INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER
DI SEKOLAH
Disusun oleh:
Nama : Ana
Pangesti
NIM : K5412008
Prodi :
Pendidikan geografi
JURUSAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS
MARET
SURAKARTA
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Baik atau tidak karakter suatu
suatu bangsa , dapat dilihat dari para pemudanya. Karena pemuda bangsa atau
anak bangsa merupakan aset yang paling berharga bagi suatu bangsa, melebihi
berharganya intan dan berlian.
Pendidikan merupakan salah satu
cara untuk mencerdaskan suatu bangsa. Tidak semua pendidikan dapat membawa
bangsanya menjadi bangsa yang maju dan mempunyai karakter. Pendidikan yang
diharapkan adalah pendidikan yang dapat mencerdaskan anak bangsa sekaligus
mempunyai karakter. Supaya karakter juga tersampaikan kepada anak bangsa, maka
internalisasi karakter di sekolah perlu di adakan disemua sekolah-sekolah.
Dalam proses internalisasi karakter
dibutuhkan kerjasama dari semua pihak, tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab
sekolah. Namun proses internalisasi ini menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, sekolah, guru, siswa dan orangtua siswa.
Seperti yang kita ketahui,
mananamkan karakter tidak dapat dilakukan secara instan atau hanya sekali saja.
Penanaman ini perlu dilkukan secara terus-menerus secara berkesinambungan.
Internalisasi karakter di sekolah-
sekolah diharapkan mampu mencetak anak bangsa yang cerdas dan berkarakter,
serta memiliki nilai dan moral yang tinggi. Apabila hal ini sudah dapat dicapai,
suatu bangsa akan menjadi teladan bagi bagi negara-negara lain.
Dengan menjadi negara teladan bagi
negara-negara lain, negara tersebut yang bersangkutan akan menjadi pusat
perhatian. Setelah menjadi bangsa yang menjadi pusat perhatian, halangan yang
menjadi suatu bangsa untuk maju akan dengan mudah teratasi, karena mempunyai
relasi yang banyak dari negara-negara lain.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian dari karakter?
2. Apakah
pengertian dari pendidikan karakter?
3. Bagaimana
internalisasi karakter di sekolah?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian karakter
2. Mengetahui
pengertian pendidikan karakter
3. Mengetahui
internalisasi karakter di sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
karakter
Character isn’t inherited, One builds its daily by
the way one thinks and acts, thought by thought, action by action (Helen G.
Douglas)
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang
dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan,
pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Dengan demikian karakter
adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan
dalam perilaku (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010). Nilai-nilai yang unik,
baik itu kemudian dalam Disain Induk Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025
dimaknai sebagai tahun nilai kebaikan mau berbuat baik, dan nyata berkehidupan
baik.
Karakter menurut Sigmund Freud
adalah :
“Charancher is a strivingg system which uderly
behaviour”
Karakter diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang
mewujud dalam suatu sistem daya dorong (daya juang) yang melandasi pemikiran,
sikap dan perilaku yang akan ditampilkan secara mantap.
Menurut Zainal Aqib dalam bukunya yang berjudul
Pendidikan Karakter menyebutkan karakter harus diwijudkan melalui nilai-nilai
moral yang dipatrikan untuk menjadi semacam nilai instrinsik dalam diri kita,
yang akan melandasi sikap dan perilaku kita. Tentu karakter tidak datang dengan
sendirinya melainkan harus kita bentuk. Kita tumbuhkembangkan dan kita bangun
secara sadar dan sederhana.
Antonin Scalia (seorang hakim
tinggi di Amerika) mengatakan bahwa:
“The only thing in the world not for sale is character”
Karakter tidak dapat dibeli, padahal itu sangat
penting dan diperlukan didalam menentukan arah dan tujuan hidup kita. dengan
demikian karakter harus kita tumbuh kembangkan sendiri melalui pendidikan,
pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan. Semuanya dilandasi
dengan kesadaran dan kemauan kuat untukmengembangkannya.
Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai
atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis,
dan kompleksitas mental diri seseorang, suatu kelompok atau bangsa. Sementara
itu The Free Dictionary dalam situs
onlinenya yang dapat diunduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu
kombinasi kualitas atau ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau
suatu benda dengan yang lain. karakter juga didefinisikan sebagai suatu
deskripsi dari atribut, ciri-ciri atau kemampuan seseorang.
Robert Marine (1998) mengambil pendekatan yang
berbeda terhadap makna karakter, menurut dia karakter adalah gabungan yang
samar- samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan, yang membangun
pribadi seseorang.
Menurut Muchlas dan Hariyanto (2011), memaknai
karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik
karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan
orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari.
