Senin, 27 Mei 2013

Analisis Permukiman Kumuh Kelurahan Pucang Sawit, Surakarta





PERSEMBAHAN

·         Sebagai salah satu ibadah kami kepada Allah SWT yang selalu memberi kami rahmat-Nya yang tak pernah terhitung.
·         Sebagai tanda bakti kepada orang tua kami masing-masing yang selama ini selalu mendukung dan mendoakan kami.
·         Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Geografi Kota yang dibimbing oleh Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si
·         Sebagai tanda kasih kepada teman-teman Pendidikan Geografi angkatan 2012 yang selama ini berjuang bersama. Semoga semakin solid!


KATA PENGANTAR

Jumlah penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun menyebabkan semakin bertambah pula kebutuhan penduduk. Kebutuhan yang harus dipenuhi minimal kebutuhan pokok. Sandang, pangan dan papan menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
Pada karya ilmiah kali ini lebih menekankan pada kebutuhan pokok papan. Kumpulan dari papan-papan yang ditempati penduduk dikenal dengan permukiman penduduk. Kumpulan papan-papan atau permukiman penduduk dikelompokkan menjadi permukiman non kumuh dan permukiman kumuh. Diantara permukiman non kumuh dan permukiman kumuh, permukiman kumuh yang menjadi suatu masalah yang perlu diatasi.
Permukiman kumuh di daerah manapun menjadi suatu masalah yang tidak bisa disepelekan. Permukiman kumuh umumnya dihuni oleh penduduk yang mempunyai penghasilan rendah dan tidak tetap. Dengan penghasilan yang rendah dan tidak tetap, menandakan kesejahteraan pada darah pemukiman kumuh masih kurang. Sebagian besar dari mereka hanya memikirkan bagaimana mereka cukup untuk makan sehari-harinya. Masalah permukiman kumuh yang mereka tempati kurang diperhatikan oleh penduduk kumuh itu sendiri.
Dampak dari pemukiman kumuh tidak hanya dirasakan oleh penduduk yang menghuni permukiman kumuh saja, namun daerah disekitar dan lingkungan sekitar terkena dampak dari permukiman kumuh. Untuk mencegah semakin bertambahnya permukiman kumuh dari tahun ketahun, dibutuhkan kerjasama dari semua pihak. Pertama dari kesadaran masyarakat daerah permukiman kumuh dengan didukung oleh masyarakat daerah sekitar dan pemerintah.
Daerah yang akan di kaji pada karya ilmiah kali ini, akan dibahas suatu daerah yang mempunyai perubahan permukiman kumuh menuju kearah yang lebih baik. Dari tahun ketahun permukiman kumuh mengalami pengurangan. Berkurangnya permukiman berkat kerjasama beberapa pihak dan dipengaruhi oleh beberapa pihak.
Demikian gambaran sekilas tentang karya ilmiah yang berjudul “ANALISIS PERMUKIMAN KUMUH DI KELURAHAN PUCANG SAWIT KECAMATAN JEBRES SURAKARTA”.  Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami maupun menganalisis fenomena permukiman yang sekarang banyak terjadi di kota-kota besar, khususnya Kota Surakarta.
                      Penulis
Surakarta, 18 Mei 2013



 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Di kota-kota besar di negara-negara dunia biasa ditemukan adanya permukiman kumuh. Adanya permukiman kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan, yang antara lain disebabkan oleh adanya urbanisasi berlebih di kota-kota tersebut.
Secara umum, permukiman kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu kawasan permukiman atau pun bukan kawasan permukiman yang dijadikan sebagai tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi substandar atau tidak layak yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Kondisi fasilitas hunian atau perumahan penduduk yang tidak memadai atau tidak memenuhi kebutuhan pokok kehidupan penduduk dalam menopang hidupnya, biasanya merupakan pertanda dari kekacauan ekonomi maupun politik yang tengah dihadapi masyarakat tersebut, demikian pula perumahan yang tidak mencukupi dan tidak memberikan jaminan keamanan akan mengarah pada ketidakstabilan ekonomi dan politik yang akan menghambat pembangunan ekonomi (http://www.habitat.com, 2006).
Kawasan yang sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah permukiman di banyak kota besar, oleh penduduk miskin yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah jembatan.
Dalam kenyataannya perkembangan permukiman kumuh dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan. Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan tidak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk alami semata, tetapi juga karena banyaknya pendatang baru baik dari daerah perdesaan maupun perkotaan di sekitarnya (Yunus: 2001). Di Indonesia sendiri, berdasarkan Survei Penduduk tahun 2010 pertumbuhan penduduk Indonesia relatif masih tinggi yakni 1,5%-2% per tahun. Pertumbuhan penduduk ini kebanyakan terjadi di kota-kota besar yang kemudian mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk perumahan juga semakin meningkat. Hal ini yang menyebabkan lahan-lahan di perkotaan memiliki harga yang semakin melambung tinggi. Akibat tingginya harga lahan untuk perumahan, penduduk sekitar melakukan pemadatan dalam membangun rumah di permukiman (densifikasi). Karena daerah pemukiman dengan rumah-rumah yang padat hampir tak ada sela ini membuat kondisinya menjadi kumuh dan tidak tertata. Menurut catatan PBB tahun 2005, sekitar 1 (satu) milyar jiwa penduduk di seluruh dunia hidup di permukiman kumuh. Sedang di Indonesia pada tahun 2000, permukiman kumuh mencapai lebih dari 47 ribu hektar dan meningkat hingga mencapai 58,7 ribu hektar pada tahun 2005. Terbentuknya permukiman kumuh (slum area) dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan karena dapat menjadi sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang seperti kejahatan dan sumber penyakit sosial lainnya.
Namun hal ini berbanding terbalik dengan permukiman kumuh yang ada di bantaran sungai Bengawan Solo, tepatnya di Kelurahan Pucang Sawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Di Kelurahan Pucang Sawit ini terjadi pengurangan jumlah rumah di permukiman kumuh yang disebabkan oleh pembentukan meander sungai Bengawan Solo. Pembentukan meander sungai Bengawan Solo menyebabkan berkurangnya lahan yang digunakan untuk permukiman kumuh.

B. Tujuan Penilitian
          Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permukiman kumuh di Kota Surakarta pada tahun 2002, 2004, 2008 dan 2011. Dapat pula tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1.      Mengkaji permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kota Surakarta pada tahun 2002, 2004, 2008, dan 2011, dan faktor-faktor dominan yang menjadi penyebab terjadinya permukiman kumuh tersebut.
2.      Mengkaji proses terjadinya permukiman kumuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
3.      Memprediksi  permukiman kumuh di Kota Surakarta pada tahun selanjutnya.
4.      Mengkaji dampak-dampak dari adanya permukiman kumuh di Kota Surakarta tersebut.

