Tampilkan postingan dengan label geologi indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label geologi indonesia. Tampilkan semua postingan

Senin, 07 Oktober 2013

Pegunungan Seribu

DESKRIPSI PEGUNUNGAN SERIBU



Disusun oleh:
Nama               : Ana Pangesti
NIM                : K5412008
Prodi               : Pendidikan geografi


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN  ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
TAHUN 2013
PEGUNUNGAN SERIBU
Pegunungan Seribu di bagian Selatan pulau Jawa merupakan pegunungan kapur yang membentang dari Pacitan (Jawa Timur), Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah), Kabupaten Gunung Kidul (DIY) hingga Kabupaten Kebumen (Jawa Tengah). Sejarah geologi wilayah Pegunungan Seribu, menurut ahli geologi Dr. Tony Djubiantono, terbentuk pada kala Miosen atau Pleistosen Tengah, dimana saat itu terjadi perubahan yang spektakuler ketika dasar laut di daerah tsb terangkat ke atas. Pada proses terangkatnya dasar laut yang semula berupa teluk besar, berlangsung pembentukan koloni berupa bukit-bukit yang kemudian menjadi bagian dari Pegunungan Seribu.
Kawasan Karst Gunung Sewu mempunyai bentang alam yang sangat khas, dengan luas area + 1730 km2 berupa puluhan ribu bukit batu gamping dengan ketinggian antara 20-50 meter yang membujur dari bagian Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Gunungkidul), Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fenomena permukaan meliputi bentukan positif, seperti perbukitan karst yang jumlahnya ± 40.000 bukit yang berbentuk kerucut. Puncak kerucut bisa membulat (Sinusoida) atau lancip (Karst connical). Lekuk lekuk diantara perbukitan batu gamping membentuk dolina, baik terbuka maupun tertutup. Sungai yang mengalir di permukaan Kawasan Karst sangat jarang. Begitu hujan air akan masuk ke lubang (sink) atau gua, sungai permukaan segera berubah menjadi sungai bawah tanah. Di bawah permukaan Kars air mengalir di sepanjang lorong gua membentuk jaringan sistem tata air tanah yang lebih rumit. Keberadaan sungai bawah tanah dapat dicirikan melalui lubang lubang tegak hasil peruntuhan sering disebut dengan istilah Luweng di daerah Gunung Sewu (Hanang samodra, 2001: 46 ).


Kompleks Pegunungan Selatan berdasarkan pembagian fisiografi pulau Jawa menurut Van Bemmelen (1949) dibagi menjadi beberapa zona diantaranya, Baturagung Range, Panggung Masif, Plopoh Range & Kambengan Range di bagian utara, Plateu batugamping berbentuk topografi karst (Gunung Sewu) di bagian selatan, serta cekungan antar gunung yaitu cekungan Wonosari dan cekungan Baturetno di bagian tengah . Kompleks Pegunungan Selatan berupa sebuah blok yang miring ke arah Samudera Indonesia (selatan), dimana pada bagian utaranya terdapat gawir-gawir yang memanjang relatif barat-timur. Hal ini terjadi karena adanya evolusi tektonik yang terjadi di Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga sekarang.
Menurut Sudarno (1997), ada 4 pola struktur yang berkembang Kompleks Pegunungan Selatan diantaranya : arah Timur laut – Barat daya, arah Utara – Selatan, arah Barat laut – Tenggara, arah Timur – Barat. Stratigrafi Kompleks Pegunungan Selatan tersusun oleh batuan vulkanik di bagian utara Kompleks dan batugamping (karst topography) di bagian timur Kompleks. Daerah penelitian sendiri yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Oyo yang berada di bagian selatan Kompleks Pegunungan Selatan tersusun atas batugamping. Terkait hal-hal tersebut di atas, geomorfologi Pegunungan Selatan tentunya berada dibawah pengaruh kendali faktor-faktor geologi (tektonik dan geomorfologi) yang saling berhubungan bahkan saling berinteraksi.
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini hampir membujur barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001).
Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001).
 Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung (± 706 m) dan G. Gajahmungkur (± 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 100 – 300 dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.
Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di bagian tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak (lihat Gambar 2.2). Sebagai endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping.
Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karts, yaitu bentang alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut dengan ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga, luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini membentang dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur.
Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang terkandung di antaranya Globorotalia plesiotumida Blow dan Banner, Globorotalia
merotumida, Globoquadrina dehiscens Chapman, Parr dan Collins, Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001).

Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.
Formasi Oyo umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil yang dijumpai antara lain Cycloclypeus annulatus Martin, Lepidocyclina rutteni Vlerk, Lepidocyclina ferreroi Provale, Miogypsina polymorpha Rutten dan Miogypsina thecideaeformis Rutten yang menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (Bothe, 1929). Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
Formasi Oyo – Wonosari
Formasi ini terutama terdiri-dari batugamping dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah bagian dari Pegunungan Selatan memanjang ke timur, membelok ke arah utara di sebelah Perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri – Baturetno.
Bagian terbawah dari Formasi Oyo – Wonosari terutama tersusun dari batugamping berlapis yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang terendapkan pada kondisi laut yang lebih dalam, seperti yang terlihat pada singkapan di daerah di dekat muara Sungai Widoro masuk ke Sungai Oyo. Di lapangan batugamping ini terlihat sebagai batugamping berlapis, menunjukkan sortasi butir dan pada bagian yang halus banyak dijumpai fosil jejak tipe burial yang terdapat pada bidang permukaaan perlapisan ataupun memotong sejajar perlapisan. Batugamping kelompok ini disebut sebagai anggota Oyo dari Formasi Wonosari.
Ke arah lebih muda, anggota Oyo ini bergradasi menjadi dua fasies yang berbeda. Di daerah Wonosari, semakin ke selatan batugamping semakin berubah menjadi batugamping terumbu yang berupa rudstone, framestone, floatstone, bersifat lebih keras dan dinamakan sebagai anggota Wonosari dari Formasi Oyo – Wonosari (Bothe, 1929). Sedangkan di barat daya Kota Wonosari batugamping terumbu ini berubah menjadi batugamping berlapis yang bergradasi menjadi napal yang disebut sebagai anggota Kepek dari Formasi Wonosari. Anggota Kepek ini juga tersingkap di bagian timur, yaitu di daerah depresi Wonogiri – Baturetno, di bawah endapan kuarter seperti yang terdapat di daerah Eromoko. Secara keseluruhan, formasi ini terbentuk selama Miosen Akhir
Struktur Geologi Pegunungan Selatan
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Pegunungan Selatan telah mengalami empat kali pengangkatan. Pola struktur geologi yang ada pada Pegunungan Selatan yaitu :
  1. Arah NE-SW, umumnya merupakan sesar geser sinistral yang terjadi akibat penunjaman lempeng Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh kelurusan sepanjang Sungai Opak dan Sungai Bengawan Solo.
  2. Arah N-S, sebagian besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali pada batas barat Pegunungan Selatan yang merupakan sesar turun.
  3. Arah NW-SE, umumnya merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan ketiga arah ini tampak sebagai pasangan rekahan yang terbentuk akibat gaya kompresi berarah NNW-SSE yang berkembang pada Pliosen Akhir.
  4. Arah E-W, sebagian besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya regangan berarah N-S dan berkembang pada Pleistosen Awal.
  
SUMBER
Maul. 2009. SEJARAH GEOLOGI ZONA PEGUNUNGAN SELATAN

JAWA TIMUR. http:// wingmanarrows. wordpress.com   /2009 /10 /     07/sejarah-geologi-zona-pegunungan-selatan-jawa-timur/

Anonim.2008.PEGUNUNGAN SERIBU WILAYAH KARST.
             
http://valensikautsar.blogspot..com/2008/12/pegunungan-seribu
            wilayah-karst.html
.

Anoim.2012.GEOLOGI REGIONAL PEGUNUNGAN SELATAN
            .http://wachidgeologist.wordpress.com/2012/05/16/geologi-
            regional-pegunungan-selatan/

http://eprints.undip.ac.id/20994/1/Devina_T.pdf

 

Kamis, 30 Mei 2013

Kondisi Lingkungan Raja Ampat



MAKALAH
KONDISI GEOLOGI LINGKUNGAN RAJA AMPAT




Disusun oleh:
                                    Alief Bagas Oktavian                     K5412005          
                                    Ana Pangesti                                  K5412008
                                    Daryanti                                          K5412023
                                    Ganang Eko W                              K5412033
                                    Izmia Noor Afianinda                   K5412036
                                    Khamdiyah                                     K5412039



PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013


KATA PENGANTAR

                                                                           
            Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Maha Tinggi  yang telah melimpahkan berkat, rahmat serta kasih penyertaannya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Geologi Indonesia ini dengan lancar.
            Didalam  pembuatan  Makalah  ini penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Namun berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak maka laporan ini dapat terselesaikan dengan maksimal. Maka dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Dosen pembimbing mata kuliah Geologi Indonesia
2.      Teman-teman yang telah membantu penyelesaian makalah ini dengan lancar.
Semoga amal kebaikan dari semua pihak yang telah penulis sebutkan akan mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa.
            Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih banyak kesalahan dan kekurangan karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kemajuan penulisan laporan ini.


                                                                                            Surakarta,  30 Mei 2013

                                                                                                          Penulis

PENDAHULUAN

            Secara geografis Kepulauan Raja Ampat terletak di Prosvinsi Papua Barat. Raja Ampat dinobatkan menjadi sebuah kabupaten pada tahun 2003 setelah sebelumnya masuk sebagai distrik atau salah satu kecamatan di Kabupaten Sorong. Raja Ampat sendiri  memiliki 610 pulau yang mana shanya terdapat sekitar 35 pulau yang sudah berpenghuni serta 4 pulau utamanya antara lain Pulau Waigeo, Pulau Salawati, Pulau Misool dan Pulau Batanta.
            Kondisi daripada Kepulauan Raja Ampat yang amat begitu beragam dalam hal proses pembentukannya serta keberagaman geologinya. Keberagaman geologi sendiri dapat diaartikan atau didefinisikan sebagai suatu variasi bentukan-bentukan geologi yang meliputi batuan, mineral, fosil, air dan juga struktur geologi, bentang alam serta proses geologi.
Latar Belakang
            Kepulauan Raja Ampat adalah merupakan daerah yang memiliki kondisi geologi yang unik dan luar biasa. Bagaimana tidak, Kepulauan yang terdiri dari empat pulau utama, yakni Pulau Misool, Pulau Salawati, Pulau Batanta dan Pulau Waigeo ini terdsusun atas batuan-batuan karst yang mana karst sendiri adalah merupakan hasil dari pelapukan-pelapukan organisme bawah laut seperti kerang. Ini berarti pada zaman sebelum terbentuknya Kepulauan Raja Ampat, kondisi Raja Ampat adalah berada di dalam perairan yang kemudian terjadi pergerakan yang mengakibatkan timbulnya pengangkatan terhadap Kepulauan Raja Ampat hingga seperti sekarang ini.
            Keberadaan Kepualauan Raja Ampat merupakan cerminan yang menarik dri proses geologi yang panjang pad awal proses pembentukannya. Secara geologi, terbentuknya kepulauan Raja Ampat tidak terlepas dari prmbentukan Pulau Papua yang berada pada bagian tepi lempeng Indo-Australia. Hal ini tentu saja menjadi ketertarikan tersendiri untuk lebih mendalami keadaan atau kondisi Kepulauan Raja Ampat dari awal terbentuk hingga seperti sekarang ini.
Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah yang di ambil dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
-          Bagaimana proses daripada terjadinya atau terbentuknya Kepulauan Raja Ampat ?
-          Bagaimana kondisi Kepulauan Raja Ampat ?
-          Bagaimana struktur batuan (litologi) yang menyusun Kepulauan Raja Ampat ?