Karakter tertanam pada diri seseorang karena
dibentuk tahap demi tahap secara berkelanjutan. Karakter tidak dapat dibentuk
hanya dalam hitungan hari. Namun, karakter dibentuk saat masih dalam kandungan.
Setelah lahir karakter dibentuk dalam keluarga, orang tua sangat berperan
penting dalam pembentukan karakter anak. Karena ketika masih anak-anak akan
lebih mudah dalam membentuk karakter daripada ketika anak itu sudah beranjak
dewasa.
Karakter mudah dibentuk saat dalam lingkungan
keluarga belum ada pengaruh dari lingkungan luar. Ketika karakter terbentuk
dalam keluarga, seorang anak tidak mudah terpengaruh ketika berada dalam
lingkungan luar.
Pembentukan karakter disesuaikan dengan siapa yang
dibentuk. Anak SD dengan SMP tidak diperlakukan sama dalam pembentukan
karakter. Disesuaikan dengan umur dan perkembangan jaman.
B. Pendidikan
Karakter
Winton (2010), pendidikan karakter
adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan
nilai-nilai kepada para siswanya.
Burke (2001) pendidikan karakter
merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang
fundamental dari pendidikan yang baik.
Pendidikan karakter juga dapat
didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good
character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai
moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungannya dengan Tuhannya.
Definisi ini dikembangkan dari definisi yang dimuat oleh Funderstading (2006). Departemen Pendidikan Amerika Serikat
mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut: “ pendidikan karakter
mengajarkan kebiasaan b
Berfikir dan kebiasaan berbuat yang
dapat membantu orang-orang hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, sahabat,
tetangga, masyarakat, dan bangsa.” Menjelaskan pengertian tersebut dalam Brosur
Pendidikan Karakter( Character Education brochure) dinyatakan bahwa: “
Pendidikan karakter adalah suatu proses pembelajaran yang memperdayakan siswa
dan orang dewasa didalam komunitas sekolah untuk memahami, peduli tentang, dan
berbuat berlandaskan nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebajikan warga
(civic virtue) dan kewarganegaraan (citizenship), dan bertanggung jawab
terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain.”
Lickona (1991) mendefinisikan
pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang
memahami, peduli dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Secara
sederhana Lickona (2004) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang
dirancang secara sengaja untukmemperbaiki karakter para siswa. Sementara itu
Alfie Kohn, dalam Noll (2006) menyatakan bahwa pada hakikatnya” pandidikan
karakter dapat didefinisikan secara luas atau secara sempit. Dalam makna yang
luas pendidikan karakter mencangkup hampir seluruh usaha sekolah diluar bidang
akademisterutama yang bertujuan untuk membantu siswa tumbuh menjadi seseorang
yang memiliki karakter yang baik.dalam makna yang sempit pendidikan karakter
dimaknai sebagai sejenis pelatihan moral yang merefleksikan nilai tertentu”.
Menurut Scerenko (1997) pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana
ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong,dan diberdayakan melalui
keteladanan, kajian ( sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta
praktik emulasi ( usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang
diamati dan dipelajari).
Sementara itu Arthur dalam
makalahnya berjudul Tradisional
Approaches to Character Education in Britain dan America (Nucci dan
Narvaez, 2008), mengutip Anne Lockwood (1997) mendefinisikan pendidikan
karakter sebagai aktivitas berbasis sekolah yang mengungkap secara
sistematisbentuk perilaku dari siswa seperti ternyata dalam perkataanya:
Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap rencana sekolah, yang
dirancang bersama lembaga lain, untuk membentuk secara langsung dan sistematis
perilaku orang muda dengan mempengaruhi secara eksplisit nilai-nilai
kepercayaan non-relativistik (diterima luas), yang dilakukan secara langsung
menerapkan niilai-nilai tersebut.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan mejadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung
jawab.
Berdasarkan fungsi pendidikan nasional,
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa seharusnya berdampak
pada watak/bangsa Indonesia. Fungsi ini amat berat untuk dipikul oleh
pendidikan nasional, terutama apabila dikaitkan dengan siapa yang
bertanggungjawab untuk keberlangsungan fungsi ini.
“Mengembangkan kemampuan” dapat
dipahami peserta didik adalah manusia yang potensial dan dapat dikembangkan
secara optimal melalui proses pendidikan. Artinya setiap layanan pendidikan
yang ada di Indonesia harus di persepsi secara sama bahwa peserta didik itu
memilki potensi yang luar biasa dan perlu difasilitasi melalui proses
pendidikan untuk mengembangkan potensinya.