C. Kerangka Teori
          Munculnya permukiman kumuh di bantaran sungai Bengawan Solo, tepatnya di Kelurahan Pucang Sawit, Kecamatan Jebres, Surakarta disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor fisik dan faktor nonfisik. Faktor fisik lebih cenderung pada tersedianya lahan di perkotaan yang semakin berkurang menyebabkan para penduduk membuat permukiman di lahan-lahan yang tidak diperuntukkan, contohnya bantaran sungai, sawah, rawa dan lahan terbuka lainnya. Sedang faktor nonfisik disebabkan karena tingginya harga lahan untuk membuat perumahan menjadikan para penduduk, khusunya penduduk dengan tingkat ekonomi menengah kebawah bermukim di daerah-daerah yang ilegal karena ketidakmampuan untuk membeli lahan-lahan tersebut. Karena keterbatasan lahan maka dibuatlah pemadatan bangunan (densifikasi). Pemadatan inilah yang menjadi sebab utama permukiman menjadi kumuh dengan kualitas lingkungan yang sangat rendah.
            Namun, dari tahun ke tahun permukiman kumuh yang ada di bantaran sungai Bengawan Solo semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena terjadinya pembentukan meander sungai Bengawan Solo serta adanya penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah kota Surakarta terhadap para pemukim yang berada di Kelurahan Pucang Sawit tersebut. Berkurang jumlah pemukim di permukiman kumuh Kelurahan Pucang Sawit membawa dampak baik, baik untuk lingkungan maupun untuk kehidupan sosial masyarakatnya. Dampak bagi lingkungan yang sangat nyata dirasakan adalah membaiknya kualitas lingkungan di kawasan bantaran sungai Bengawan Solo. Karena semenjak adanya perpindahan penduduk yang menempati kawasan bantaran sungai ini sampah hasil rumah tangga yang dihanyutkan ke sungai menjadi sangat berkurang serta lahan yang ada di sekitar bantaran sungai dapat dimanfaatkan sebagai lahan konservasi dengan menanam beberapa pohon. Selain untuk lingkungan, dampak berkurangnya perumahan yang menempati permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit sendiri pada bidang sosial, diantaranya semakin membaiknya hubungan antarwarga karena berada dalam lingkup kehidupan yang semakin membaik. 




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Permukiman Kumuh
Untuk menghindari kerancuan dalam pembahasan mengenai permukiman kumuh kali ini, maka terlebih dahulu memahami arti permukiman kumuh itu sendiri untuk mempermudah pola pikir dalam analisis. Selain itu, juga dengan mengerti arti dari permukiman kumuh dapat membatasi topik pembicaraan dalam karya ilmiah ini.
Beberapa konsep yang menyangkut permukiman menurut Finch (19570), Settlement atau permukiman adalah kelompok satuan tempat tinggal atau kediaman manusia, mencakup fasilitasnya seperti bangunan rumah, serta jalur jalan dan fasilitas lain yang digunakan sebagai pelayanan manusia tersebut. Dari batasan tersebut jelas bahwa permukiman bukan hanya kelompok bangunan tempat tinggal saja, tetapi di dalamnya juga termasuk semua sarana dan prasarana penunjang kehidupan penghuninya.
Pertumbuhan penduduk yang sangat signifikan dari tahun ke tahun di daerah perkotaan, baik karena pertumbuhan alami ataupun pertambahan penduduk akibat migrasi masuk yang tinggi, menyebabkan ketersediaan lahan di kota mengalami kelangkaan. Kelangkaan lahan ini berimbas pada harga lahan untuk bangunan, baik perumahan atau bukan, menjadi sangat tinggi. Harga lahan yang tinggi kemudian memaksa para penduduk dengan tingkat ekonomi yang rendah mencari lahan untuk membangun rumah mereka di atas lahan-lahan yang tidak sesuai peruntukkannya, bahkan lebih sering di bangun di atas lahan yang illegal. Karena terbatasnya lahan-lahan illegal inilah menyebabkan para penduduk membangun rumahnya dan rumah tetangga-tetangganya hampir tak ada jarak (dipadatkan). Salah satu sebab adanya permukiman kumuh ini adalah pemadatan tersebut. Pemadatan tersebut menyebabkan kualitas lingkungan yang buruk (lingkungan menjadi kotor), kebutuhan akan air bersih kurang memadahai, ruang terbuka yang hampir tidak ada serta dampak-dampak buruk lainnya.  
Seperti yang telah disinggung di atas, hampir sama dengan Johan Shilas yang menjelaskan bahwa permukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh.
Menurut Grimes (1976) dan Drakakis-Smith (1980), mengartikan bahwa permukiman kumuh adalah kompleks permukiman yang secara fisik ditandai oleh bentuk rumah kecil-kecil dengan kondisi lingkungan yang buruk, pola settlement yang tidak teratur serta kualitas lingkungan yang rendah dan juga minimnya fasilitas umum.
Socki (1993) mendefinisikan permukiman kumuh berdasarkan ciri-ciri fisiknya, antara lain sebagai berikut.
1)      Tingginya tingkat kepadatan penduduk lebih dari 1.250 jiwa per hektar.
2)      Kepadatan bangunan juga cukup tinggi hingga mencapai 250 atau lebih rumah per hektarnya.
3)      Ukuran bangunan yang kecil-kecil antara 25 meter persegi bahkan kurang.
4)      Tata letak yang tidak teratur.
5)      Sanitasi jelek serta kualitas bangunan yang jelek.
Selain ciri-ciri yang dijelaskan tersebut, ciri lain yang juga sering berkaitan dengan permukiman kumuh adalah kawasan industri, sekitar badan air, sepanjang rel kereta api serta sekitar daerah pusat kegiatan.
Dari beberapa penjelasan mengenai permukiman kumuh di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa permukiman kumuh yang dimaksud dalam karya ilmiah ini adalah seluruh satuan tempat tinggal atau kediaman manusia (mencakup seluruh sarana dan prasana penunjang kehidupannya) yang kondisinya sangat buruk dan berada di atas lahan yang tidak sesuai peruntukkannya (illegal), dalam hal ini adalah daerah bantaran sungai.

B. Analisis Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan    Jebres, Surakarta

      1)      Penyebab Munculnya Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta
Kota Surakarta merupakan salah satu wilayah yang memiliki beberapa daya tarik tersendiri, baik itu karena Kota Surakarta merupakan salah satu kota budaya, maupun karena semakin majunya bidang-bidang kehidupan yang ada di Kota Surakarta. Daya tarik ilnilah yang menjadi pendorong bagi para migran untuk berpindah ke Kota Surakarta, baik karena kepentingan ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Begitu juga dengan para pemukim yang ada di permukiman kumuh Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta.
Mengacu pada pendapat Clinord (1978) yang mengatakan bahwa penyebab adanya permukiman kumuh yaitu karena adanya pengaruh pertambahan penduduk terutama kepadatannya, sebagai akibat urbanisasi, kemiskinan kebudayaan dan kemauan politik. Permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit bermunculan akibat bertambahnya penduduk yang sebagian besar adalah para pendatang di daerah tersebut. Jumlah penduduk yang terus bertambah akibat migrasi masuk ke Kota Surakarta yang tinggi namun tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan untuk permukiman, menyebabkan para pendatang tersebut membangun rumah di bantaran sungai Bengawan Solo yang notabene merupakan kawasan yang illegal untuk permukiman. Selain itu tingginya harga lahan juga menjadi salah satu faktor munculnya permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit. Faktor geografi yang lebih mengacu pada ketersediaan lahan yang minim untuk permukiman dan faktor ekonomi yang lebih menekankan pada harga lahan yang tinggi, merupakan dua faktor penyebab adanya permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit.
a. Faktor geografi
Sebagaimana umumnya perkembangan kota-kota lain di Indonesia, Kota Surakarta juga mengalami perkembangan dalam beberapa aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Perkembangan tersebut salah satunya ditandai dengan adanya dominasi jenis-jenis penggunaan lahan oleh kawasan perkotaan. Arah kegiatan utama dari kawasan perkotaan adalah sebagai pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, perekonomian, sosial dan lain-lain. Akibatnya ketersediaan lahan untuk menampung penduduk di Kota Surakarta yang terus meningkat menjadi sangat minim. Lahan-lahan di sekitar bantaran sungai Bengawan Solo akhirnya menjadi tempat bagi para pendatang untuk membangun tempat tinggalnya, baik yang menetap maupun sementara.
Namun lahan-lahan illegal yang digunakan untuk membuat permukiman tersebut luasnya tidak memadahi, maka dibuatlah permukiman dengan rumah-rumah yang jaraknya berdekatan (padat).
b. Faktor Ekonomi
Karena tingginya angka migran yang masuk ke Kota Surakarta, khususnya Kelurahan Pucang Sawit menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal menjadi hal yang sangat pokok. Akan tetapi, semakin menyempitnya lahan untuk permukiman menyebabkan harga tanah semakin mahal. Para pendatang baru yang pada umumnya merupakan para penduduk dengan tingkat ekonomi yang rendah akhirnya mau tidak mau menggunakan lahan-lahan illegal yang tidak diperuntukkan, untuk membangun rumah-rumah mereka.