PEMBAHASAN


Proses Pembentukan
Kepulauan Raja Ampat terbentuk oleh pergerakan lempeng Pasifik dan pembentukan laut dalam sekitar 231-163 juta tahun lalu atau lebih tepatnya pada Zaman Jura. Pada sekitar 125 juta tahun yang lalu atau pada Zaman Kapur Akhir benua Australia bergerak menuju arah utara dan membentuk busur kepulauan (Supriatna, 1995). Gerakan lempeng India-Australia bergerak sekitar 8 cm/tahun kea rah utara-timur laut dan lempeng Pasifik bergerak sekitar 10 cm/tahun ke barat-barat laut yang kemudian membentuk Sesar Sorong yang membelah Pulau Batanta dan Pulau Salawati. Zona atau Kawasan terdiri dari Pulau Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Misool, Pulau Kofiau, Pulau Salawati, Pulau Sayang, Pulau Gag, Pulau Kawe, Pulau Gam, Pulau Manuran, Pulau Mansuar dan pulau-pulau kecil lainnya disekitar zona tersebut, serta juga beberapa selat yaitu, Selatdampier, Selat Sagawin dan Selat Bougainville serta teluk-teluk antara lain Teluk Mayalibit, Teluk Kabui, Teluk Lilinta, Teluk Tomolol dan Teluk Nukari. Kawasan tersebut dikelilingi oleh Laut Seram di sebelah selatan, Laut Halmahera di sebelah barat serta Samudera Pasifik di sebelah barat dan timur.
Kedalaman laut (batimetri) terdalam, yaitu lebih dari 200 meter, terletak atau terdapat di tengah-tengah laut lepas antara Pulau Waigeo, Kofiau dan Misool (Dishidros, 1992). Sedangkan laut antara Pulau Misool dengan Salawati dan pulau-pulau disekitarnya memiliki kedalaman kurang dari 200 meter, sedangkan laut di sekitar Pulau Waigeo pada daerah teluk berkisar antara 3 hingga 55 meter dan pada daerah tanjung yang bertebing kedalamannya dapat mencapai 118 meter.


Karakteristik Pantai
Berdasarkan karakteristik pantai yang berupa kenampakan bentuk, lereng, batuan penyusun, relief serta proses-proses geodinamis yang terjadi, pantai Raja Ampat dibagi menjadi :
1)      Pantai Berpasir ; dicirikan dengan relief yang rendah, melengkung halus, pasir halus hingga kasar, pecahan cangkang kerang, karonat, berwarna putih, ditumbuhi oleh terumbu karang dan proses sedimentasi yang dominan. Tipe pantai seperti ini ditemukan di kampung-kampung antara Saonek, Waisai, Urbiansopen, Kapadiri, Selpele, Mutus dan Arborek di Pulau Waigeo serta Waigama, Atkari, Tomolol dan Lilinta di Pulau Misool.
2)      Pantai Bertebing ; dicirikan dengan relief sedang-tinggi, batu gamping putih, batuan beku basal, masif dan keras. Tinggi tebing dimulai dari 2 meter hingga 100 meter dengan kemiringan 20% hingga terjal. Proses geodinamis yang terjadi adalah pengangkatan, patahan, karstifikasi serta abrasi. Daerah pantai seperti ini dominan terdapat di Pulau Waigeo dan sekitarnya memanjang dari Teluk Kabui, Teluk Mayabilit, daerah antara Urbinasopen hingga Selpele dan juga dominan mengelilingi Pulau batanta, Pulau Batangpele, Pulau Kawe, Pulau Gag, Pulau Mansuar, Pulau Misool bagian selatan.
3)      Pantai Berlumpur ; dicirikan dengan relief rendah, berbentuk bersifatt deltaic, tersusun atas lumpur, lempung pasiran, organik, berwarna coklat hingga hitam, lunak dan basah. Pantai yang seperti ini antara lain ditemukan di Kalitoko di teluk Mayabilit, Kabare di Pulau Waigeo dan pantai antara Waigama hingga Atkari di Pulau Misool. Pada pantai yang seperti ini yang dominan adalah proses pengendapan serta hutan mangrove.
4)      Pantai Kerikil Pasiran ; dicirikan dengan relief yang rendah hingga sedang, tipe pantai berteluk dan bertanjung, batuan tersusun atas kerikil, pasir halus hingga kasar, batuan beku, berwarna hitam  keabu-abuan dan terletak tersebar di kaki perbukitan gunungapi purba. Tipe pantai ini dapat ditemukan di daerah Yensawai, Arefi dan Wailebet di Pulau Batanta dan Kalyam di Pulau Salawati.