Dalam pendidikan karakter,
kemampuan yang dikembangkan pada peserta didik melalui persekolahan adalah
berbagai kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang
berketuhanan dan mengemban amanah sebagai pemimpin dunia.
“Membentuk watak ” fungsi ini
mengandung makna bahwa pendidikan nasional harus diarahkan pada pembentukan
watak.pendidikan yang berorientasi pada watak merupakan suatu hal yang tepat.
Istilah dalam perlakuan watak disini perlu diperjelas, apakah watak itu harus
“dikembangkan”, “dibentuk”, atau “difasilitasi”. Perspektif pedagogik, lebih
memandang bahwa pendidikan itu mengembangkan /menguatkan/memfasilitasi watak
bukan membentuk watak. Jika watak dibentuk, maka tidak ada proses
pendidikan/pedagogik, yang terjadi adalah pengajaran. Terjadinya proses pendidikan harus ada
kebebasan peserta didik sebagai subjek didik, bukan sebagai objek.
Fungsi “peradaban bangsa”, dipahami
bahwa pendidikan itu selalu dikaitkan dengan pembangunan bangsa Indonesia
sebagai suatu bangsa. Pendidikan berfungsi untuk menjadikan manusia menjadi
terdidik. Manusia terdidik akan menjadikan bangsa yang beradab. Bangsa yang
beradab merupakan dampak dari pendidikan yang menghasilkan manusia terdidik.
Platform pendidikan karakter bangsa
Indonesia telahdipelopori oleh tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang
tertuang dalam tiga kalimat yang berbunya:
Ing
ngarsa sung tuladha
Ing
madya mbangun karsa
Tut
wuri handayani
Ing
ngarsa sung tuladha (Di depan
memberikan teladan). Ketika berada di depan seorang guru memberikan contoh,
teladan, dan panutan kepada peserta
didiknya. Karena guru adalah sebagai seorang yang terpandang dan terdepan atau
berada di depan para peserta didiknya, guru senantiasa memberikan
panutan-panutan yang baik sehingga dapat di jadikan teladan bagi para peserta
didiknya.
Ing
madya mbangun karsa (Ditengah membangun kehendak). Ketika
berada di tengah seorang guru penyatu tujuan dan cita-cita peserta didiknya. Seorang
guru diantara peserta didiknya berkonsolidasi memberikan bimbingan dan mengambil
keputusan dengan musyawarah dan mufakat yang mengutamakan kepentingan peserta
didik di masa depannya.
Tut
wuri handayani (Di belakang memberikan dorongan). Guru
yang memiliki makna “digugu lan ditiru”(dipercaya dan dicontoh) secara tidak
langsung juga memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Oleh
karena itu, profil dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang
dapat membawa peserta didiknya kearah pembentukan karakter yang kuat. dalam
konteks ini guru berperan sebagai teladan peserta didiknya.
C. Perkembangan
Peserta Didik
Perkembangan peserta menjadi hal penting yang perlu
diperhatikan sebelum dilakukan proses internalisasi di sekolah.
Secara sederhana, Seifert & Hoffnung (1994)
mendefinisikan perkembangan sebagai “long-term changes in a person’s growth,
feelings, patterns of thinking, social relationships, and motor skills.”
Sementara itu, Chaplin (2002)mengartikan perkembangan sebagai:
1. Perubahan
yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati
2. Pertumbuhan
3. Perubahan
dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah kedalam
bagian-bagian fungsional
4. Kedewasaan
atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari.
Menurut Reni Akbar Hawadi (2001), “perkembangan secara luas menu juk
pada keseluruhan proses perubahan dari
potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan
ciri-ciri yang baru. Di dalam istilah perkembangan juga tercangkup konsep usia,
yang diawali dari saat pembuahan dan berakhir dengan kematian.”
Dari beberapa pengertian perkembangan
diatas menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa, perkembangan adalah
pertumbuhan yang secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi jasmaniah
dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap pematangan melalui
pertumbuhan, pemasakn dan belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan antara lain:
1. Faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri individu
Faktor –faktor di dalam
diri yang berpengaruh terhadap perkembangan individu antara lain, bakat atau
pembawaan, sifat-sifat keturunan, dorongan dan insting.
2. Faktor-Faktor
yang berasal dari luar diri individu
Diantara faktor-faktor
luar yang mempengaruhi perkembangan individu adalah makanan, iklim, kebudayaan,
ekonomi dan kedudukan anak dalam lingkungan keluarga.