           2)      Persebaran Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan    Jebres, Surakarta
Pada bagian ini membahas mengenai persebaran permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit, Kecamatan Jebres, Surakarta pada tahun 2002, 2004 2008 dan 2011 melalui pengamatan Peta Tentatif Kualitas Permukiman Kumuh Kelurahan Pucang Sawit. 


Gambar 1.1: Peta Tentatif Kualitas Permukiman Kumuh
Kelurahan Pucang Sawit.

TAHUN 2002
TAHUN 2004

TAHUN 2008

TAHUN 2011

Dari Gambar 1.1 yang memuat peta tentatif Kelurahan Pucang Sawit pada tahun 2002, 2004, 2008 dan 2011 tersebut, dapat kita analisis beberapa hal mengenai permukiman kumuh yang ada disana. Dapat diamati dari peta tentatif tahun 2000 dan 2004 bahwa permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit dalam kurun waktu 2002-2004 jumlahnya semakin bertambah. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah pendatang yang menempati wilayah Kelurahan Pucang Sawit dari tahun ke tahun semakin bertambah. Namun pada tahun 2008 jumlahnya semakin berkurang yang disebabkan oleh adanya penggusuran (relokasi) oleh Pemerintah Kota Surakarta. Pengurangan tersebut tidak semena-mena langsung menghilangkan permukiman kumuh dari area tersebut. Karena dari gambar peta tentatif tahun 2008 masih dapat diamati beberapa bangunan yang masih bertahan di bantaran sungai Bengawan Solo. Selanjutnya di tahun 2011 kebijakan relokasi permukiman kumuh terus digencarkan oleh pemerintah Kota Surakarta hingga akhirnya jumlah pemukim terus mengalami pengurangan hampir lebih dari 75% (seperti yang terlihat dalam gambar peta tentatif tahun 2011).

Pada kesimpulannya berkurangnya jumlah pemukim yang menempati kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit adalah murni karena adanya relokasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta ke daerah Mojosongo.

   1)      Dampak Berkurangnya Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta
Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam menertibkan permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit dengan merelokasikan ke daerah Mojosongo dapat dianggap sebagai langkah yang tepat. Karena penertiban ini memberikan dampak positif baik bagi lingkungan sekitar maupun bagi para pemukim itu sendiri. Berikut penjelasan singkat mengenai dampak berkurangnya permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta.
a.      Dampak terhadap lingkungan
Dengan berkurangnya permukiman di daerah bantaran sungai Bengawan Solo tentu banyak hal-hal positif yang dirasakan antara lain, membaiknya kualitas air sungai Bengawan Solo karena berkurangnya sampah yang dibuang ke badan sungai, membaiknya kualitas lahan bantaran sungai, dan lain sebagainya.
Para pemukim yang dulunya tinggal di bantaran sungai Bengawan Solo tentu memiliki kebiasaan buruk, salah satunya membuang sampah sembarangan ke sungai, yang lambat laun tidak mungkin akan mengakibatkan banjir karena air sungai meluap hingga ke permukiman penduduk. Namun berbeda dengan keadaan sekarang, Kelurahan Pucang Sawit memiliki lingkungan yang bersih dari permukiman serta sampah-sampah hasil limbah rumah tangga. Sehingga lahan-lahan di bantaran sungai Bengawan Solo dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkannya, salah satunya adalah sebagai lahan konservasi di perkotaan.
b.      Dampak sosial terhadap kehidupan masyarakat
Permukiman kumuh identik dengan adanya kehidupan masyarakat yang  yang hidup di bawah garis kemiskinan yang merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan salah satunya dengan penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Begitu juga yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam menertibkan permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit. Pemerintah merelokasi para pemukim dan memberikannya lingkungan permukiman yang lebih baik. Hal ini berakibat pada berubahnya kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik pula. Lapangan pekerjaan mulai terbuka sedikit demi sedikit bagi para pendatang seiring dengan berkembangnya penataan kota yang lebih baik, dari sinilah maka diharapkan tingkat kemiskinan, tingkat kriminalitas dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya dapat diminimalisir.
 

    
     1)      Prediksi Persebaran Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta pada Masa Mendatang


Gambar 1.2 Prediksi Persebaran Permukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres, Surakarta pada Masa Mendatang


Gambar diatas merupakan peta tentatif persebaran permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit pada tahun 2015. Dimana terlihat permukiman kumuh di sebelah utara bantaran sungai Bengawan Solo sudah benar-benar bersih dari permukiman kumuh, tidak seperti saat 2011 yang masih terlihat beberapa rumah warga yang masih bertahan. Sedang di sebelah selatan dari bantaran sungai tersebut permukiman kumuhnya masih tetap ada tetapi dalam jumlah yang sedikit berkurang begitu juga dengan bagian barat dari bantaran sungai.
            Prediksi berkurangnya jumlah perumahan di permukiman kumuh Kelurahan Pucang Sawit pada tahun 2015 diindikasikan dari bencana banjir yang sampai sekarang masih terjadi akibat meluapnya sungai Bengawan Solo. Jadi, bisa diprediksi bahwa penduduk-penduduk Kelurahan Pucang Sawit yang rumahnya di sekitar bantaran sungai akan berpindah ke tempat lain yang lebih aman. Selain itu kebijakan Pemerintah Kota Surakarta yang masih terus berjalan dalam menertibkan para pemukim permukiman kumuh guna memperoleh penataan kota yang lebih baik.
 
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
          Permukiman kumuh adalah seluruh satuan tempat tinggal atau kediaman manusia (mencakup seluruh sarana dan prasana penunjang kehidupannya) yang kondisinya sangat buruk dan berada di atas lahan yang tidak sesuai peruntukkannya (illegal).
Permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pucang Sawit, khususnya di daerah bantaran sungai Bengawan Solo muncul karena faktor geografi dan faktor ekonomi. Faktor geografi lebih mengacu pada ketersediaan lahan yang minim untuk permukiman dan faktor ekonomi lebih menekankan pada harga lahan yang tinggi, merupakan dua faktor penyebab adanya permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit.
Namun dari tahun ke tahun ( tahun 2002, 2004, 2008 dan 2011) permukiman kumuh di Kelurahan Pucang Sawit jumlahnya semakin berkurang, khususnya di sebelah utara bantaran sungai. Hal ini disebabkan karena adanya penggusuran (relokasi) yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Dampak adanya pengurangan permukiman kumuh ini dapat dirasakan melalui dampaknya terhadap lingkungan serta dampak terhadap kehidupan sosial masyarakat itu sendiri. 


