leads to a search of prior knowledge and prior experience.
This search is designed to create an interactive group dialogue which connects
what the learner already knows and believes to what the teacher intends to
teach. In this dialogue there are no correct answers.
(McCarthy ,2002: 1.18). Pada tahap pertama pada model 4MAT dirancang untuk
melibatkan peserta didik dalam pengalaman konkret yang mengarah ke pencarian
pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Hal ini dirancang untuk menciptakan
dialog kelompok interaktif yang menghubungkan peserta didik dengan guru yang
mengajar. Guru memberikan motivasi dan dorongan kepada peserta didik
mencurahkan ide dan ikut aktif dalam pembelajaran. Hal ini untuk memfungsikan
otak kanan peserta didik.
b. Tahap
2
The
second step of McCarthy’s 4MAT System, quadrant one left, is designed to add
process judgment to the perceptions and dialogue generated in step one. In this
teaching set, the teacher engages student reflection upon their existing level
of their knowledge and experience to determine if their opinions and beliefs
are supportable (McCarthy ,2002: 1.18). Pada tahap
ke dua ini, dirancang untuk menambah penilaian proses untuk persepsi dan dialog
yang dihasilkan pada langkah satu. Dalam tahap ini, guru terlibat refleksi
siswa pada tingkat pengetahuan dan pengalaman peserta didik.
c. Tahap
3
Step
three of the 4MAT System is designed to create a context for the learner to
represent the subjective nature of his/her existing knowledge as a preparation
for the validation and analysis of ideas. In this step learners are encouraged
to symbolize, in as many modalities as feasible, their present state of understanding
of the subject matter. (McCarthy ,2002:
1.19). Tahap ke tiga dirancang untuk menciptakan konteks untuk peserta didik
mewakili sifat subjektif dari pengetahuan yang ada sebagai persiapan untuk
validasi dan analisis ide. Pada langkah ini peserta didik didorong untuk
melambangkan, dalam banyak modalitas yang layak, keadaan sekarang mereka
pemahaman materi pelajaran.
d. Tahap
4
Step
four of the 4MAT System engages students in objective thinking. The emphasis
here is analysis of verifiable concepts, facts, generalizations and theories.
The role of the teacher is to present information and experience in complete
and systematic ways (McCarthy ,2002: 1.20).
Tahap keempat melibatkan peserta didik dalam berpikir objektif. Penekanannya di
sini pada analisis diverifikasi konsep, fakta, generalisasi dan teori-teori.
Peran guru adalah menyajikan informasi dan pengalaman lengkap dan sistematis.
e. Tahap
5
In
step five of the 4MAT System the emphasis shifts from acquisition and
assimilation to testing and adaptation Students now take the lead to apply what
has been taught. In quadrant three left the goal is reinforcement and
diagnostic evidence of the student’s ability to apply the concepts taught. The
teacher’s role here is coaching and assisting as students refine their ability
to find applications of their ideas
(McCarthy ,2002: 1.20). Tahap keempat menekankan dari akuisisi dan asimilasi
untuk pengujian dan adaptasi peserta didik untuk menerapkan apa yang telah
diajarkan. Tujuannya adalah untuk penguatan dan bukti diagnostik kemampuan peserta
didik dalam menerapkan konsep-konsep yang diajarkan. Peran guru di sini adalah
pembinaan dan membantu peserta didik memperbaiki kemampuan mereka untuk
menemukan aplikasi dari ide-ide. (McCarthy ,2002: 1.21)
f. Tahap
6
Step
Six of The 4MAT System exemplifies John Dewey’s idea of the student as a
scientist. In this learning set the student tests the limits and contradictions
of his/her understanding. The teacher’s role is to encourage students to take
the application of learned ideas to more sophisticated, personal levels
(McCarthy ,2002: 1.21). Tahap ini mencontohkan gagasan John Dewey dari peserta
didik sebagai ilmuwan. Dalam pembelajaran ini mengatur peserta didik untuk
menguji batas pemahamannya. Peran guru adalah mendorong peserta didik untuk
mengambil penerapan ide-ide belajar untuk lebih canggih pada tingkat pribadi.