Dalam menanamkan pendidikan karakter
diperlukan pemahaman tentang perkembangan peserta didik. Seorang pendidik yang
baik dapat memahami perkembangan peserta didiknya. Dengan mengetahui
perkembangan peserta didiknya, seorang guru akan mudah dalam menyampaikan
pendidikan karakter kepada peserta didiknya.
D. Internalisasi
Pendidikan Karakter di Sekolah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
internalisasi diartikan sebagai penghayatan, pendalaman, penguasaan secara
mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan sebagainya (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1989 : 336).
Internalisasi diartikan sebagai
penggabungan atau penyatuan sikap, standart tingkah laku, pendapat dan
seterusnya di dalam kepribadian. Freud yakin bahwa superego, atau aspek moral
kepribadian berasal dari internalisasi sikap-sikap parental (orang tua).
(Chaplin, 2002 : 256).
Dalam proses internalisasi yang
dikaitkan dengan pembinaan peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap yang
mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi (Muhaimin, 1996 : 153),
yaitu:
a. Tahap Transformasi Nilai : Tahap ini merupakan
suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik. Pada
tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik
atau anak asuh.
b. Tahap Transaksi Nilai : Suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan
komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang
bersifat interaksi timbal-balik.
c. Tahap
Transinternalisasi : Tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap transaksi. Pada tahap
ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan
kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan secara
aktif (Muhaimin, 1996 : 153).
Nilai-nilai yang diinternalisasikan adalah yang berkaitan dengan olah
pikir (agar anak cerdas), olah hati (religius, jujur, bertanggung jawab),
olahraga (bersihdan sehat), olah rasa dan karsa, peduli dan kreatif yang
muaranya menuju nilai-nilai luhur dan perilaku berkarakter.
Proses internalisasi pendidikan karakter di sekolah tidak dapat dilakukan
secara instan, namun secara bertahap sedikit demi sedikit dan dilakukan secara
terus- menerus atau secara berkelanjutan. Dalam mengiternalisasi pendidikan
karakter di sekolah-sekolah dapat dilakukan berbagai cara, tergantung dari
sekolah tersebut dalam mengemasnya.
Contoh sekolah-sekolah yang menginternalisasikan pendidikan karakter
kepada peserta didiknya, diataranya:
1.
Sekolah Dasar Insan Teladan,
Bogor
Program- program SD Insan Teladan yang sangat berpengaruh terhadap
perubahan karakter adalah duduk hening, integrasi nilai kemanusiaan kedalam
mata pelajaran, dan kelas integrasi khusus yang menghubungkan satu tema
tertentu dengan banyak mata pelajaran.
Setiap pagi, sebelum memulai pelajaran seluruh siswa wajib mengikuti
pelajaran, seluruh siswa wajib mengikuti kegiatan duduk hening. Seperti
namanya, siswa diajak duduk tenang bersila. Dalam keadaan mata terpejam, mereka
mengatur nafas sembari meresapi makna kalimat-kalimat yang diungkapkan guru
pembimbing mereka. Acara ini berlangsung selama sekitar 10 menit.
Dalam duduk hening tersebut, siswa diminta menegakkan badan dan mengatur
nafas secara perlahan-lahan dan
berkosentasi.
2.
MTs Negeri Kebumen 1
Salah satu sekolah menengah berbasis agama yang berada di kota Kebumen
ini, menerapkan pendidikan karakter. Internalisasi pendidikan karakter pada
sekolah ini melalui peraturan-peraturan baik tertulis maupun peraturan yang
tidak tertulis. Selain melalui peraturan, dilakukan melalui para pendidiknya atau para guru dengan
memasukan pendidikan karakter saat pelajaran, namun secara tersirat sehingga
para peserta didik tidak menyadarinya.
Diantara proses internalisasi pendidikan karakter di MTs N Kebumen 1
adalah sebelum pelajaran dimulai berdoa terlebih dahulu dilanjutkan pembacaan
juz amma. Hal ini dilakukan secara terus-menerus. Sehingga peserta didik akan
terbiasa berdoa ketika hendak melakukan apapun. Ketika pelajaran guru disamping
menyampaikan materi juga memberikan pendidikan karakter berupa nilai-nilai
moral kehidupan yang diselipkan pada saat penyampaian materi.
Pendidikan karakter banyak disampaikan para guru kepada peserta didiknya.
Dengan demikian para guru menjadi contoh para peserta didiknya.
3.