DAFTAR PUSTAKA

Rindarjono, Moh. Gamal. 2012. Slum Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial. Yogyakarta: Media Perkasa
 





 

j   



Jumat, 24 Mei 2013

MAN IC SERPONG Peringkat ke-2 hasil un 2013

Yang kemarin saya pos dari kompas, kali ini berita dikeluarkan oleh Kementrian Agama RI,.

berikut liputan beritanya yang saya copas dari  http://www.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=129479

MAN IC Serpong Peringkat Ke-2 Nasional Hasil UN SMA/MA 2013


Jakarta (Pinmas) —- Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) Serpong kembali mengukir prestasi. Madrasah binaan Kementerian Agama ini berhasil meraih peringkat ke-2 nasional hasil Ujian Nasional (UN) SMA/MA tahun 2013.
“Dengan rata-rata nilai UN 8,93, MAN IC berada diurutan ke-2 nasional, di bawah SMA N 4 Denpasar,” terang Kepala MAN IC, Suwardi ketika dihubungi melalui telepon, Jumat (24/05).
Selain itu, salah satu siswa MAN IC, Nadia Anindita Vandari, juga masuk dalam 12 siswa peraih nilau UN murni SMA/MA tertinggi tahun 2013. “Siswa MAN IC lulus 100% dan Nadia masuk dalam 12 besar peraih nilai UN murni SMA/MA tertinggi secara nasional,” tegas Suwardi.
Suwardi menambahkan bahwa dari 116 peserta didik yang mengikuti ujian nasional, terdapat 42 siswa memperoleh nila 10,0 (sempurna), meliputi: Program IPA bidang studi Bahasa Inggris (1 orang), Matematika (13 orang), Fisika (13 orang), Kimia (12 orang), dan Program IPS bidang studi Matematika (3 orang).

10 sekolah dengan rata-rata nilai Ujian Nasional tertinggi:
1. SMAN 4 Denpasar (9,17);
2. MAN Insan Cendikia Serpong (8,93);
3. SMA Kristen 1 BPK Penabur (8,88);
4. SMA Santa Ursula (8,87);
5. SMAN 1 Denpasar (8,81);
6. SMAN 3 Lamongan (8,81);
7. SMAN 1 Babat Lamongan (8,81);
8. SMAN 10 Fajar Harapan Banda Aceh (8,79);
9. SMAN 1 Kembangbahu Lamongan (8,78); dan
10. SMAN 8 Jakarta (8,74).

Adapun 12 siswa peraih nilai Ujian Nasional murni SMA/MA tertinggi: 1. Ni Kadek Vani Aapriyanti, SMAN 4 Denpasar (9,87); 2. Aditya Agam Nugraha, SMAN 1 Surakarta (9,78); 3. Helena Marthafriska Saragi Napitu, SMA Methodist 2 Medan (9,78); 4. Made Hyang Wikananda, SMAN 4 Denpasar (9,76); 5. Luh Putu Lindayani, SMAN 4 Denpasar (9,76); 6. Elva Vidya, SMA Kristen 5 BPK Penabur, DKI Jakarta (9,75); 7. Gracia Isaura Raulina, SMAN 8, DKI Jakarta (9,75); 8. Putu Siska Apriliyani, SMAN 4 Denpasar (9,75); 9. Nadia Anindita Vandari, MAN Insan Cendikia Serpong (9,75); 10. Sarah Alya Firnadya, SMAN 8, DKI Jakarta (9,73); 11. Zulva Facharina, SMAN 10 Samarinda (9,73); dan 12. Putu Indri Widiani, SMAN 4 Denpasar (9,73).

Atas prestasi ini, Suwardi mengatakan bahwa hal ini merupakan rahmat dari Allah SWT, serta komitment, kerja keras dan doa dari guru-guru, siswa, orang tua, komite madrasah, dan semua pihak terhadap MAN IC Serpong. Suwardi manambahkan bahwa prestasi ini diraih melalui proses pembinaan yang optimal kepada peserta didik.

“Terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Agama, pemerintah daerah dan pusat serta semua pihak yang telah memberi dukungan terhadap kemajuan MAN IC Serpong,” tutup Suwardi. (mkd)

Kamis, 23 Mei 2013

Selamat atas kesuksesannya my best school MAN INSAN CENDEKIA SERPONG

Saat buka fb, lihat info ini saya langsung ikut merasa bahagia atas kesuksesan yang diraih sekolahku MAN INSAN CENDEKIA SERPONG atau lebih dikenal dengan sebutan MAN IC. Sekolahku menduduki peringkat ke-2 dengan rata-rata nilai ujian tertinggi dan ada satu siswa yang menduduki urutan ke 9 sebagai siswa peraih nilai Ujian Nasional Murni SMA tertinggi yang bernama Nadia Anindita Vandari.



Selamat ya,.. buat MAN IC SERPONG dan adekku Nadia Anindita Vandari,..
sukses selalu dan terus berjaya membawa nama harum bangsa dan Islam,..



berikut berita yang saya baca dari http://www.tempo.co/read/news/2013/05/23/079482801/Inilah-12-Siswa-Peraih-Nilai-UN-Tertinggi

Inilah 12 Siswa Peraih Nilai UN Tertinggi





TEMPO.CO, Jakarta - Hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas bakal diumumkan Jumat, 24 Mei 2013. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, mekanisme pengumuman akan diserahkan ke masing-masing sekolah. Namun, kata Nuh, peraih nilai ujian tertinggi sudah bisa diumumkan hari ini.

"Tertinggi Ni Kadek Vani Apriyanti dari SMA Negeri 4 Denpasar," ucap Nuh ketika ditemui di kantornya, Kamis, 23 Mei 2013. Menurut Nuh, Vani mendapatkan nilai tertinggi yakni 9,87. SMA Negeri 4 Denpasar sendiri berhasil menempatkan lima siswanya di 12 peringkat teratas.

Berikut nama 12 siswa peraih nilai Ujian Nasional Murni SMA tertinggi:
1. Ni Kadek Vani Aapriyanti, SMA Negeri 4 Denpasar Bali, 9,87.
2. Aditya Agam Nugraha, SMA Negeri 1 Surakarta, Jateng, 9,78.
3. Helena Marthafriska Saragi Napitu, SMA Swasta Methodist 2, Medan. Sumatera Utara, 9,78.
4. Made Hyang Wikananda, SMA Negeri 4 Denpasar Bali, 9,76.
5. Luh Putu Lindayani, SMA Negeri 4 Denpasar Bali, 9,76.
6. Elva Vidya, SMA Kristen 5 BPK Penabur, DKI Jakarta, 9,75
7. Gracia Isaura Raulina, SMA Negeri 8, DKI Jakarta, 9,75
8. Putu Siska Apriliyani, SMA Negeri 4 Denpasar Bali, 9,75
9. Nadia Anindita Vandari, MA Negeri Insan Cendikia, Ciater, Serpong, Banten, 9,75
10. Sarah Alya Firnadya, SMA Negeri 8, DKI Jakarta, 9,73
11. Zulva Facharina, SMA Negeri 10 Samarinda, Kalimantan Timur, 9,73
12. Putu Indri Widiani, SMA Negeri 4 Denpasar Bali, 9,73.