g. Tahap
7
Step
seven of The 4MAT System requires the learner to critically examine the place
of the newly acquired knowledge and experience in his/her existing world view. The
central issue here is what new questions do I have and what must be done to
integrate this learning into a meaningful conceptual subset
(McCarthy ,2002: 1.21). Tahap ketujuh membangun peserta didik untuk kritis terhadap
pengetahuan dan pengalaman baru yang diperoleh menurut pandangan dunia. Isu sentral di sini adalah
pertanyaan baru yang dimiliki dan apa yang harus dilakukan untuk
mengintegrasikan pembelajaran ini menjadi bagian konseptual bermakna.
h. Tahap
8
The essence of step
eight in The 4MAT System is integration, celebration and closure. In this, the
last of McCarthy’s learning sets, the learner returns to the place where he/she
began, the self, and integrates the learning experience into a slightly
different, personally held world view
(McCarthy ,2002: 1.22). Pada tahap terakhir peserta didik kembali ke tempat semula
dan mengintegrasikan pengalaman belajar secara pribadi berdasarkan pandangan
dunia.
2.
Motivasi
Belajar
Motivasi
memegang peranan sangat penting di dalam meningkatkan kualitas hasil belajar.
Sardiman (2001:71) menyebut kata motivasi dengan kata motif. Motif merupakan
daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Kata motif dapat
dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam subjek untuk melakukan aktivitas
tertentu demi mencapai suatu tujuan. Adanya tujuan yang jelas dapat memengaruhi
kebutuhan dan akan mendorong timbulnya motivasi. Menurut Purwanto (2007: 73)
tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswa agar timbul
keinginan dan kemauanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga
tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di
dalam kurikulum sekolah.
Berdasarkan
uraian di atas dapat dijelaskan bahwa motivasi berhubungan erat dengan motif.
Motif merupakan dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu perbuatan,
maka motivasi merupakan pendorong yang berpengaruh terhaddap tingkah laku
seseorang supaya hatinya tergugah untuk bertindak mencapai tujuan tertentu.
Sardiman
(2001:87) menyatakan bahwa motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
(1) motivasi intrinsic, merupakan motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu
sudah ada pendorong untuk melakukan sesuatu; (2) motivasi ekstrinsik, merupakan
motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.
Berdasarkan ungkapan diatas motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
intrinsic dan ekstrinsik. Motivasi intrinsic didorong oleh kekuatan yang
berasal dari dalam individu itu sendiri.
Sebaliknya motivasi ekstrinsik muncul ketika individu dipengaruhi faktor dari
luar atau faktor lingkungan.
Indicator
motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno dalam Suprijono (2009: 163) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2)
adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita
masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang
menarik dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga
memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik.
Gino
(1993: 121) menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi
belajar peserta didik, yaitu: (1) mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip
belajar, (2) mengoptimalkan unsure-unsur dinamis belajar. Kemampuan guru dalam
mengoptimalkan unsure-unsur dinamis belajar Nampak pada usahanya untuk
menumpuhkan motivasi, (3) mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman. Pengajaran
tidak akan berhasil baik jika tidak memanfaatkan pengalaman yang sudah
dimiliki, (4) mengembangkan cita-cita, (5) cerita tentang orang-orang terkenal,
para tokoh yang berhasil, perlu dijelaskan kepada siswa guna memberikan
harapan-harapan yang dapat diperoleh dengan usaha yang keras. Dengan demikian
guru akan memberikan penguatan dan motivasi belajar bagi siswa untuk belajar
dan bekerja keras.
3.
Hasil
Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2006:3) menyatakan hasil
belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak lanjut dan tindak mengajar.
Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari
sisi peserta didik, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak
proses belajar. Sudjana (2011:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Berdasarkan
uraian tersebut, hasil belajar merupakan hasil dari berlangsungnya proses
pembelajaran yang dinyatakan dalam sebuah nilai, dimana nilai tersebut
menunjukan tercapai atau tidaknya tujuan intruksional, yaitu perubahan tingkah
laku yang diinginkan pada diri siswa.
