DESKRIPSI PEGUNUNGAN SERIBU
Disusun oleh:
Nama : Ana Pangesti
NIM : K5412008
Prodi : Pendidikan geografi
JURUSAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS
MARET
SURAKARTA
TAHUN 2013
PEGUNUNGAN SERIBU
Pegunungan
Seribu di bagian Selatan pulau Jawa merupakan pegunungan kapur yang membentang
dari Pacitan (Jawa Timur), Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah), Kabupaten Gunung
Kidul (DIY) hingga Kabupaten Kebumen (Jawa Tengah). Sejarah geologi wilayah
Pegunungan Seribu, menurut ahli geologi Dr. Tony Djubiantono, terbentuk pada
kala Miosen atau Pleistosen Tengah, dimana saat itu terjadi perubahan yang
spektakuler ketika dasar laut di daerah tsb terangkat ke atas. Pada proses
terangkatnya dasar laut yang semula berupa teluk besar, berlangsung pembentukan
koloni berupa bukit-bukit yang kemudian menjadi bagian dari Pegunungan Seribu.
Kawasan Karst Gunung Sewu mempunyai
bentang alam yang sangat khas, dengan luas area + 1730 km2 berupa puluhan ribu bukit
batu gamping dengan ketinggian antara 20-50 meter yang membujur dari bagian
Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Gunungkidul), Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Fenomena permukaan meliputi bentukan positif, seperti perbukitan karst
yang jumlahnya ± 40.000 bukit yang berbentuk kerucut. Puncak kerucut bisa
membulat (Sinusoida) atau lancip (Karst connical). Lekuk lekuk
diantara perbukitan batu gamping membentuk dolina, baik terbuka maupun
tertutup. Sungai yang mengalir di permukaan Kawasan Karst sangat jarang. Begitu
hujan air akan masuk ke lubang (sink) atau gua, sungai permukaan segera
berubah menjadi sungai bawah tanah. Di bawah permukaan Kars air mengalir di
sepanjang lorong gua membentuk jaringan sistem tata air tanah yang lebih rumit.
Keberadaan sungai bawah tanah dapat dicirikan melalui lubang lubang tegak hasil
peruntuhan sering disebut dengan istilah Luweng di daerah Gunung Sewu (Hanang
samodra, 2001: 46 ).
Kompleks
Pegunungan Selatan berdasarkan pembagian fisiografi pulau Jawa menurut Van
Bemmelen (1949) dibagi menjadi beberapa zona diantaranya, Baturagung Range,
Panggung Masif, Plopoh Range & Kambengan Range di bagian
utara, Plateu batugamping berbentuk topografi karst (Gunung Sewu) di
bagian selatan, serta cekungan antar gunung yaitu cekungan Wonosari dan
cekungan Baturetno di bagian tengah . Kompleks Pegunungan Selatan berupa sebuah
blok yang miring ke arah Samudera Indonesia (selatan), dimana pada bagian utaranya
terdapat gawir-gawir yang memanjang relatif barat-timur. Hal ini terjadi karena
adanya evolusi tektonik yang terjadi di Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga
sekarang.
Menurut
Sudarno (1997), ada 4 pola struktur yang berkembang Kompleks Pegunungan Selatan
diantaranya : arah Timur laut – Barat daya, arah Utara – Selatan, arah Barat
laut – Tenggara, arah Timur – Barat. Stratigrafi Kompleks Pegunungan Selatan
tersusun oleh batuan vulkanik di bagian utara Kompleks dan batugamping (karst
topography) di bagian timur Kompleks. Daerah penelitian sendiri yang
merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Oyo yang berada di bagian selatan
Kompleks Pegunungan Selatan tersusun atas batugamping. Terkait hal-hal tersebut
di atas, geomorfologi Pegunungan Selatan tentunya berada dibawah pengaruh
kendali faktor-faktor geologi (tektonik dan geomorfologi) yang saling
berhubungan bahkan saling berinteraksi.
Zona
Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat
dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di
sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan
dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara
berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini hampir membujur
barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan mempunyai lebar lk.
40 km (Bronto dan Hartono, 2001).
Zona
Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona Baturagung,
Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto
dan Hartono, 2001).
Subzona Baturagung terutama terletak di bagian
utara, namun membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara
Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur,
± 737 m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak
terpisah, yaitu G. Panggung (± 706 m) dan G. Gajahmungkur (± 737 m). Subzona
Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 100
– 300 dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun
oleh batuan asal gunungapi.