Sedangkan 10 sekolah dengan rata-rata nilai Ujian Nasional tertinggi, sebagai berikut:
1. SMA Negeri 4 Denpasar, 296 Siswa, 100 persen lulus, nilai 9,17
2. MA Negeri Insan Cendikia, Ciater, Serpong, 116 siswa, 100 persen lulus, 8,93.
3.SMA Kristen 1 BPK Penabur Jakarta, 295 siswa,100 persen lulus, 8,88
4. SMA Santa Ursula, 205 siswa, 100 persen lulus, 8,87
5. SMA Negeri 1 Denpasar, 512 siswa, 100 persen lulus,8,81
6. SMA Negeri 3 Lamongan, 230 siswa, 100 persen lulus, 8,81
7. SMA Negeri 1 Babat Lamongan, 300 siswa, 100 persen lulus, 8,81
8. SMA Negeri 10 Fajar Harapan Banda Aceh, 75 siswa, 100 persen lulus, 8,79
9. SMA Negeri 1 Kembangbahu Lamongan, 124 siswa, 100 persen lulus, 8,78.
10. SMA Negeri 8 Jakarta, 417 siswa, 100 persen lulus, 8,74.

Rabu, 22 Mei 2013

INDUSTRI DI DAERAH PERKOTAAN



PENDAHULUAN

Sejauh ini kita telah melihat lokasi industri di tingkat/skala nasional. Sekarang saatnya untuk mengalihkan perhatian kita ke tingkat lokal dan melihat lokasi industri di daerah perkotaan. Konsep Skala geografi mengingatkan kita bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri utama di tingkat/skala nasional mungkin berbeda dari yang mempengaruhi lokasi industri dalam kota. Dalam mencari generalisasi yang jelas tentang lokasi intra-urban industri bab ini menerapkan model seperti Weber, margin spasial, hubungan, dan konsep perencanaan pada tingkat yang berbeda dari skala yang telah diterapkan sejauh ini. Di samping itu, bab ini juga menyediakan beberapa teknik kuantitatif sederhana untuk digunakan pada beberapa sumber data yang disebutkan dalam Bab 1.

      A.      MODEL PENGGUNAAN LAHAN INDUSTRI PERKOTAAN

Tanah untuk pembuatan pabrik/industri  jarang melebihi 10% dari semua penggunaan lahan perkotaan tetapi jelas sangat penting sebagai fokus untuk kerja dan transportasi. Industri manufaktur, seperti layanan perdagangan dan industri ekstraktif, memberikan alasan bagi banyak daerah perkotaan saat ini. Sejumlah pabrik memanfaatkan bahan baku yang tersedia secara lokal atau pasokan listrik yang dihasilkan inti perkotaan yang saling bersatu untuk  terus membangun daerah perkotaan. Pada abad kesembilan belas, daerah  industri berat berkembang dengan cara ini, karena keterbatarasan teknologi dan waktu, para pekerja harus tinggal di dekat tempat mereka bekerja. Contoh pembangunan seperti terlihat pada Gambar. 8.1 yang mengilustrasikan lokasi bekas besi bekerja di Merthyr Tydfil. Rumah pekerja berada di daerah industri yang dikembangkan di sekitar tempat kerja masing-masing sampai daerah perkotaan yang secara bertahap muncul terus-menerus.
Hal ini penting untuk disadari, bagaimanapun, bahwa bahkan jika bahan baku lokal atau sumber energi tidak ada, kita harus mencari lokasi industri yang tersebar di seluruh daerah perkotaan.  Apakah  faktor-faktor yang menyebabkan industri saat ini ditempatkan di beberapa bagian kota-kota dan tidak pada daerah lain? Apakah kota menggambarkan pola berulang lokasi industri?
Sejumlah model struktur perkotaan yang menampilkan kota baik sebagai rangkaian lingkaran konsentris, sektor atau beberapa inti. Model ini dibahas secara rinci dalam buku Kerangka Konseptual dalam seri Geografi, The Geography of Settlement oleh Daniel dan Hopkinson. Model ini cenderung untuk menyajikan penggunaan lahan industri yang ditemukan dalam satu atau dua bagian kota. Mereka prihatin dengan daerah industri dibandingkan dengan lokasi industri yang berbeda. Hal ini terjadi bahwa tidak ada model klasik struktur perkotaan sangat memuaskan sebagai ringkasan penggunaan lahan intra-urban industri. Pemeriksaan Gambar. 8.2 dan 8.3 menunjukkan bahwa penggunaan lahan industri tersebar di dua daerah perkotaan yang dipilih, tidak ditemukan terkonsentrasi di sebuah sektor/bagian saja. Pola penggunaan lahan industri sangat sulit untuk menggeneralisasi  semua penggunaan lahan, sebab penggunaan lahan industri variasi terbesar dalam pola antara kota-kota yang berbeda.
Alih-alih mempertimbangkan penggunaan lahan seperti  gabungan yang akan kita lihat upaya untuk menjelaskan lokasi dari berbagai jenis industri di kota. Sebuah model yang mengawali  adalah model yang dirumuskan oleh ekonom Walter Isard, yang secara sederhana menggambarkan Model penggunaan lahan perkotaan sebagai 'salah satu dari banyak kemungkinan buatan dari (1) intuisi, (2) logika dan prinsip-prinsip analitik yang berkaitan dengan interaksi kekuatan umum yang mengatur penggunaan lahan, dan (3) fakta. Ini bukan derivasi teoritis ketat. Daerah perkotaan digambarkan mengandung empat kawasan industri yang sangat berbeda dalam hal ukuran. (lihat Gambar. 8.4).
Setiap kabupaten memiliki produsen yang memproduksi aneka item atau menggunakan bahan yang ditemukan di mana-mana (yaitu bahan yang ada di mana-mana). Semua produsen komoditas lainnya terkonsentrasi di salah satu dari empat bidang industri, sehingga masing-masing dapat mengambil manfaat dari apa yang disebut 'ekonomi lokalisasi' - penghematan biaya dari yang berlokasi dekat perusahaan dalam industri yang sama. Isard memperkenalkan konsep yang berguna yakni ekonomi lokalisasi yang membedakan beberapa industri yang ditemukan di seluruh tempat penggunaan bahan baku yang ada di mana-mana. Sementara dalam beberapa hal pendekatan Isard kurang membantu , misalnya, tidak ada industri termasuk di dekat CBD. Selain itu, industri diwakili ditunjukkan untuk berada di wedges diskrit antara area kantor padat dan pembangunan komersial. Padahal kita sudah mencatat bahwa dalam kebanyakan industri kota ditemukan penggunaan lahan lainnya. Akhirnya, industri muncul dan berlokasi di distrik individu atau di -mana-mana, tanpa pola perantara antara dua ekstrem. 

     B.      INTRA LOKASI INDUSTRI PERKOTAAN : PENDEKATAN MARGIN SPASIAL

Pada bagian ini,  akan dijelaskan penerapan beberapa model yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya untuk lokasi industri pada skala intra-urban. Kita melihat bahwa model Weber, industri linkage, pendekatan margin spasial dan pengaruh pemerintah, dan perilaku manusia. Semua harus memahami berbagai jenis perbadaan dari lokasi industri pada skala geografi yang berbeda.