Horward Kingslay (Sudjana, 2011:22) membagi tiga
macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan
pengertian; dan (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis belajar dapat
diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne
(Sudjana, 2011:22) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi
verbal; (b) keterampilan intelektual; (c) strategi kognitif; (d) sikap; dan (e)
keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan, biak tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya
menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotoris.
Definisi dari masing-masing ranah yang menjadi obyek
penilaian hasil belajar menurut Sudjana (2011:22-23) yaitu: ranah kognitif berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk
kognitif tingkat tinggi; ranah afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban
atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; dan ranah psikomotoris
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam
aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan reflek, (b) keterampilan gerakan
dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan
keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Diantara
ketiga ranah yang menjadi obyek penilaian hasil belajar, dalam penelitian ini,
peneliti menekankan pada ranah kognitif karena ranah afektif dan ranah psikomotoris
ditekankan pada keterampilan proses.
Fungsi dari penilaian hasil belajar menurut Sudjana
(2011:3-4), yaitu: (a) alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan
intruksional; (b) umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar; dan (c)
dasar untuk menyusun laporan kemajuan belajar peserta didik kepada para orang
tuanya.
Tujuan dari penilaian hasil belajar menurut Sudjana
(2011:4) yaitu: (a) mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat
diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata
pelajaran yang ditempuhnya; (b) mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan
pengajaran disekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah
laku para peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan; (c) menentukan
tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan
dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya; dan
(d) memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut Daryanto dan Rahardjo (2012:28) hasil
belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, yaitu:
a.
Faktor
internal, yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri peserta didik. Yang tergolong
faktor internal adalah:
1)
Faktor
fisiologis atau jasmani individu baik bersifat bawaan maupun yang diperoleh
dengan melihat, mendengar, struktur tubuh, cacat tubuh, dan sebagainya.
2)
Faktor
psikologis baik yang bersifat bawaan maupun keturunan, yang meliputi: (a)
faktor intelektual yang terdiri atas faktor potensial, yaitu intelegensi dan
bakat, dan faktor aktual, yaitu kecakapan nyata dan prestasi; dan (b) faktor
nonintelektual yaitu komponen-komponen kepribadian tertentu seperti sikap,
minat, kebiasaan, motivasi, kebutuhan, konsep diri, penyesuaian diri,
emosional, dan sebagainya.
b.
Faktor
eksternal, yaitu faktor-faktor yang berada di luar diri peserta didik. yang
tergolong faktor eksternal ialah: (a) faktor sosial yang terdiri atas
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan kelompok;
(b) faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan dan teknologi,
kesenian dan sebagainya; (c) faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah,
fasilitas sekolah, iklim, dan sebagainya; dan (d) faktor spiritual dan
lingkungan keagamaan.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara
langsung atau tidak langsung dalam mempengaruhi hasil belajar yang dicapai
seseorang.
B. Penelitian
yang Relevan
Legiman.
2008. Melakukan penelitian tentang Pengaruh penggunaan model
pembelajaran 4mat system dan model pembelajaran students team achievement
devision (stad) terhadap prestasi belajar kimia ditinjau dari keingintahuan
siswa (penelitian pembelajaran koloid kelas XI SMA Negeri Tawangsari. Tujuan
penelitian adalah : 1) Mengetahui apakah terdapat pengaruh penggunaan model
pembelajaran 4mat system dan model pembelajaran Students Team Achievement
Devision (STAD) terhadap prestasi belajar siswa, 2) Mengetahui apakah terdapat pengaruh keingintahuan siswa
terhadap prestasi belajar, 3) Mengetahui apakah terdapat interaksi antara model
pembelajaran 4mat system dan model pembelajaran Students Team Achievement
Devision (STAD) dengan keingintahuan siswa terhadap prestasi belajar. Penelitian
ini merupakan penelitian eksperimen. Teknik analisis data menggunakan desain faktorial anava 2 x 3. Hasil
analisis data pada taraf signifikansi 5 % sedangkan Ftabel = 3,97 diperoleh :
1) Data prestasi belajar Fhitung = 7,258 artinya ada perbedaan pengaruh
penggunaan model pembelajaran 4mat system dengan model pembelajaran Students Team
Achievement Devision (STAD), 2) Data keingintahuan siswa Fhitung = 18,886
artinya ada pengaruh keingintahuan terhadap prestasi belajar, 3) Uji interaksi
menunjukkan Fhitung =13,328 artinya ada interaksi antara model pembelajaran
4mat system dan model pembelajaran Students Team Achievement Devision (STAD)
dengan keingintahuan siswa terhadap prestasi belajar kimia.