Geomorfologi
Geomorfologi merupakan bentangalam mulai dari garis pantai hingga perbukitan di daratan diperlihatkan dalam bentuk kemiringan lereng, geometri, batuan, iklim dan curah hujan serta aktifitas dari manusia. Berdasarkan geomorfologinya, Raja Kepulauan Ampat dapat dibagi menjadi :
1)      Satuan Daratan Alluvial ; terdiri dari dataran pantai, rawa dan sungai. Kemiringan lereng kurang dari 15%, batuan tersusun atas lempung, lanau, pasir dan kerikil. Elevasi 0-10 meter, relief relief rendah, proses yang dominan adalah sedimentasi. Penggunaan lahan pada umumnya untuk permukiman serta ditumbuhi bakau. Dataran ini dapat ditemukan di Saonek, Waisai, Urbinasopen, Lamlam, Selpele, Mutus dan Arborek di Pulau Waigeo dan sekitarnya, Yensawai dan Arefi di Pulau Batanta, serta Waigama, Atkari, Tomolol dan Lilinta di Pulau Misool.
2)      Satuan Topografi Karst ; terdiri dari batuan batu gamping, terumbu karang dan kalkarenit. Kemiringan lereng sekitar 8% hingga terjal. Elevasi 0-650 meter, relief kasar, membulat, terdapat rekahan, celahan, gua-gua, sungai bawah tanah dan dolina-dolina. Proses alam yang terjadi adalah pengangkatan, patahan, karstifikasi. Pada beberapa tempat terdapat sungai bawah tanah antara lain Sungai Werabia di Pulau Waigeo dan Sungai Wartandip di Pulau Batanta. Pola antar sungai saling sejajar dan hanya berair ketika musim hujan. Tutupan lahan pada umumnya hutan lebat seperti di Pulau Waigeo sekeliling Teluk Mayalibit, Pulau Gam, Pulau Batanta dan bagian tengah dan timur dari Pulau Misool serta pulau-pulau kecil lainnya.
3)      Satuan Perbukitan Batuan Beku ; terdiri dari batuan ultrafamik yang bersifat palagos dan retas, kemiringan lereng 30% hingga terjal. Elevasi 0-920 meter, relief tingi, mempunyai gawir terjal. Proses goedinamis dominan yag terjadi adalah patahan, erosi serta pelapukan. Lahan gersang dan tidak tertutup oleh vegetasi. Penyebaran meluas pada bagian utara Waigeo, Pulau Kawe, Pulau Gag, Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun.
4)      Satuan Perbukitan Rendah Hingga Tinggi ; terdiri dari batuan sedimen dan interusi gunungapi. Kemiringan lereng 8% hingga lebih dari 30%, elevasi 0-500 meter, bentangalam bergelombang, relief rendah hingga kasar. Proses geodinamis yang paling dominan terjadi adalah patahan, erosi serta pelapukan intensif. Tersebar di Pulau Batanta, Pulau Misool bagian selatan dan Pulau Kofiau.


Tanah
Tanah merupakan hasi dari pelapukan batuan dan endapan transportasi yang terdapat pada bagian atas dari batuan (Top Soil). Hasil pelapukan dapat diklasifikasikan menjadi lapuk ringan, sedang dan lanjut. Tanah di Kepulauan Raja Ampat dapat dibagi menjadi beberapa jenis :
1)      Pasir Kerikil ; terdiri dari batuan gamping. Mempunyai vegetasi mengisi celahan batuan. Ketebalan 0-20 cm, ikatan semen terdiri dari pasir kerikil, berwarna coklat kekuningan, bersifat lepas-lepas, porositas sedang, daya dukung baik. Tersebar di sekeliling Teluk Mayalibit di Pulau Waigeo, Pulau Gam, Pulau Batanta dan bagian tengah dan timur dari Pulau Misool.
2)      Pasir Pantai dan Sungai ; berwarna putih dan hitam, berukuran halus sampai kasar, kerikil, bersifat lepas-lepas, porositas tinggi, terdapat cangkang kerang, mengandung karbonat, kuarsa dan batuan beku. Daya dukung sedang. Tersebar di permukiman-permukiman Saonek, Waisai, Urbinasopen, Lamlam, Selpele, Mutus dan Arborek di Pulau Waigeo dan sekitarnya, Yensawai dan Arefi di Pulau Batanta, Waigama, Atkari, Tomolol dan Lilinta di Pulau Misool.
3)      Lempung Lanauan Pasiran ; merupakan tempat terdapatnya substrat hutan rawa dan mangrove, berwarna hitam, lunak, plastisitas tinggi, mengandung bahan organic, berbau, jenuh air, bersifat tanah gambut dan daya dukung rendah. Penyebarannya terdapat disekitar garis pantai dan muara-muara sungai seperti Teluk Mayabilit, Lamlam dan Selpele di Pulau Waigeo, Yensawai di Pulau Batanta, Deer di Kofiau serta Waigama dan Usaha Jaya di Pulau Misool.
4)      Pasir Lempungan ; merupakan pelapukan lanjut dari batuan beku basa, serpentinit, rinjang, berwarna coklat kuning kemerahan, porositas sedang, tebal 0,5 sampai 20 meter. Lahan terlihat gersang vegetasi. Tersebar di bagian utara Pulau Waigeo, Pulau Kawe, Pulau Gag, Pulau Batangpele dan Pulau Manyaifun.
5)      Lempung Lanauan ; dicirikan dengan warna coklat kekuningan, lunak sampai agak padat, porositas sedang hingga tinggi, tebal antara 1 hingga 10 meter, tufaan, fragmen pecahan batu gamping, daya dukung sedang hingga baik. Lahan ditutupi hutan lebat. Tersebar di Waisai, Warsamdin, Urbinasopen di Pulau Waigeo dan meluas di Lilinta, Gamta, dan Usaha Jaya di Pulau Misool.
6)      Pasir Kerikilan bongkah ; merupakan produk dari batuan gunungapi, warna coklat tua, agak padat, porositas sedang hingga tinggi, tebal antara 1 hingga 5 meter, tufaan, breksi vulkanik, fragmen batuan beku, daya dukung sedang hingga baik. Tersebar di Pulau Batanta.