1.       Di tepi pantai: Jenis lokasi- Weber
Sebuah industri seperti penyulingan minyak atau pembuatan baja mungkin semakin berorientasi pasar pada skala global (lihat halaman 58), tetapi pada skala intra-urban industri seperti hampir selalu terletak sesuai dengan prinsip-prinsip model Weber dan berorientasi materi . Pada skala intra-urban industri ini "ditarik" ke 'sumber' bahan baku, yaitu tepi pantai. Ini adalah titik di mana bahan baku dibongkar. Situs Waterfront dikenal sebagai istirahat lokasi massal sejak bahan baku direduksi menjadi bentuk yang lebih mudah diangkut, sehingga meminimalkan biaya transportasi. Istirahat lokasi massal merupakan biaya transportasi setidaknya sejak biaya tambahan juga akan terjadi jika barang dipindahkan dari satu mode transportasi yang lain. Contoh lain dari industri yang berorientasi tepi meliputi penggilingan tepung terigu, pembuatan tali, tebu penyulingan dan produksi minyak nabati. Pada pertengahan enam puluhan, panjang pendek Sungai Thames antara Rotherhithe dan Blackwall Terowongan menampung industri berikut: (a) minyak, aspal dan tar, (b) bahan kimia, sabun dan cat, (c) logam, pengecoran dan rekayasa, (d) kabel listrik, (e) karet dan getah perca, (f) produksi aneka makanan, termasuk fppds hewan, (g) gula, (h) pembuatan bir dan pembotolan, (i) kayu, (j) penggilingan tepung terigu, (k ) perusahaan kecil aneka terlibat dalam kegiatan seperti pencetakan dan pembuatan kaca.

2.       Industri berlokasi
Pendekatan margin spasial berguna dalam memahami mengapa industri tertentu di kota abad kedua puluh lebih memilih situs berlokasi. Gambar 8.5 menggambarkan kasus industri spasial margin untuk membentuk profitabilitas cincin sekitar CBD-agak mirip kasus model cincin konsentris tapi tiba di dengan cara lain.Hal tersebut tidak dapat beroperasi pada keuntungan yang sangat jauh dari pusat kota. Untuk industri seperti pakaian, percetakan, fruniture, dan perhiasan, biaya yang rendah berada di sekitar CBD karena beberapa alasan:

(i)                  industri secara tradisional beroperasi dalam unit kecil yang memiliki hubungan penting dengan satu sama lain. Pengakuan bahwa dua industri terkait mungkin juga menempati jalan yang sama, menyebabkan perkembangan industri secara khusus 'tempat tinggal' di banyak kota-kota industri. penjajaran kegiatan ini membuat biaya turun. Tempat tinggal berevolusi mana industrialis membutuhkan kontak dekat satu sama lain 'segerombolan' di banyak perusahaan skala kecil. Asal tempat tinggal tersebut hampir hilang dalam sejarah, mereka berevolusi pada saat tempat kerja memiliki kebutuhan, agar mudah diakses ke tempat tinggal, mereka berlokasi di sekitar apa yang secara tradisional menjadi bagian yang paling mudah diakses dari kota - CBD.
(ii)                situs di pusat kota biasanya kuno (lihat Gambar 8.1) dan kecil dengan harga sewa yang rendah.
(iii)               pusat kota yang paling mudah diakses untuk tenaga kerja dan juga titik paling mudah diakses dari pusat kota. Industri penjahitan London dipesan lebih dahulu secara tradisional yang terletak di jalan-jalan seperti Saville Row dengan akses ke pusat fashion.
Berbeda dengan kurva biaya ruang berbentuk U, kurva penerimaan jatuh tajam dari CBD karena penjualan terutama ke perusahaan negara tetangga atau pelanggan di pusat kota. Ini juga mungkin bahwa suburbanisasi industri (lihat halaman 197-204) margin spasial bagi bekas pekerja berorientasi CBD menjadi lebih luas.
Tipe kedua dari in`dustri dalam kota adalah salah satu dimana pasar terdapat di seluruh kota. Toko Roti, pabrik dan koran secara tradisional jatuh ke dalam kategori ini. Gambar 8.6 menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus industri manufaktur sebenarnya ditemukan di dalam CBD. Mereka sering dikaitkan dengan fungsi grosir dan memberikan pelayana terbaik di daerah mereka. Pabrik tersebut seringkali jauh lebih besar daripada kebanyakan pabrik lain di daerah pusat dan hubungannya tidak diragukan lagi.
Perusahaan industri dalam kota biasanya lebih kecil dibandingkan di pinggiran kota. Mengapa ini harus demikian? Kami telah mencatat rencana kecil sering disusun bersama-sama melalui ekonomi lokalisasi. Selain itu, rencana yang lebih kecil dapat lebih mudah memanfaatkan unit pabrik kecil di bangunan yang dikonversi atau bertingkat. Selanjutnya, nilai tanah lebih tinggi dekat CBD akan mencegah pabrik-pabrik yang membutuhkan ruang dalam jumlah besar. Penelitian Dr JE Martin telah mengungkapkan bahwa di lokasi pada pertengahan lima puluhan, tenaga kerja di London di pabrik-pabrik kecil dan lokakarya mempekerjakan pekerja di bawah 20 hanya terkonsentrasi di ujung barat dan ujung timur di sekitar kota. Gambar. 8.7. tergambar jelas saat ini. (unit areal kartografi untuk menggambarkan kepadatan kerja).
Komentar umum kedua tentang industri dalam kota adalah hal itu tidak direncanakan. Pabrik di pusat kota 'hanya tumbuh'. Namun masa depan mereka dalam bahaya, karena sebagai daerah pusat kota yang dibangun kembali, industri tersebut adalah beberapa industri kecil. Namun, dalam kenyataan bahwa beberapa pemerintah daerah (misalnya di Birmingham dan Inner London) telah mendirikan 'pabrik flatted' dekat daerah pusat sehingga bentuk kontak dapat dipertahankan. (Lihat plate 8.1).
Karakter industri dalam kota diringkas dalam dua kutipan. Yang pertama adalah tentang pusat kota Birmingham dan ditulis oleh HB rogers:
        Pusat kota didominasi oleh sejumlah perusahaan kecil, sebagian besar berkaitan dengan produk dan proses tradisional. . . Pola perempat industri dengan spesialisasi yang kuat telah berkembang dari pertengahan abad sembilan puluan, pistol dan perhiasan perdagangan yang dominan di utara pusat kota, industri kuningan untuk perdagangan logam barat daya dan dicampur ke tenggara. Luar biasa dari berbagai kerja logam ringan telah ditambahkan ke kepentingan-kepentingan secara tradisional. . . Hal ini terkait dengan perpaduan perumahan yang erat dan membungkus pusat kota dalam pembangunan lanjutan.
Peter Hall telah menangkap inti industri London:
        Ini adalah dunia industri mandiri, di mana setiap perusahaan menemukan sekitar beberapa sudut lusin pemasok, setengah lusin pekerja terampil, skor pasar, dan menghubungkan mereka semua dalam jaringan di mana-mana. Bagaimana itu bisa dibayangkan berada di tempat lain? (Lihat plate 8.1).
Lokasi yang diperkenalkan pada halaman 126 juga dapat diterapkan pada skala intra-urban untuk menetapkan sejauh mana industri tertentu terlokalisir dari wilayah perkotaan. Pada skala ini, kita mengubah kalimat dari rumus, sebagai berikut:
Jumlah pekerja industri I di daerah X sebagai persentase dari total kota dalam industri tersebut.
jumlah pekerja di semua industri di daerah X sebagai persentase dari jumlah tenaga kerja di kota.
Sebuah hasil bagi lebih dari 1,0 menunjukkan bahwa industri ini lebih terlokalisasi di daerah kota.