Ika Hesty Prasetyaningsih.2011. Melakukan penelitian tentang penerapan metode dua
tinggal dua tamu untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar geografi siswa
kelas XI IPS 1 SMA Negeri Mojogedang tahun ajaran 2009/2010. Tujuan penelitian
ini adalah: (1) untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar geografi siswa
dengan menggunakan metode dua tinggal dua tamu pada Kompetensi Dasar
Menganalisis Pemanfaatan Lingkungan Hidup dalam Kaitanya dengan Pembangunan
Berkelanjutan. (2) untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan
menggunakan metode dua tinggal dua tamu pada Kompetensi Dasar Menganalisis
Pemanfaatan Lingkungan Hidup dalam Kaitanya dengan Pembangunan Berkelanjutan. Penelitian
ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus
masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan evaluasi tindakan, analisis dan refleksi. Teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif-kualitatif. Indicator
kerja yang harus dicapai adalah hasil belajar siswa secara klasikal mencapai
85%. Hasil penelitian pada siklus I menunjukkan bbahwa metode dua tinggal dua
tamu dalam pembelajaran geografi belum mampu meningkatkan motivasi dan hasil
belajar secara optimal. Hasil penelitian siklus II menunjukkan bahwa
pengguunaan metode dua tinggal dua tamu dalam pembelajaran geografi disertai
dengan pemberian motivasi, pujian reward dan PR mampu meningkatkan motivasi dan
hasil belajar secara optimal.
Filiz
Tuba DIKKARTIN OVEZ. 2012. This research about The
Effect of the 4MAT Model on Student’s Algebra Achievements and Level of
Reaching Attaiments. The purpose of this study is to analyze the effect of the
4MAT teaching model on 8th grade mathematics lesson curriculum algebra learning domain
achievement levels and level of reaching attainments. The kind of this research
is experimental. Collecting data of this research used design with a pre test-post test control group was utilized.
As a result of the conducted data analysis it was
determined that the difference in achievement score averages between the
experimental group and control group were significantly in favor of the
experimental group and the level of reaching attainments in the experimental
group, which was applied the 4MAT teachingmodel, were higher compared to the
control group.
- Kerangka Berfikir
Kondisi awal yang dihadapi, SMA Warga Surakarta
merupakan salah satu sekolah yang menerapkan kurikulum 2013. Dalam kurikulum
2013, belajar bukan lagi suatu kegiatan sebatas
memperoleh informasi, tetapi merupakan suatu kegiatan terampil dalam memperoleh
informasi dan memahami sesuatu melalui pemaknaan terhadap sesuatu yang telah
diperolehnya atau dipelajarinya. Realitanya pembelajaran geografi Kelas X IPS 1 masih mengandalkan
model ekspositori,
dilanjutkan dengan eksplorasi materi dari sosial media atau buku dalam bentuk
penugasan sebagai upaya penerapan kurikulum 2013. Pembelajaran geografi dengan materi yang banyak dan
tidak didukung oleh kurangnya variasi dalam pembelajaran menyebabkan rendahnya
motivasi belajar peserta didik pada pelajaran geografi. Selain
itu, hasil belajar geografi masih
banyak yang belum menjacapai KKM, yaitu 75.
Berdasarkan
kondisi awal tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan motivasi
dan hasil belajar peserta didik. Model
pembelajaran 4MAT dianggap mampu meningkatkan motivasi dan hasil
belajar peserta didik, karena pembelajaran
berdasarkan gaya-gaya belajar peserta didik disertai dengan strategi yang sesuai dan
berpusat pada peserta didik.