Subzona
Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di bagian tengah Zona
Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Dataran ini
dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di
sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Aliran sungai
utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K.
Opak (lihat Gambar 2.2). Sebagai endapan permukaan di daerah ini adalah lempung
hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping.
Subzona
Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karts, yaitu
bentang alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut dengan
ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga,
luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping
serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini membentang
dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur.
Formasi Kepek
Lokasi tipe
dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat
Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat Wonosari
yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping
berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
Formasi
Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o dan
kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang terkandung di antaranya Globorotalia
plesiotumida Blow dan Banner, Globorotalia
merotumida, Globoquadrina dehiscens Chapman, Parr dan Collins, Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001).
merotumida, Globoquadrina dehiscens Chapman, Parr dan Collins, Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001).
Formasi Oyo
Lokasi tipe
formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari
tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh
batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping
berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit
yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di
sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya
menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan
Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.
Formasi Oyo
umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil yang dijumpai antara lain Cycloclypeus
annulatus Martin, Lepidocyclina rutteni Vlerk, Lepidocyclina
ferreroi Provale, Miogypsina polymorpha Rutten dan Miogypsina
thecideaeformis Rutten yang menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen
Akhir (Bothe, 1929). Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik)
yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
Formasi Oyo – Wonosari
Formasi ini
terutama terdiri-dari batugamping dan napal. Penyebarannya meluas hampir
setengah bagian dari Pegunungan Selatan memanjang ke timur, membelok ke arah
utara di sebelah Perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daerah
depresi Wonogiri – Baturetno.
Bagian
terbawah dari Formasi Oyo – Wonosari terutama tersusun dari batugamping
berlapis yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang terendapkan pada
kondisi laut yang lebih dalam, seperti yang terlihat pada singkapan di daerah
di dekat muara Sungai Widoro masuk ke Sungai Oyo. Di lapangan batugamping ini
terlihat sebagai batugamping berlapis, menunjukkan sortasi butir dan pada
bagian yang halus banyak dijumpai fosil jejak tipe burial yang
terdapat pada bidang permukaaan perlapisan ataupun memotong sejajar perlapisan.
Batugamping kelompok ini disebut sebagai anggota Oyo dari Formasi Wonosari.
Ke arah
lebih muda, anggota Oyo ini bergradasi menjadi dua fasies yang berbeda. Di
daerah Wonosari, semakin ke selatan batugamping semakin berubah menjadi
batugamping terumbu yang berupa rudstone, framestone, floatstone,
bersifat lebih keras dan dinamakan sebagai anggota Wonosari dari Formasi Oyo –
Wonosari (Bothe, 1929). Sedangkan di barat daya Kota Wonosari batugamping
terumbu ini berubah menjadi batugamping berlapis yang bergradasi menjadi napal
yang disebut sebagai anggota Kepek dari Formasi Wonosari. Anggota Kepek ini
juga tersingkap di bagian timur, yaitu di daerah depresi Wonogiri – Baturetno,
di bawah endapan kuarter seperti yang terdapat di daerah Eromoko. Secara
keseluruhan, formasi ini terbentuk selama Miosen Akhir
Struktur
Geologi Pegunungan Selatan
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah
Pegunungan Selatan telah mengalami empat kali pengangkatan. Pola struktur
geologi yang ada pada Pegunungan Selatan yaitu :
- Arah NE-SW, umumnya merupakan sesar geser sinistral yang terjadi akibat penunjaman lempeng Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh kelurusan sepanjang Sungai Opak dan Sungai Bengawan Solo.
- Arah N-S, sebagian besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali pada batas barat Pegunungan Selatan yang merupakan sesar turun.
- Arah NW-SE, umumnya merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan ketiga arah ini tampak sebagai pasangan rekahan yang terbentuk akibat gaya kompresi berarah NNW-SSE yang berkembang pada Pliosen Akhir.
- Arah E-W, sebagian besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya regangan berarah N-S dan berkembang pada Pleistosen Awal.
SUMBER
Maul. 2009. SEJARAH GEOLOGI ZONA
PEGUNUNGAN SELATANJAWA TIMUR. http:// wingmanarrows. wordpress.com /2009 /10 / 07/sejarah-geologi-zona-pegunungan-selatan-jawa-timur/
Anonim.2008.PEGUNUNGAN SERIBU WILAYAH KARST.
http://valensikautsar.blogspot..com/2008/12/pegunungan-seribu
wilayah-karst.html.
http://valensikautsar.blogspot..com/2008/12/pegunungan-seribu
wilayah-karst.html.