Batuan
Pengelompokkan batuan didasarkan atas survey tinjau (2006) dan disebandingkan dengan peneliti terdahulu yaitu Rusmana (1989), Amri (1990) dan Supriatna (1995). Berdasarkan studi aini penyeban dari batuan di pulau-pulau Raja AMpat dibagi menjadi:
1)      P. Kofiau, Batanta, Salawati dan sekitarnya, dimana pada pulau-pulau tersebut tersusun atas endapan Aluvium dan litoral, endapan danau. Kelompok batugamping Waigeo, Kais, Klamogun, Sagawin, Dayang, Koor dan Faumai. Batuan gunungapi Dore dan Batanta. Batuan konglomerat Sele dan Asbakin. Batuan ultramafik Sesar Sorong. Breksi Yefman. Formasi Klasaman, Klasafet, Arefi. Batupasir Formasi Sirga. Serpih Formasi Saranami, Waiyar, Tamrau dan Kemum. Ofiolit Gag. ArokosaKelompok Aifam. Granit Melariurna.
2)      P. Waigeo dan sekitarnya, pada beberapa pulau di sana tersusun atas batuan alluvium. Konglomerat Aneka Bahan dan Formasi Lamlam. Batugamping Waigeo, Puri dan Terumbu. Arkosa Formasi Yeben. Batulanau Rumai dan Tanjnng Bomas. Batuan gunungapi. Batuan Ultarmik.
3)      P. Misool dan sekitarnya, pada pulau ini tersusun atas batuan alluvium litoral. Betugamping Atkari, Openta, Zaag, Facet, Demu, Bogal. Anggota Batunapal Lios. Batupasir Daram. Batulanau Formasi Fafanlap. Formasi Serpih Keskain, Serpih Lilinta dan Yefbi. Batu Malihan Ligu.

Air Tanah
Air tanah adalahh air yang terdapat di bawah permukaan tanah. Berdasarkan keberadaannya air tanah di Kepulauan Raja Ampat dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu air tanah bebas, tertekan dan mata air.
1)      Air tanah bebas
Dapat dilihat pada sumur-sumur penduduk. Muka air tanah berkisar antara 0,5 hingga 2m di bawah muka tanah setempat. Ketebalan kolom air sekitar 0,5 hingga 1m. kualitas baik, berwarna bening dan terasa tawar. Air tanah bebas terdapat di beberapa daerah seperti Saonek, Waisai, Yensawai, Arefi di Pulau Batanta dan Waigana, Atkari, Tomolol dan Lilinta di Pulau Misool.
2)      Air tanah tertekan
Hingga saat ini masih belum dapat diketahui secara pasti bagaimana karakteristik air tanah tertekan ini. Dan masih belum diketahui pula data sekunder sehingga kita perlu adanya penelitian khusus tentang potensi air tanah.
3)      Mata Air
Adalah air tanah yang keluar ke permukaan tanah karena akuifer terpotong oleh topografi. Mata air ini ditemukan pada batas antara pelapukan tanah dengan batuan dasar. Beberapa mata air terdapat di Kabare, Warsamdin di Pulau Waigeo dan Kaliam di Pulau Salawati.
                           