Pada kondisi akhir dalam penelitian ini
diharapkan penerapan model pembelajaran 4MAT dapat meningkatkan motivasi dan
hasil belajar peserta didik kelas X IPS 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo.
A. Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan pada landasan teori, penelitian yang
relevan, dan kerangka berfikir, maka diperoleh hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga
melalui model pembelajaran 4MAT dapat meningkatkan motivasi belajar geografi peserta
didik kelas X IPS SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016.
2. Diduga
melalui model pembelajaran 4MAT dapat meningkatkan hasil belajar geografi
peserta didik kelas X IPS SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas berasal dari bahasa inggris Classroom Action Research (CAR), berarti
penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan
yang diterapkan pada suatu subyek penelitian dikelas tersebut (Kardiawarman
dalam Paizaluddin dan Ermalinda, 2013:6).
Menurut Arikunto (Paizaluddin dan Ermalinda,
2013:6), secara lebih luas penelitian tindakan kelas diartikan sebagai
penelitian yang berorientasi pada tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau
pemecahan masalah pada sekelompok subyek yang diteliti dan mengamati tingkat
keberhasilan atau akibat tindakannya, untuk kemudian diberikan tindakan
lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi
dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. Tindakan yang secara
sengaja diberikan tersebut diberikan oleh guru atau berdasarkan arahan guru
yang kemudian dilakukan oleh peserta didik.
Menurut
Arikunto(Paizaluddin dan Ermalinda, 2013:33-34) menyatakan bahwa terdapat empat
tahap yang lazim dilalui yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan
refleksi.
Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut
adalah unsur untuk membentuk siklus, yaitu suatu putaran kegiatan beruntun,
yang kembali ke langkah semula. Bentuk penelitian tindakan tidak pernah
merupakan kegiatan tunggal, tetapi harus selalu berupa rangkaian kegiatan yang
kembali ke awal, yaitu dalam bentuk siklus. Arikunto (2010:17-20) menguraikan
keempat tahap dalam siklus penelitian tindakan kelas, sebagai berikut:
a.
Perencanaan
Perencanaan
adalah langkah yang dilakukan oleh guru ketika akan memulai tindakannya. Adapun
rincian yang perlu dan harus dikemukakan adalah menyusun sebuah rancangan
kegiatan, peserta didiknya akan diapakan. Supaya perencanaan ini lengkap dan
difahami oleh semua peserta didik, guru membuat semacam panduan yang
menggambarkan (a) apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, (b) kapan dan
berapa lama dilakukan, (c) dimana dilakukan, (d) jika diperlukan peralatan atau
sarana ujudnya apa, (e) jika sudah selesai apa tindakan selanjutnya.
b.
Tahap
Pelaksanaan (Acting)
Pelaksanaan
adalah implementasi dari perencanaan yang sudah dibuat. Untuk itu guru harus
memperhatikan hal-hal: (1) apa ada kesesuaian antara pelaksanaan dengan
perencanaan, (b) apakah proses pelaksanaan yang dilakukan peserta didik cukup
lancar, (c) bagaimanakah situasi proses tindakan, (d) apakah peserta didik
melaksanakan dengan semangat, (e) bagaimanakah hasil keseluruhan dari tindakan
itu.
c.
Tahap
Pengamatan (Observing)
Pengamatan
adalah proses mengamati jalannya pelaksanaan tindakan. Hal-hal yang diamati
adalah hal-hal yang sudah disebutkan dalam pelaksanaan. Antara pelaksanaan
dengan pengamatan sebetulnya bukan merupakan urutan karena waktu atau saat
terjadinya bersamaan. Dalam PTK, pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan format
pengamatan.
d.
Tahap
Refleksi (Reflecting)
Refleksi atau
dikenal dengan peristiwa perenungan adalah langkah mengingat kembali kegiatan
yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun peserta didik. Dalam
penilaian laporan PTK, uraian refleksi ini sangat diperhatikan oleh penilai,
dicermati bagaimana peneliti melakukannya, dan bagaimana tindak lanjut dari
refleksi tersebut, apakah digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki perencanaan
siklus berikunya.
A. Tempat
dan Waktu Penelitian
1.