3.       Industri Suburban
Namun di sisi lain, banyak industri berlokasi di pinggiran kota. Logikanya, ini akan membeli sebagian besar masukan mereka dan menjual sebagian besar produk mereka di luar kota. Banyak tanaman ini juga akan membutuhkan lahan yang luas yang hanya tersedia di pinggir kota. Dalam hal marjin spasial, kelompok industri diwakili oleh Gambar. 8.9.
Biaya transportasi dan komunikasi untuk perusahaan-perusahaan tersebut diminimalkan, yang dekat dengan fasilitas transportasi seperti jalan tol,akses poin, terminal kontainer dan, bandara. Ini selalu terletak di pinggiran kota. Kurva penerimaan, di sisi lain, tidak berbeda dalam wilayah perkotaan karena skala nasional bukan lokal, dan industri berorientasi pasar. (geograf amerika, Alan Pred, telah menyarankan bahwa industri itu cenderung terletak di wilayah perkotaan yang terlihat menuju pasar regional atau nasional, tetapi dalam konteks hipotesis inggris, hal itu masih belum teruji).
Lokasi pinggiran kota untuk industri mungkin diinginkan, beberapa industri yang berasal dekat CBD daripada yang diinginkan saat ini, tapi karena mungkin ada sejumlah besar investasi dalam situs tersebut mereka tidak dapat dengan mudah membatalkan dan industri tetap pada lokasi aslinya melalui kekuatan inersia, misalnya, abad sembilan puluhan, industri kimia suburban dapat terbagi menjadi beberapa kategori:
(a)               industri pengolahan dasar besar : banyak industri (misalnya manufaktur kimia, industri metalurgi) mencemari suara, berbahaya dan mencemari atmosfer, keinginan lokasi di pinggiran kota karena mereka menginginkan ruang yang besar.
(b)               Industri berbasis komunikasi : dicirikan oleh kelompok industri di sepanjang jalur komunikasi di kota. Seperti lokasi yang biasa dikembangkan pada tahun 1920 dan 1930-an pada saat itu transportasi jalan telah meningkat pesat. Mengupas perkembangan industri, mencerminkan pasar nasional yang cenderung untuk memberi pelayanan. Misalnya, daerah industri utama nortwest London yang membentang sepanjang jalan Edgware, jalan di barat, jalan besar di barat, dan jalan lingkar utara.
Selain lebih jelas faktor lokasi seperti tanah yang murah dan akses jalan, daerah tersebut mampu memanfaatkan tenaga kerja laki-laki dan wanita pinggiran kota. Juga, beberapa situs yang tersedia untuk konversi menjadi perkebunan Industri (lihat halaman 169) seperti, di London, Taman Kerajaan sebelah lingkar utara dan jalan di barat yang semula menjadi dasar Pertanian kerajaan. Di taman Wemberly, bangunan untuk Pameran kerajaan besar dua puluhan dengan mudah dikonversi dandijadikan pabrik setelah pameran usai. Jenis-jenis industri yang menduduki pabrik tersebut ditandai dengan keragaman ekstrim. Di sebelah barat laut London, misalnya, seperti terkenal perusahaan nasional Guinness, Heinz, Walls, McVitie & Harga dan Hoover memiliki pabrik-pabrik besar.
Jenis kawasan industri pinggiran kota dijelaskan di atas kini sering terendam pertumbuhan perkotaan yang telah terjadi sejak pembangunan pabrik tersebut dimulai dan tidak bisa disebut pinggiran kota.

4.       Industri yang Terletak Secara Acak
Selain pantai, pusat, dan pinggiran kota industri, kita dapat menemukan pabrik di kota yang pola distribusi nya digambarkan secara acak. Keacakan dapat pula untuk  menjelaskan pola lokasi kegiatan dan bukan proses yang memunculkan pola itu. Pasar tanaman tersebut meluas ke bagian atau keseluruhan dari konurbasi 'tetapi dengan biaya akses ke berbagai pemasok inti pusat baik tidak signifikan atau invarian dengan ruang'. Dalam situasi seperti dalam pola desentralisasi pola acak mungkin dapat membantu. Di kota besar kelompok industri dapat dicontohkan oleh es krim atau pembuatan produksi surat kabar lokal. Kurva biaya ruang untuk jenis kegiatan ditunjukkan pada Gambar. 8.10.

           C.      Variasi Intra-Perkotaan di Linkage

Sekarang perlu menghubungkan ide linkage, yang dibahas dalam Bab 4, ke lokasi industri di kota-kota. Daerah metropolitan menyediakan berbagai keuntungan bagi banyak perusahaan yang dapat katalog di bawah judul umum ekonomi urbanisasi. Perusahaan, mencari perusahaan lain yang dapat menyediakan layanan bagi mereka baik komponen atau hanya saran. Industrialis di semua jenis dan ukuran memberi manfaat bagi negara tersebut, namun logika dan beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa beberapa produsen mendapatkan keuntungan dari hubungan metropolitan. Perusahaan kecil, misalnya, mungkin diharapkan untuk memanfaatkan berbagai layanan yang disediakan oleh sebuah kota besar untuk tingkat yang lebih besar. Perusahaan yang terakhir ini mampu menginternalisasikan ekonomi yang lebih kecil tergantung pada orang lain dalam komunitas metropolitan. Generalisasi lain yang bisa kita membuat tentang keterkaitan antara metropolis adalah bahwa perusahaan di pinggir kota memiliki sedikit hubungan dengan kota daripada di pusat kota.
Dalam babini tidak hanya dijelaskan metropolis menyediakan link, tapi juga menyediakan pasar yang luas untuk produk jadi dari banyak perusahaan. Dengan demikian ketersediaan barang menjadi kota input dan link output yang membuatnya lokasi yang menarik untuk industri, lokasi yang bisa setidaknya sebagian dapat dijelaskan oleh hubungan industri.

TUGAS
Pertimbangkan hipotesis berikut dan kemudian melihat Tabel 8.1. yang menunjukkan persentase total keterkaitan (dalam hal pembelian dan penjualan) ke daerah Montreal metropolitan perusahaan sampel dengan ukuran yang berbeda yang terletak di pusat, pinggiran kota dan di pinggiran wilayah kota.
HIPOTESIS
(a)           kekuatan hubungan dengan metropolis berbanding terbalik dengan ukuran pendirian industri.
(b)           pendirian industri dekat pusat lebih tergantung pada hubungan metropolitan daripada yang di pinggiran.
(c)            untuk setiap kategori ukuran terjadi penurunan kekuatan total secara total berkaitan dengan ekonomi metropolitan.

Apakah hipotesis ini diverifikasi oleh data dalam tabel 8.1.?
Hal ini sangat penting untuk diingat bahwa bukti satu kota tidak mencukupi baik penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis. Penelitian hanya akan mendorong lebih banyak hipotesis terhadap status model tersebut.
Setelah mempelajari tabel dan dianggap sesuai hipotesis, ilustrasi tentang variasi spasial ada dalam tabel 8.1.

      D.      Pertimbangan Perilaku dan Masyarakat di Kota

Pada skala intra-urban penerapan model margin spasial menunjukkan bahwa faktor perilaku sangat penting dalam menjelaskan persis di mana, dalam magins, tanaman akan diletakkan. Ini memang kasus dan di banyak kota, terutama jika mereka tidak terlalu besar, satu lokasi mungkin sebagus yang lain. Yang sama pentingnya dalam menjelaskan lokasi yang tepat dari industri di daerah perkotaan, bagaimanapun, adalah peran perencana dan pengembang lahan dan itu adalah untuk peran mereka bahwa kita secara singkat mengalihkan perhatian kita.