Struktur Geologi
Tekanan tumbukan antara lempeng Indo-Australia denga lempeng Pasifik menghasilkan patahan dan lipatan yang disertai dengan pengangkatan serta penurunan. Hal ini terjadi pada Zaman Kapur akhir atau 125 juta tahun yang lalu. Proses Geologis ini terlihat jelas disekitar Teluk Mayalibit di Pulau Waigeo dan Teluk Tomolol hingga Teluk Lilinta di Pulau Misool yang dicirikan dengan kelurusan bukit-bukit, tebing dengan dinding yang terjal, retakan dan celahan batuan serta pulau-pulau kecil yang terpotong batuannya. Patahan-patahan ini merupakan jalan air masuk ke dalam batuan masif sehingga terbentuk cadangan air tanah dan juga tempat tumbuhnya tanaman. Tetapi patahan ini juga menjadi zona yang lemah dan retakan dimana batuan dapat bergerak.

Pengankatan, Penurunan dan Pelapukan
Di Pulau Waigeo, Pulau Kofiau, Pulau Misool dan  pulau-pulau kecil yang berada disekitarnya terdapat batuan laut dan juga fosil terumbu karang yang muncul menjulang ke atas daratan dan membentuk bukit-bukit. Cekungan yang ada yaitu Cekungan Salawati yang mengandung hidrokarbon terbentang dari ujung Pulau Papua di sekitar kepala burung, Pulau Salawati hingga lepas pantai utara Pulau Misool. Sedangkan pelapukan dipengaruhi oleh kondisi iklim, cuaca serta sifaat mineral batuan dasar. Pelapukan yang khas terjadinya endapan Nikel yang bernilai ekonomi tinggi yang berasal dari endapan laterit dari batuan beku ultra basa dengan ketebalan mencapai 20 meter. Tanah pelapukan ini pula merupakan media yang baik bagi tanaman sehingga dapat tumbuh subur.

Kegempaan
Pergerakan subduksi lempeng Indo-Australia yang menyusup lempeng Pasifik menjadikan atau menyebabkan wilayah Kepulauan Raja Ampat sebagai zona sumber gempa bumi lajur penunjaman Indonesia Timur. Besarnya intensitas atau tingginya tingkat kerusakan akibat gempa bumi sangat bergantung kepada jarak tempat tersebut terhadap sumber gempa bumi serta kondisi dari geologi setempat.



PENUTUP
           
            Berdasarkan telaah-telaah tentang geologi Kepulauan Raja Ampat, maka dapat disimpulkan bahwa :
1)      Kepulauan Raja Ampat terbentuk oleh pergerakan lempeng Pasifik dan pembentukan laut dalam sekitar 231-163 juta tahun lalu atau lebih tepatnya pada Zaman Jura.
2)      Kepulauan Raja Ampat terbentuk karena adanya pergerakan tektonik dari lempeng Indo-Australia yang bertemu dengan lempeng Pasifik.
3)      Struktur batuan atau kondisi batuan yang dominan yang terdapat pada Kepulauan Raja Ampat pada umumnya terdiri dari batu gamping atau karst dan memiliki tebing-tebing yang curam yang disebabkan karena proses abrasi terhadap batuan kapur.
4)      Secara geografis, letak dari Kepulauan Raja Ampat adalah berada diantara pertemuan lempeng Indo-Australia dengan lempeng Pasifik sehingga Kepulauan Raja Ampat merupakan daerah yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

-          Anonim.2006. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Irian Jaya Barat. Waigeo: Konsorsium Atlas Sumberdaya Pesisir Kabupaten Raja Ampat.
-          http://misteriusnya.blogspot.com/2012/07/sejarah-terbentuknya-pulau-papua.html?m
-          http://geologialampapua.blogspot.com/2010/13/12/kondisi-geologi-raja-ampat.html!r
-          Anonim.2004. Keunikan Kepulauan Raja Ampat. General Pustaka. Surabaya
-          http://www.keberagamangeologirajaampat.blogspot.com/2009/07/keunikan-fisiografis-raja-ampat.html