Tempat
Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Sukoharjo semester gasal tahun ajaran
2015/2016. Sekolah ini beralamat di Jl. Raya Sala-kartasura, Mendungan,
Pabelan, Kartasura, Sukoharjo. Peneliti memilih SMA Negeri 2 Sukoharjo sebagai tempat
penelitian dengan alasan :
a. Di
SMA Negeri 2 Sukoharjo belum
pernah diadakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran 4MAT.
b. Di
SMA Negeri 2 Sukoharjo belum
pernah diadakan penelitian sejak pemberlakuan kurikulum 2013.
c. Rendahnya
motivasi belajar peserta didik kelas X IPS SMA Negeri 2 Sukoharjo.
d. Rendahnya hasil belajar geografi kelas
X IPS SMA Negeri 2 Sukoharjo.
2. Waktu
Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester satu
(gasal) tahun ajaran 2015/2016. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini
adalah 9 bulan yaitu mulai bulan April 2015 sampai bulan Februari 2016.
A. Subjek
Penelitian
Subjek penelitian ini adalah kelas X IPS 1 SMA Negeri
2 Sukoharjo, dengan jumlah 32 peserta didik yang terdiri dari 15 peserta didik
laki-laki dan 17 peserta didik perempuan pada semester gasal tahun ajaran 2015/2016,
untuk mata pelajaran geografi.
B. Data
dan Sumber Data
1.
Data
Data
yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data
primer berupa informasi mengenai kegiatan belajar mengajar, nilai keterampilan
proses, dan hasil belajar peserta didik dari data hasil tes, observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Data sekunder berupa dokumen lembar kerja peserta
didik, daftar nilai peserta
didik, program semester
(PROMES), silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
2.
Sumber
Data
Data
yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, yaitu:
a.
Peserta didik kelas X IPS 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo
tahun ajaran 2015/2016 sebagai subyek penelitian.
b.
Guru
geografi kelas X IPS 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo sebagai informan dalam
penelitian.
c.
Dokumen,
meliputi lembar kerja peserta didik, daftar nilai peserta
didik, program semester,
silabus, dan RPP.
C. Teknik
Pengumpulan Data
1.
Variabel
Penelitian
Pada penelitian ini terdapat satu variabel tindakan
dan satu variabel harapan, yaitu:
a.
Variabel
tindakan
Variabel tindakan
dalam penelitian ini adalah model pembelajaran 4MAT.
b.
Variabel
harapan
Variabel harapan
dalam penelitian ini adalah motivasi dan hasil belajar.
2.
Teknik
Pengumpulan Data
a.
Observasi
Observasi atau
pengamatan adalah proses pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti atau
pengamat melihat situasi penelitian (Paizaluddin dan Ermalinda, 2013:113).
Observasi dilakukan saat kegiatan belajar mengajar geografi.
b.
Wawancara
Wawancara
merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data dengan jalan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan seara lisan kepada subyek penelitian, instrument ini
digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai fakta, keyakinan, perasaan,
niat, dan sebagainya (Paizaluddin dan Ermalinda, 2013:130). Wawancara dilakukan
pada saat observasi awal dan setelah proses pembelajaran berlangsung. Narasumber
dalam wawancara adalah guru geografi.
c.
Angket
Angket atau
kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2013:199). Angket digunakan untuk mengetahui motivasi
peserta didik, dengan peserta didik sebagai responden.
d.
Tes
Tes ialah
seperangkat rangsangan (stimul) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud
untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dijadikan penetapan skor angka (Paizaluddin
dan Ermalinda, 2013:131). Tes digunakan untuk mengukur peningkatan hasil
belajar peserta didik setelah kegiatan pemberian
tindakan pada setiap siklus.
Tes dilakukan secara individual pada masing-masing peserta
didik.
e.
Dokumentasi
Dokumentasi
dapat berupa dokumen primer maupun dokumen sekunder yang menunjang kegiatan
belajar mengajar dikelas. Dokumen primer berupa RPP, foto dan video pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar. Sedangkan dokumen
sekunder dapat berupa dokumen lembar kerja peserta
didik, daftar nilai peserta
didik, program semester, dan
silabus. Data yang diperoleh dari dokumen ini bisa digunakan untuk melengkapi
bahkan memperkuat data dari hasil observasi yang kemudian dianalisa dan
diinterpretasikan.