MAN Insan Cendekia Serpong
Sekolah yang berbasis agama ini, mananankan dan mengembangkan pendidikan
karakter yang kuat. Kebiasaan yang ditanamkan para siswa MAN Insan Cendekia
yang sudah menjadi karakter diantara adalah salam, senyum dan sapa. Karakter
itu ditanamkan sejak awal masuk menjadi siswa MAN Insan Cendekia, setiap
bertemu dengan teman, guru, CS atau siapa pun harus memberi salam, senyum dan
menyapa. Di awal-awal banyak siswa yang
masih kaku karena belum terbiasa, namun seiring dengan berjalannya waktu dan di
lakukan setiap hari, salam, senyum dan sapa melekat kuat pada siswa. Tidak hanya di
sekitar sekolah saja diluar sekolah ketika berada dilingkungan masyarakat
karakter itu terbawa.
MAN Insan Cendekia merupakan sekolah yang menerapkan sekolah dengan wajib
berasrama. Setiap siswa yang diterima sekolah disana wajib berasrama dan
mematuhi semua peraturan yang ditetapkan. Pada sekolah ini terdapat
peraturan-peraturan yang bertujuan untuk membentuk karakter siswanya.
Beberapa peraturan
yang di tetapkan pada MAN Insan Cendekia antara lain:
1.
Wajib mengikuti pembelajaran
selama jam pelajaran berlangsung. Bagi siswa yang asben tidak mengikuti
pelajaran, mudah untuk mengontrol keberadaan siswa tersebut karena termasuk
lingkungan berasrama.
2.
Saat ulangan dilarang mencontek
baik pekerjaan teman ataupun mencontek dari buku. Jika mencontek konsekuensinya
nilainya nol (0). Sehingga siswa akan berfikir panjang dulu jika mau menyontek
saat ulangan. Peraturan ini berhasil diterapkan di MAN Insan Cendekia.
Peraturan ini membuat suasana saat ulangan berlangsung tenang, gurupun tidak
perlu lagi menunggu siswanya yang sedang ulangan, karena nilai tidak mencontek
sudah menjadi karakter yang membudaya. Guru sudah memberi kepercayaan kepada
siswanya, begitupun siswanya memegang kapercayaan itu.
3.
Sebelum masuk jam pelajaran,
semua siswa berkumpul dulu di depan asrama untuk melakukan apel pagi. Apel pagi
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengecek apakah semua siswa sudah berangkat
atau belum. Peraturan yang seperti ini demi membentuk karakter disiplin bagi
siswa.
4.
Reguler atau izin keluar
diberikan sekali setiap dua minggu dengan berselang seling laki-laki dan
perempuan. Peraturan ini dibuat dengan tujuan agar para siswanya disiplin, dan
mencegah pertemuan laki-laki dan perempuan.
5.
Menghormati orang yang lebih tua,
dengan memberi salam jika bertemu, menyapa dan tersenyum.
6.
Setiap hari siswa ditanamkan
karakter dengan wajib solat lima waktu bejamaah dimasjid. Jika melanggar
peraturan itu akan mendapat sanksi yang sudah ditetapkan.
Selain
internalisasi karakter seperti yang dicontohkan diatas dalam bentuk peraturan
umumnya, proses internalisasi dapat dilakukan dengan menyelipkan saat pelajaran
berlangsung tanpa siswa diketahui oleh para siswanya, jika sang guru sedang
memberikan pendidikan karakter. Untuk contoh: ketika sedang pelajaran geografi,
tugas guru selain menyampaikan materi juga memberikan pendidikan karakter yang
sesuai dengan mata pelajaran yang sedang diajarkan.
Pendidikan karakter di sekolah memili
tujuan sebagai berikut:
1. Menguatkan
dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu
sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan.
2. Mengoreksi
perilaku peserta didik yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang dikembangkan
oleh sekolah.
3. Membangun
koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung
jawab pendidikan karakter secara bersama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses
internalisasi pendidikan karakter disekolah-sekolah sangat penting dan
diperlukan bagi peserta didik. Pendidik berperan penting dalam pendidikan
karakter dengan didukung orang tua para peserta didik. Pendidikan karakter disesuaikan
dengan tingkat sekolahnya. Diperlakukan sesuai dengan tingkatannya. Pendidikan
karakter di sekolah-sekolah merupakan kelanjutan dari pendidikan karakter
keluarga. Pendidikan karakter bersifat berkelanjutan dan dilakukan tahap demi
tahap.
DAFTAR PUSTAKA
Samani, Muchlas
dan hariyanto.2012.Konsep dan Model
Pendidikan
Karakter.Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Aqib, Zainal.2011.Pendidikan Karakter Membangun Perilaku
Positif Anak
Bangsa.Bandung:
Yrama Widya
Desmita.2009.PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK.Bandung:
PT
Remaja Rosdakarya
Kesuma, Dharma;
Triatna, Cepi; Permana, Johar.2011. Pendidikan
Karakter.
Bandung:
PT Remaja Rosdakarya