Perencanaan di kota

Sama seperti industri yang berskala nasional, mereka tidak bebas menentuka lokasi (lihat bab 7), demikian juga pada skala lokal kebebasan pilihan mereka dibatasi oleh peraturan perencanaan lokal. Sejak 1947,Kota dan Negara membuat Perencanaan UU dimana pemerintah daerah harus menunjukkan lahan yang dikategorikan untuk industri. Dengan demikian, di pusat kota kurva biaya ruang menjadi jauh curam seperti tanah di sana sama sekali tidak dikategorikan untuk keperluan industri. Di pusat-pusat kota pemilik tanah bisa mendapatkan penghasilan sewa lebih jika mereka mengembangkan lahan untuk kantor bukan hanya untuk rumah industri manufaktur. Telah diperkirakan bahwa di pusat kota London pendapatan kotor tahunan dari sewa kantor di pusat kota adalah 60 kali lebih besar daripada yang akan diperoleh dari pabrik, per satuan luas lahan. Lahan mungkin tetap berkembang atau mungkin pengembang kawasan industri memutuskan untuk membangun pabrik di sana.
Kawasan industri adalah istilah yang mencakup banyak variasi dan dapat digunakan oleh kurang dari pengembang properti teliti sebagai "semantik gimmick" untuk mempromosikan lahan industri. Secara umum, sebuah kawasan industri merupakan kelompok yang terorganisir dari pendirian industri yang disediakan dengan layanan umum tertentu untuk memajukan permintaan, itu didirikan sebagai hasil dari perusahaan dan perencanaan oleh organisasi independen perusahaan,serta menampung industri yang telah pindah dari daerah pusat kota. Kawasan industri sering menarik sebagai "inkubator industri" di mana pengusaha kecil dapat menyewa ruang pabrik yang disediakan oleh pengembang yang dapat menghemat waktu dan uang.
Kawasan industri cenderung rumah memiliki penghuni beragam, industri manufaktur sering menempati situs samping komponen lain dari "paket manufaktur" seperti gudang atau depot penyimpanan. Sebagai contoh. Tabel 8.2 menggambarkan keragaman pendirian industri ditemukan di Pontygwindy kawasan industri di Chaerphilly, South Wales. Termasuk di perkebunan adalah perusahaan yang bergerak dalam pembuatan segala sesuatu dari alat musik untuk instrumen bedah dan dari komponen baja untuk rotary garis pakaian.
Kawasan industri pertama di Inggris dikembangkan menjelang akhir abad kesembilan belas. Yang paling sukses dari perkebunan awal adalah di Trafford Park, Manchester (dekat lapangan sepak bola Manchester United). Trafford Park memang berisi beberapa industri berat seperti lampu prototipe. Kawasan industri diatur setelah Perang Dunia Pertama. Peningkatan mobilitas yang ditandai perang antar-tahun menyebabkan proliferasi lahan industri untuk meningkatkan jarak dari pusat kota. Kami telah mencatat bahwa pembangunan tersebut terjadi di pinggiran kota London pada periode ini (halaman 165). Literatur promosi dari periode ini menekankan akses ke jalan arteri, hal tersebut menekankan akses jalan tol (lihat Gambar 8.13.).
Sebagian besar pengembang sebelum tahun 1936 adalah perusahaan swasta, tapi keberhasilan mereka sebagai agen pertumbuhan industri mendorong pemerintah untuk mendirikan perkebunan besar di Hillington (Glasgow), Team Valley (Gateshead) dan treforest (pontypridd)  untuk memikat industri ke daerah yang terdapat banyak  pengangguran (lihat Bab 7). Pada saat yang sama semakin banyak pemerintah daerah mengembangkan perkebunan - contoh-contoh awal menjadi Liverpool dan manchester. Periode pasca perang telah melihat proliferasi kawasan industri oleh pengembang swasta, pemerintah dan daerah, dan total pasokan lahan industri telah dilengkapi dengan kegiatan Perkembangan Kota Baru Korporasi. Hari ini hampir setiap kota memiliki kawasan industri bermacam-macam. Keberhasilan bentuk pembangunan ini menunjukkan pengusaha yang menginginkan lebih dari sekedar situs lapangan hijau. Sebuah pengembang menyatakan operasi "paket" dapat menyimpan pekerja yang tidak nyaman dengan menyediakan situs dalam bentuk setengah jadi. Hubungan antara kerja dan tempat tinggal akhirnya terputus dan hari ini kawasan industri dapat berfungsi sama baiknya di lingkungan bekas perkotaan atau pedesaan.
Meskipun bagian ini telah menekankan sifat pinggiran kota atau perangkat kawasan industri, itu tidak berarti bahwa sebagai kota dan daerah tepi yang dikembangkan dapat diambil alih dan dikembangkan sebagai kawasan industri kecil. Ini terutama berlaku di Glasgow di mana penyediaan perkembangan tersebut telah membantu dalam membatasi  bangsal migrasi pinggiran kerja manufaktur - masalah yang kita bahas dalam Bab 10 tentang gerak industrial.

      E.       Sebuah Model Ringkasan

Pembahasan di atas digambarkan dalam Gambar. 8.11. diagram yang merupakan lokasi industri dalam (sekitar 500.000) wilayah urban besar. Beberapa elemen dari model akan berlaku untuk kota-kota kecil, tetapi tidak mungkin bahwa tempat-tempat kecil akan berisi seperti keragaman industri atau daerah industri sebagai metropolis. Tentu saja, industri waterfront akan hilang dari beberapa kota meskipun pusat pedalaman di sungai (misalnya Norwich) mengandung sejumlah besar industri di tepi.

      F.       Industri di Kota; Masa Depan

Tempat kerja dan tempat tinggal semakin menjadi pola yang terpisah, apa yang kita harapkan untuk menemukan lokasi intra-urban industri di kota-kota masa depan? Kota-kota baru memberikan beberapa petunjuk menarik dalam arah. gambar 8.14 merupakan model umum dari perkembangan perkotaan Inggris dan hubungan antara lokasi industri dan perumahan.
Kota tradisional (A) memiliki kawasan industri dengan beberapa pembangunan pinggiran kota yang baru. Setelah perang dunia kedua, sebagaimana telah dicatat, tanah dikategorikan untuk industri. Namun, perencanaan lokasi industri intra-urban telah dilakukan sebelum kasus kota baru yang telah berkembang dari kota-kota taman Letchworth dan taman kota Welwyn karena tindakan itu baru dilakukan tahun 1946.
Generasi pertama dari kota-kota baru (B) memiliki satu kawasan industri besar di sekitar mereka. Ini menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas akibat industri yang terkonsentrasi di wilayah perkotaan.
Pola Cumbernauld (C) memiliki dua kawasan industri. Ini mengurangi jumlah kemacetan lalu lintas pada satu titik di daerah perkotaan dan diambil tahap lebih jauh dalam rencana untuk Kait New Town (D).
Dalam final Runcorn (E) disarankan untuk melakukan penyebaran yang lebih besar. Memang, karena industri menjadi kurang berbahaya dan ofensif sebab untuk meningkatkan  standar desain pabrik, rumah dan tempat kerja menjadi satu. Roda itu telah berubah lingkaran penuh.

disusun oleh temenku geografi 2012 UNS,..
makasih ya soft copynya,.. :)

dirangkum dan diterjemahkan dari buku Second Edition The Location of Manufacturing Industry