D. Validitas
dan Reliabilitas Instrumen
Sugiyono
(2013:173) menyatakan bahwa instrumen yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Biasanya
syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat suatu instrumen dikatakan valid
adalah r ≥ 0,3.
Instrumen
yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur
obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Musjido (2010:209)
klasifikasi reliabilitas sebagai berikut:
0,91 – 1,00 :
Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 :
Tinggi
0,41 – 0.70 :
Cukup
0,21 – 0,40 :
Rendah
Negatif – 0,21 :
Sangat Rendah
1.
Instrumen Tes
Validitas
instrumen tes menggunakan validitas isi (content
validity) dan validitas butir soal. Validitas isi yaitu dengan
membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah
diajarkan. Untuk menguji validitas butir-butir instrumen, maka dikonsultasikan
dengan ahli, yaitu dua dosen Pendidikan Geografi UNS dan satu guru geografi SMA
Negeri 2 Sukoharjo. Kemudian instrumen tersebut diujicobakan pada kelas yang
berbeda dan telah mendapatkan materi . Validitas butir soal dihitung
menggunakan uji kesahihan butir soal Pearson Product Moment Correlation.
Reliabilitas
instumen tes menggunakan internal
consistency, yaitu dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja
(Sugiyono, 2013:185).
2.
Instrumen Angket
Validitas
instrumen angket menggunakan validitas konstrak (construct validity). Pada validitas konstrak instrumen dikonstruksi
dari aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu yang
selanjutnya dikonsultasikan kepada ahli, yaitu dua dosen Pendidikan Geografi
UNS dan satu guru Geografi SMA Negeri 2 Sukoharjo. Setelah pengujian konstrak
dari ahli, maka diteruskan dengan uji coba instrumen. Pengujian validitas
konstruks pada data yang diperoleh dari hasil ujicoba dilakukan dengan validitas
item.
Reliabilitas
instumen angket untuk mengukur sikap peserta didik menggunakan internal consistency, yaitu dilakukan
dengan cara mencobakan instrumen sekali saja (Sugiyono, 2013:185). Pengujian
reliabilitas instrumen dengan rumus alpha
(α) conbach.
3.
Instrumen Wawancara dan
Observasi
Validitas
instrumen wawancara dan observasi menggunakan validitas konstrak (construct validity). Pada validitas
konstrak instrumen dikonstruksi dari aspek-aspek yang akan diukur dengan
berlandaskan teori tertentu yang selanjutnya dikonsultasikan kepada ahli, yaitu
dua dosen Pendidikan Geografi UNS dan satu guru SMA Negeri 2 Sukoharjo.
E. Teknik
Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2013:334). Data yang dianalisis
pada penelitian ini adalah hasil belajar dan motivasi belajar. Hasil belajar diperoleh dari pemberian
evaluasi pada akhir siklus, sedangkan motivasi belajar diperoleh
dari hasil observasi dan angket.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Tashakkori
(2010:77) menyatakan bahwa penelitian yang menggunakan pendekatan ini
menghasilkan data numerik dan data naratif dalam menjawab pertanyaan penelitian
yang sama. Data kualitatif dianalisis dengan teknik
analisis kritis, yaitu mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan kinerja peserta
didik dan guru selama proses penerapan tindakan. Data kuantitatif dianalisis menggunakan statistik
deskriptif komparatif, yaitu membandingkan hasil perhitungan dari statistik
deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2013:207-208).
F. Indikator
Capaian Penelitian
Indikator capaian penelitian merupakan indikator
ketercapaian motivasi belajar geografi menggunakan model pembelajaran 4MAT.
Indikator ini disusun berdasarkan aspek dan indikator motivasi belajar yang
dinyatakan dalam bentuk prosentase, sehingga penelitian ini dikatakan berhasil
apabila terdapat peningkatan motivasi belajar pada setiap aspek dan
indikatornya. Target yang ingin dicapai adalah motivasi belajar tinggi dan hasil
belajar peserta didik ≥80% peserta didik mendapatkan nilai diatas KKM.
G. Prosedur
Penelitian
Prosedur penelitian merupakan tahapan-tahapan yang
dilalui peneliti untuk memperoleh hasil yang ingin dicapai mulai dari awal
sampai akhir. Penelitian ini menggunakan tahap-tahap penelitian tindakan kelas
menurut Model Suharsimi Arikunto, sebagai berikut:
Rancangan Siklus I
1.
Tahap
Perencanaan
a.
Mempersiapkan
silabus
b.
Menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan model pembelajaran 4MAT.
c.
Menyusun
instrumen penelitian berupa soal tes, lembar observasi, pedoman wawancara,
lembar angket dan dokumentasi.
2.
Tahap
Pelaksanaan
Pada tahap
pelaksanaan, dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang direncanakan
yaitu pembelajaran menggunakan model pembelajaran 4MAT yang telah tercantum dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3.
Tahap
Pengamatan
Pengamatan
dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan berpedoman pada
lembar observasi yang telah dibuat. Pengamatan berupa kegiatan pemantauan, pencatatan,
serta dokumentasi segala kegiatan selama proses pelaksanaan pembelajaran
menggunakan model 4MAT.
4.
Refleksi
Tahap
refleksi dilaksanakan pada akhir siklus, peneliti bersama-sama dengan guru mata
pelajaran geografi melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran menggunakan
model pembelajaran 4MAT. Hasil evaluasi berupa kelebihan dan kekurangan,
ataupun hambatan dalam proses pelaksanaan tindakan, yang diperoleh dari
interpretasi hasil tes, wawancara, observasi, angket, dan dokumentasi. Tes
digunakan untuk mengukur ketercapaian hasil belajar, sedangkan wawancara,
observasi, angket, dan dokumentasi digunakan untuk mengukur motivasi belajar.
Apabila berdasarkan hasil evaluasi perlu diadakan siklus lanjutan, maka hasil
evaluasi ini dijadikan dasar perencanaan kegiatan pada siklus selanjutnya
hingga target penelitian tercapai
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. (2010). Penelitian Tindakan:
untuk Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Yogyakarta: Aditya Media.
Daryanto, dan
Mulyo Rahardjo. (2012). Model
Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media.
Dimyati dan
Mudjiono. (2006). Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Gino. 1993. Belajar dan Pembelajaran. Surakarta: UNS
Press.
Prasetyaningsih,
Ika Hesty. 2011. Penerapan Metode Dua
Tinggal Dua Tamu untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Geografi Siswa
Kelas XI IPS 1 SMA NEGERI MOJOGEDANG Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi. FKIP
UNS
Legiman. 2008. Pengaruh penggunaan model pembelajaran 4mat system dan model
pembelajaran students team achievement devision (stad) terhadap prestasi
belajar kimia ditinjau dari keingintahuan siswa (penelitian pembelajaran koloid
kelas XI SMA Negeri Tawangsari.Tesis. Pascasarjana
UNS.
McCarthy, Bernice. Germain, Clif St. dan
Lippitt, Linda. 2002. The 4MAT Research
Guided. About Learning, Incorporated. Wauconda, Illino.
OVEZ, Filiz Tuba DIKKARTIN. 2012.
The Effect of the 4MAT Model on Student’s Algebra Achievements and Level of
Reaching Attainmens. International Journal. Balikesir University, Education
Faculty of Nacatibey Elementary Mathematics Education Department Balikesir and
10100. Turkey. Int. J. Contemp. Math. Sciences, Vol. 7, 2012, no. 45, 2197-2205.
Paizaludin dan
Ermalinda. (2013). Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research): Panduan Teoritis dan Praktis. Jakarta:
Alfabeta.
Purwanto,
Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Sardiman, AM. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Sugiyono.
(2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta
Suprijono,
Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta:
PT. Pustaka Pelajar.
Tashakkori,
Abbas dan Charles Teddlie. (2010). Mixed
Methodology: Mengkombinasikan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar