MAKALAH
KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN DAN LINGKUNGAN HIDUP
Disusun untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan
Dosen Pengampu :Dr. Sarwono, M. Pd
disusun
oleh :
Kelompok 7B :
1.
Maria
Ulfa ( K5412049 )
2.
Nur
Hidayati ( K5412058 )
3.
Ririn
Putri Pertiwi ( K5412065 )
4.
Wahyu
Purnomo Aji ( K5412077 )
5. Widia Astian ( K5412078 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada
Allah SWT atas limpahan rahmat taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah tentang Kebijakan
Pembangunan dan Lingkungan hidup ini kami susun untuk memenuhi tugas mata
Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan
semester III Prodi Pendidikan Geografi FKIP UNS Surakarta.
Dalam
menyusun makalah ini tentu mendapat banyak bantuan dari beberapa pihak. Untuk
itu kami mengucapkan terima kasih banyak kepada :
1.
Alloh SWT
2. Dr. Sarwono, M.
Pd selaku dosen mata kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan.
3. Kedua orang tua kami yang
telah memberikan banyak dukungan moriil dan materiil.s
4. Teman-teman kami atas informasinya.
5. serta banyak
pihak yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Tentu saja makalah
ini masih banyak kekurangan di sana-sini. Untuk itu kami mohon kritik dan saran
yang membangun agar pembuata makalah kedepannya lebih baik dari sekarang ini.
Semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangan ilmu
yang bermanfaat bagi pembaca. Amiin.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Surakarta, 24 Desember 2013 Hormat kami,
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat ini di seluruh dunia, pembangunan
besar-besaran sedang gencar gencarnya dilakukan. Pebangunan diharapkan dapat
mengakomodasi segala aktivitas di berbagai bidang kehidupan. Namun nyatanya
pembangunan tersebut membawa dampak lain yang tentu tidak baik bagi lingkungan
alam kita karena kita hidup di dunia ini juga harus bersanding dengan makhluk
hidup lain yang tidak boleh direnggut haknya oleh kita manusia. Untuk itu
diperlukan suatu kebijakan pembangunan yang berkelanjutan yang tidak hanya
menguntungkan manusia kedepannya tetapi juga makhluk hidup lainnya. Artinya,
pembangunan tersebut adalah pembangunan selaras yang bermanfaat bagi
kelestarian lingkungan hidup.
Pentingnya pelestarian lingkungan hidup telah
diperkuat dengan ditetapkannya amandemen UUD 1945 pasal 33 ayat 4 yang
berbunyi: ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Amandemen Pasal 33 UUD 1945 tersebut, secara tegas
mengkaitkan antara kebijakan pembangunan dengan lingkungan hidup. Jadi prinsip
dasar pembangunan yang dianut sekarang ini harus dapat menyelaraskan
pembangunan ekonomi, sosial, maupun lingkungan secara baik dan harmonis.
Falsafah dan makna yang terkandung dalam pasal 33
UUD 45 sungguh amat dalam, yaitu adanya filosofi “ transgenerasi ”. Bumi, air
dan kekayaan alam yang menjadi dasar pembangunan bangsa Indonesia untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat hanya akan tercapai apabila dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Jaminan kekayaan akan dapat bermanfaat bagi generasi masa kini dan
dapat dinikmati generasi mendatang apabila kekayaan alam tidak mengalami
kerusakan dan pencemaran yang diakibatkan oleh eksploitasi dan eksplorasi yang
berlebihan dan tidak terencana serta melanggar ketentuan yang diatur oleh
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, telah
didukung oleh peraturan perundang-undangan sektor seperti misalnya bidang
perindustrian, kehutanan, pertambangan, pertanian, pengairan, perhubungan dan
kepariwisataan, yang didalamnya telah mengakomodir prinsip-prinsip
kehati-hatian dalam memanfaatkan sumber daya alam. Namun demikian, dalam
pelaksanaannya masih banyak menimbulkan
persoalan kerusakan dan pencemaran. Untuk itu, diperlukan suatu perlindungan
bagi sumber daya alam agar tidak terus menerus mengalami degradasi akibat
pelaksanaan kegiatan dan atau usaha oleh sektor tersebut. Tekanan kerusakan dan
pencemaran terhadap sumber daya alam, tidak hanya berasal dari kegiatan dan
atau usaha skala besar, tetapi juga berasal dari kegiatan sehari-hari orang-perorangan,
rumah tangga dan kegiatan skala kecil
lainnya.
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup pada dasarnya mengatur dan melaksanakan proteksi
atau perlindungan terhadap sumber daya alam, yaitu udara, tanah, air, pesisir
dan laut, keanekaragaman hayati, pedesaan, perkotaan, lingkungan sosial agar
tidak mengalami kerusakan dan atau pencemaran dari pelaksanaan kegiatan dan
atau usaha, baik skala kecil maupun skala besar.
B. Rumusan Masalah
ü
Apakah yang
disebut kebijakan pembangunan lingkungan hidup ?
ü
Apa sajakah
pokok-pokok kajian kebijakan pembangunan lingkungan hidup ?
ü
Bagaimana
manfaat yang diharapkan atas kebijakan pembangunan lingkungan hidup ?
C. Manfaat
ü
Mengetahui
bagaimana kebijakan yang bermanfaat bagi lingkungan.
ü
Menilai hasil
dari suatu kebijakan yang berwawasan lingkungan.
ü
Mampu menjaga
lingkungan hidup ini tetap harmonis dan berkelanjuntan.
BAB II
PEMBAHASAN
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
Kebijakan pembangunan dan lingkungan adalah setiap tindakan sengaja diambil (atau tidak diambil) untuk mengelola
kegiatan manusia dengan maksud untuk mencegah, mengurangi, atau mengurangi efek
yang merugikan pada sumber daya alam dan alam, dan memastikan bahwa buatan
manusia perubahan lingkungan tidak memiliki efek berbahaya pada manusia.Perumusan
kebijakan mempunyai persamaan dan perbedaan dengan pengambilan keputusan.
Pembentukan kebijakan ini dilakukan dengan pemilihan alternatif-alternatif yang bersifat terus
menerus dan tidak pernah selesai, atau dengan kata lain meliputi banyak
pengambilan keputusan (Tjokroamidjojo, 1981).
Dalam menyusun kebijakan ini digunakan perangkat
Kajian Lingkungan Strategis (KLS) terhadap kebijakan, rencana dan program yang
telah ada dan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.KLS merupakan kajian yang harus dilakukan pemerintah daerah
sebelum memberikan izin pengelolaan lahan
maupun hutan. Secara substansial, KLS
merupakan suatu upaya sistematis dan logis dalam memberikan landasan bagi
terwujudnya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara
berkelanjutan melalui proses
pengambilan keputusan yang berwawasan
lingkungan.
Dari beberapa kebijakan pemerintah di bidang
sumber daya alam dan lingkungan hidup, terdapat kebijakan di bidang air dan
energi, yang dapat dipedomani dan disinergikan dengan kebijakan-kebijakan
pembangunan lingkungan hidup di daerah.
Tujuan
Pokok Pembangunan Berkelanjutan
Program lingkungan PBB (UNEP)
mengidentifikasikan lima tujuan pokok pembangunan berkelanjutan, yaitu :
a.
Membantu kaum miskin karena konon, maka tak punya
pilihan untuk bertahan selain merusak lingkungan
b.
Pembangunan atas kekuatan sendiri yang dipagari oleh
daya dukung lingkungan
c.
Pembangunan dengan biaya efektif dan menggunakan
parameter ekonomi non konvensional
d.
Perbaikan lingkungan kesehatan, penyediaan air
bersih dan tempat tinggal untuk setiap manusia
e.
Pembangunan yang bersifat pada inisiatif rakyat (people centered development).
Agenda 21, program aksi PBB yang dihasilkan KTT Bumi Rio De Janeiro 1992,
pernyataan tentang prinsio-prinsip kehutanan, konvensi tentang perubahan iklim
dan konvensi tentang kekanekaragaman hayati. Sustainable development dalam
terminologi ekonomi, diartikan sebagai suatu pembangunan yang tidak pernah
punah – development that last, pearce and
barbier (Adiningsih, 2002:5). Secara lebih spesifik dapat diartikan sebagai
suatu pembangunan ekonomi yang memakimumkan kualitas kehidupan generasi
sekarang yang tidak menyebabkan penurunan kualitas kehidupan generasi
mendatang. Kualitas hidup tidak hanya mencakup aspek kebutuhan ekonomi namun
juga kebutuhan akan alam yang bersih, sehat dan tingkat kehidupan sosial yang
diinginkan.
Konferensi Tingkat Tinggi
Pembangunan Lingkungan Hidup di Rio De Janeiro Brasil tahun 1992 menghasilkan
sejumlah prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan yang harus bisa dilaksanakan
oleh setiap negara peserta dan penandatanganan Deklarasi Bumi terdapat 5 (lima) prinsip yang sangat penting
dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan, yaitu :
1.
Prinsip keadilan inter dan antar generasi
2.
Prinsip kehati-hatian
3.
Prinsip internalisasi dampak lingkungan eksternal
yang ditimbulkan
4.
Prinsip keberlanjutan pemanfaatan
5.
Prinsip pencemar membayar
Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Hutan kota, adalah suatu hamparan
lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah
perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan
kota oleh pejabat yang berwenang.
Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Ruang Terbuka Hijau
(RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
Ruang terbuka hijau
privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang
perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa
kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan.
Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang
memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau
membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling
mengganggu.
Penyediaan
RTH
1. Berdasarkan Luas
Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan
adalah sebagai berikut:
- ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
- proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
- apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
- Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
2. Berdasarkan Jumlah
Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk,
dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar
luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
- 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
- 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
- 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
- 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
- 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
3. Berdasarkan Kebutuhan
Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan
atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber
daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan
agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel
kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan
perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH
pengamanan sumber air baku/mata air.
Manfaat
RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
- Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
- Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
Pokok-Pokok Kebijakan
Di Bidang
Air:
1.
Kebijakan pelestarian air perlu menempatkan
subsistem produksi air, distribusi ar, dan konsumsi air dalam satu kesatuan
yang meyeluruh dan terkait untuk menuju pada pencapaian pola keseimbangan antar
sub sistem tersebut
2.
Kebijakan sub sistem produksi air, meliputi (1)
Konservasi ekosistem DAS dan sumber air untuk menjamin pasokan air; (2)
Mencegah dan memulihkan kerusakan lingkungan terutama pada ekosistem DAS, (3)
Mengendalikan pencemaran untuk menjaga dan meningkatkan mutu air; (4)
Optimalisasi pemanfaatan air hujan.
3.
Kebijakan konsumsi air yang hemat dan efisien untuk
mendukung pelestarian air
4.
Kebijakan sub sistem distribusi air, meliputi (1)
merencanakan peruntukan air permukaan dan air tanah (2) meningkatkan
infrastruktur yang memadai.
5.
Kebijakan penataan ruang, meliputi (1) Menetapkan
rencana tata ruang sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan (2)
Konsistensi pemanfaatan ruang; (3) pengawasan penataan ruang, (4) Meningkatkan
akses informasi
6.
Kebijakan kelembagaan, meliputi (1) membentuk
lembaga pengelola air, (2) mekanisme penyelesaian sengketa air (3) Valuasi
ekonomi, (4) insentif ekonomi.
Di Bidang
Energi:
1.
Kebijakan pencegahan pencemaran; Baku Mutu Limbah
Cair penambangan batu bara, Baku Mutu kualitas udara ambient dan emisi gas
buang kendaraan bermotor, dan pelaksanaan AMDAL pada setiap kegiatan
penambangan
2.
Kebijakan produksi dan penyediaan energi yang ramah
lingkungan
3.
Kebijakan penguatan security of supply, dengan upaya
penyediaan bahan bakar campuran BBM seperti gahosol, biodisel, dll.
4.
Kebijakan pemanfaatan energi yang ramah lingkungan
5.
Kebijakan pemanfaatan energi tak terbarukan dengan
efisien dan hemat
6.
Kebijakan pemenfaatan energi terbarukan, dengan
dorongan investasi dan inovasi teknologi.
Dengan kondisi dan status
lingkungan hidup di Indonesia, Pemerintah juga telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJM) Nasional, dengan sasaran yang ingin dicapai adalah
membaiknya sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tujuannya
untuk mencapai keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai
modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor perikanan, kehutanan, pertambangan
dan mineral terhadap PBD) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi
lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas. Adanya
keseimbangan tersebut berarti menjamin keberlanjutan pembangunan. Untuk itu,
pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor, baik di pusat
maupun di daerah, menjadi suatu keharusan. Yang dimaksud dengan sustainable
development adalah upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa
mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh kegiatannya harus
dilandasi tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu menguntungkan secara
ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially
acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip
tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan maupun investasi
pembangunan jangka menengah (2005-2009) di seluruh sektor dan bidang yang
terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup,
seperti di bawah ini:
Garis besar sasaran
pembangunan lingkungan hidup adalah:
1.
Meningkatnya kualitas air sungai khususnya di
seluruh DAS kritis disertai pengendalian dan pemantauan secara kontinyu;
2.
Terjaganya danau dan situ, dengan kualitas air yang
memenuhi syarat;
3.
Berkurangnya pencemaran air dan tanah di kota kota
besar disertai pengendalian dan pemantauan terpadu antar sektor
4.
Terkendalinya kualitas air laut melalui pendekatan
terpadu antara kebijakan konservasi wilayah darat dan laut;
5.
Membaiknya kualitas udara perkotaan khususnya di
Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan, didukung oleh perbaikan manajemen dan
sistem transportasi kota yang ramah lingkungan;
6.
Berkurangnya penggunaan bahan perusak ozon
(ODS/Ozone Depleting Substances) secara bertahap dan sama sekali hapus pada
tahun 2010;
7.
Berkembangnya kemampuan adaptasi terhadap perubahan
iklim global;
8.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara
berkelanjutan sesuai pedoman IBSAP 2003-2020 (Indonesia Biodiversity Strategy
and Action Plan);
9.
Meningkatnya upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam
manajemen persampahan untuk mengurangi beban TPA;
10.
regionalisasi pengelolaan TPA secara profesional
untuk mengantisipasi keterbatasan lahan di Jabodetabek dan kota-kota besar
lainnya;
11.
mengupayakan berdirinya satu fasilitas pengelolaan
limbah B3 yang baru di sekitar pusat kegiatan induatri;
12.
tersusunya aturan pendanaan lingkungan yang inovatif
sebagai terobosan untuk mengatasi kecilnya pembiayaan sektor lingkungan hidup;
13.
sosialisasi berbagai perjanjian internasional kepada
para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah;
14.
membaiknya sistem perwakilan Indonesia di berbagai
konvensi internasional untuk memperjuangkan kepentingan nasional; dan
15.
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Sasaran
pembangunan lingkungan hidup
Bidang Kehutanan :
1.
Tegaknya hukum, khususnya dalam pemberantasan
illegal loging dan penyelundupan kayu;
2.
Pengukuhan kawasan hutan dalam tata ruang seluruh
propinsi di Indonesia, setidaknya 30 persen dari luas hutan yang telah ditata
batas;
3.
Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan
dan kayu; (Meningkatnya hasil hutan non kayu sebesar 30 persen dari produksi
tahun 2004;
4.
Bertambahnya hutan tanaman industri (HTI), seluas 3
juta hektar, sebagai basis pengembangan ekonomi hutan;
5.
Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan di 141 DAS
prioritas untuk menjamin pasokan air dari sistem penopang kehidupan lainnya;
6.
Desentralisasi kehutanan melalui pembagian wewenang
dan tangghung jawab yang disepakati oleh Pusat dan Daerah;
7.
berkembangnya kemitraan antara pemerintah,
pengusaha, dan masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari; dan
8.
Penerapan iptek yang inovatif pada sektor kehutanan.
Bidang Kelautan:
1.
Berkurangnya pelanggaran dan perusakan sumber daya
kelautan;
2.
Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan
pulau-pulau kecil secara terpadu;
3.
Selesainya batas laut dengan negara tetangga; dan
4.
Serasinya peraturan perundang di bidang kelautan.
Bidang Pertambangan dan Sumber Daya Mineral:
1.
Optimalisasi peran migas dalam penerimaan negara
guna menunjang pertumbuhan ekonomi;
2.
meningkatnya cadangan, produksi, dan ekspor migas;
3.
Terjaminnya pasokan migas dan [produk-produknya
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri;
4.
terselesaikannya Undang undang Pertambangan sebagai
pengganti Undang undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pokok Pertambangan;
5.
Meningkatnya investasi pertambangan dengan perluasan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha;
6.
Meningkatnya produksi dan nilai tambah produk
pertambangan;
7.
Terjadinya alih teknologi dan kompetensi tenaga
kerja;
8.
Meningkatnya kualitas industri hilir yang berbasis
sumber daya mineral, Meningkatnya keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
dan
9.
Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa ijin
(PETI).
Untuk mencapai sasaran tersebut
di atas, arah kebijakan yang akan ditempuh meliputi perbaikan manajemen dan
sistem pengelolaan sumber daya alam, optimalisasi manfaat ekonomi dan sumber
daya alam termasuk jasa lingkungannya, penegakan hukum, rehabilitasi dan
pemulihan cadangan sumber daya alam, dan pengendalian pencemaran lingkungan
hidup. Sasaran pembangunan di atas dibuat agar sumber daya alam dapat tetap
mendukung perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa
mengorbankan daya dukung dan fungsi lingkungan hidupnya, agar kelak tetap dapat
dinikmati oleh generasi mendatang.
Untuk menterjemahkan
sasaran pembangunan dan arah kebijakan di atas, maka pembangunan sumber daya
alam dan lingkungan hidup jangka menengah 2004-2009 akan mencakup
program-program sebagai berikut:
1. Program
Pemantapan dan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan
2. Program
Pengelolaan Sumber Daya Hutan
3. Program
Pembinaan Usaha Pertambangan Migas
4. Program
Pembinaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara
5. Program
Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam
6. Program
Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam
7. Program
Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
8. Program
Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
9. Program
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
Dari kesembilan program
tersebut, dijabarkan menjadi kegiatan-kegiatan yang merupakan rencana aksi,
yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan dari pilihan kebijakan pemerintah di
bidang pengelolaan lingkungan hidup, yang diantaranya adalah:
Program Pengembangan
Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup
melalui tata kelola yang baik (good environmental government) berdasarkan
prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.
Kegiatan pokoknya meliputi:
1.
Pengkajian dan analisis instrumen pemanfaatan sumber
daya alam secara berkelanjutan
- Peningkatan kapasitas kelembagaan serta aparatur pengelola sumberdaya alam dan lingkungan hidup di pusat dan daerah
- Penegakan hukum terpadu dan penyelesaian hukum atas kasus perusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup
- Upaya pembentukan Komisis Naional Pembangunan Berkelanjutan
- Pendirian Komisis Kenaekaragaman Hayati yang didahului dengan pendirian sekretariat bersama tim terpadu keanekaragaman hayati nasional
Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk
mningkatkan kualitas dan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup
dalam rangka mendukung perencanaan pemanfaatan sumber daya alam dan
perlindungan fungsi lingkungan hidup.
Kegiatan pokok yang tercakup
dalam program ini meliputi:
- Penyusunan data sumber daya alam baik data potensi maupun data daya dukung kawasan ekosistem, termasuk di pulau-pulau kecil
- Pengembangan valuasi sumber daya alam meliputi hutan, air, pesisir, dan cadangan mineral
- Pendataan dan penyelesaian tata batas hutan dan kawasan perbatasan dengan negara tetangga
- Penyusunan indikator keberhasilan pengeloaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
- Penyebaran dan peningkatan akses informasi kpada masyarakat
Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah perusakan dan/atau
pencemaran lingkungan hidup baik di darat, perairan tawar dan laut, maupun
udara sehingga masyarakat memperoleh kualitas lingkungan hidup yang bersih dan
sehat.
Kegiatan pokok yang tercakup
dalam program ini meliputi:
- Pemantauan kualitas udara dan badan air secara kontinyu dan terkoordinasi antar daerah dan antar sektor;
- Peningkatan fasilitas laboratorium lingkungan di tingkat propinsi
- Penyelesaian kasus pencemaran lingkungan secara hukum
- Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di sektor transportasi dan energi dalam upaya megurangi polusi udara perkotaan
- Spsialisasi penggunaan teknologi bersih dan ekoefisiensi di berbagai kegiatan manufaktur dan transportasi
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Otonomi Daerah
Lahirnya Undang-undang No 32/2004 telah
memberikan keseimbangan dalam system pemerintahan di Indonesia, termasuk di
bidang lingkungan hidup. UU ini telah memberikan porsi kewenangan yang cukup kepada
pemerintah Pemerintah Propinsi, yakni sebagai koordinator penyelenggaraan
urusan pemerintahan di daerahnya. Dengan demikian diharapkan terdapat
keseimbangan dan sinergitas antara level pemerintahan Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota.
Sebagaimana diatur dalam pasal 13
UU 32/2004 yang menjadi urusan wajib dan menjadi kewenangan pemerintah
daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi diantaranya meliputi :
a.
perencanaan dan pengendalian pembangunan
b.
perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c.
penyediaan sarana dan prasarana umum
d.
penanganan bidang kesehatan
e.
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial
f.
pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas
kabupaten/kota
g.
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menengah termasuk lintas kabupaten/kota
h. pengendalian
lingkungan hidup
i.
pelayanan pertanahan
termasuk lintas kabupaten/kota
j.
pelayanan kependudukan,
dan catatan sipil
k.
pelayanan administrasi umum pemerintahan
Keputusan Menteri LH No 197 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Lingkungan Hidup di Daerah, mengatur jenis-jenis pelayanan yang harus
diselenggarakan pemerintah daerah, dalam hal ini lembaga lingkungan di daerah
adalah:
1.
Pelayanan perlindungan sumber air
a.
Jumlah sumber air di hutan yang dilindungi (100%)
b.
Jumlah mata air di luar hutan lindung yang
dilindungi (100%)
c.
Jumlah kawasan tertentu yang ditetapkan sebagai
kawasan penyangga (1 kawasan)
2.
Pelayanan pencegahan pencemaran air
Jumlah usaha dan atau kegiatan
mentaati persyaratan administrasi dan teknis pengendalian pencemaran air (100%)
3.
Pelayanan pemulihan pencemaran air pada sumber air
Jumlah sumber air yang telah
dipulihkan akibat pencemaran air (50%)
4.
Pelayanan pencegahan pencemaran udara
a.
10 % Ruang Terbuka Hijau (RTH) di lokasi pemukiman, industri,
pusat perdagangan dan lokasi padat lalu lintas (100%)
b.
Jumlah kendaraan wajib yang secara administrasi
terdaftar di Kabupaten/Kota yang bersangkutan dipantau emisinya (100%)
c.
Jumlah kendaraan tidak wajib uji yang secara
administrasi terdaftar di Kabupeten/Kota
yang bersangkutan dipantau emisinya (5%)
d.
Jumlah usaha dan atau kegiatan sumber tidak bergerak
yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis pengendalian pencemaran udara
(100%)
e.
Kualitas udara yang memenuhi baku mutu udara ambient
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (100%).
5.
Pelayanan pencegahan dan penanggulangan dampak
lingkungan akibat sampah
Jumlah TPS dan TPA dioperasikan
sesuai persyaratan teknis dan lingkungan (100%)
Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan wajib di bidang
pengendalian dampak lingkungan dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah
provinsi selaku wakil pemerintah. Pembinaan dalam bentuk pemberian fasilitas
berupa pemberian standar teknis, pedoman, bimbingan teknis, pelatihan,
percontohan dan sebagainya.
Kendala yang Dihadapi Pemerintah
Masih banyak kendala yang
dihadapi pemerintah
untuk mewujudkan hal tersebut seperti :
a.
Peruntukan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) sebagai sumber yang utama dalam penyelenggaraan pemerintahan
di daerah, akibatnya sumber daya alam dieksploitasi secara besar-besaran tanpa
mengindahkan prinsip transgenerasi yang diamanatkan oleh UUD 1945.
b. Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya
Manusia (SDM) di bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup memerlukan biaya yang
mahal, akibatnya membebani APBD.
c. Lemahnya kemampuan dan kemauan para
birokrasi untuk melaksanakan Pengelolan Lingkungan Hidup.
d. Peran masyarakat sebagai penghasil limbah
cair dan padat (sampah rumah tangga) yang masih sangat kurang (budaya dan
kesadaran hidup bersih dan sehat).
e.
Kurangnya kemampuan dan kemauan
aparat penegak hukum di pusat dan daerah.
BAB
III
STUDI
KASUS PADA KOTA SURAKARTA
Surakarta sebagai salah satu kota di
Wilayah Propinsi Jawa Tengah yangpertumbuhannya sangat pesat, mengalami
perkembangan di seluruh bidangkegiatan. Baik dalam bidang industri, jasa,
permukiman, pendidikan, perdagangan maupun transportasi. Seiring dengan perkembangan
wilayah perkotaan tersebut, maka terjadi alih fungsi lahan yang tadinya
merupakan lahan pertanian yang tidak terbangun menjadi daerah terbangun (built
up area). Perubahan ini menyebabkan peningkatan kepadatan penduduk dan
kepadatan permukiman.
Perluasan lahan terbangun baik
difungsikan sebagai permukiman,perdagangan maupun industri secara otomatis akan
memicu permasalahan penurunan kualitas lingkungan. Permasalahan tersebut sering
terjadi di wilayah perkotaan pada umumnya. Masalah banjir, sampah, polusi
udara, pencemaran air, penurunan kualitas dan kuantitas air tanah merupakan
masalah pelik yang sering terjadi di wilayah perkotaan, sehingga
masalah-masalah tersebut perlu segera ditanggulangi secara terencana dan
terpadu.
Sejak diundangkannya UU Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah maka urusan pengendalian lingkungan hidup
merupakan urusan wajib daerah. Sebagai upaya untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan lingkungan hidup Kota Surakarta, maka Pemerintah Kota
Surakarta kemudian menetapkan suatu peraturan daerah yaitu Perda No. 2 tahun
2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup. Dengan ditetapkanya perda tersebut
diharapkan agar pengendalian lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan secara
komprehensif, taat azas dan terpadu.
Tata
ruang Kota Surakarta menyediakan area hijau berupa taman atau hutan kota
sebagai paru-paru kota dengan luas 3,45 Ha. Luas taman ini jika dibandingkan
dengan luas total Kota Surakarta yaitu 44,04 Ha hanya sebesar 0,0078%. Dengan
nilai persentase ini terlihat sangat kecil, karena itu tentunyadengan kecilnya
lahan hutan kota perlu kesadaran oleh masyarakat kota untuk berpartisipasi
membantu menghijaukan kota dengan cara menanam pohon besar atau keras di
halaman rumah, di kantor maupun di tempat usaha.
Tabel 1.1 Tata Ruang Pengunaaan
Tanah di
Wilayah Surakarta Tahun 2005-2009 ( dalam ha )
Meskipun demikian secara periodik telah
terjadi alih fungsi dari lahan sawah menjadi lahan bukan sawah yang ditunjukkan
dengan luas sawah irigasi pada tahun 2005 seluas 29, 97 ha dan tanah sawah
nonirigasi seluas 136,27 Ha berubah fungsi sehingga pada tahun 2009 tinggal
18,94 Ha untuk lahan sawah irigasi dan 126,52 Ha sawah nonirigasi. Hal ini
diduga disebabkan karena desakan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga
kebutuhan akan tempat tinggal,fasilitas umum maupun sarana kerja yang terkait
dengan penggunaan lahan di luarsektor pertanian.Luas lahan kelima kecamatan,
sebagian besar sebagian besar bahkan lebihdari separuh lahannya digunakan untuk
lahan perumahan. Untuk Kecamatan
Jebres
lahan untuk Jasa 14% merupakan lahan untuk jasa dimana lahan ini digunakan
untuk Perguruan Tinggi UNS, STSI, Solo Techno Park dan Terminal Peti
Kemas. Pada kecamatan ini juga masih terdapat tanah tegalan 6,5% di Kelurahan
Mojosongo, berupa perkebunan rakyat yang banyak diusahakan untuk
kayu
jati
Tabel
1.2 Peta Guna Lahan Pada Tiap Kecamatan
Tahun 2009 ( dalam %)
Perubahan fungsi lahan menjadi suatu
kawasan terbangun memberi dampak terhadap lingkungan hidup dan tata ruang
bangunan, sehingga untuk menjaga kualitas lingkungan hidup di wilayah Kota
Surakarta, Badan Lingkungan Hidup melaksanakan pemantauan terhadap baku mutu
lingkungan antara lainuntuk kualitas air limbah sebagai dampak pembangunan yang
dilaksanakan. Pemantauan ini dilaksanakan di 22 lokasi yang menghasilkan data
base air sungaidan air minum di sekitar wilayah Surakarta. Namun terdapat
kendala yang dihadapi dalam kegiatan pemantauan baku mutu lingkungan ini yaitu
keterbatasan biaya untuk pemeliharaan alat-alat laboratorium yang digunakan
untuk pengujian sampel kualitas air. Selain itu dengan berkembangnya
pembangunan di wilayah Kota Surakarta, pemerintah juga melakukan kegiatan untuk
meningkatkan kesadarandan peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian
hidupnya khususnya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
kelengkapan perijinan seperti AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan
UKL-UPL (Upaya KelolaLingkungan-Upaya Kelola Lingkungan) untuk pembangunan
usaha serta produksi bersih.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan kebijakan
pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, menunjukkan kemajuan yang yang cukup
signifikan. Perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup
meningkat, baik dari jumlah dan materi cakupan. Dengan demikian, akan semakin
lengkap kebijakan publik pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.
Namun demikian kebijakan yang fleksibel, yang
dapat mengikuti perkembangan jaman, menjadi suatu kebutuhan pokok untuk
menjadikan kebijakan yang efektif. Selain itu, untuk mewujudkan kebijakan yang
efektif harus didukung oleh 3 (tiga) unsur, yaitu materi kebijakan (content of policy), tata laksana
kebijakan (structure of policy), dan
budaya kebijakan (culture of policy). Content of policy, adalah isi dan cakupan yang
komprehensif dan mengakomodir berbagai kepentingan masyarakat. Structure of
policy adalah kelembagaan dan aparat pelaksana dari kebijakan pemerintah.
Culture of policy adalah kondisi sosial masyarakat obyek kebijakan yang akan
mempengaruhi sikap dan penerimaan dari kebijakan pemerintah.
Daftar Pustaka
http://geo.ugm.ac.id/pembangunan-berkelanjutan-lingkungan-hidup/( diakses pada tanggal 14 Desember 2013)
http://dennybiantong.blogspot.com/2012/07/kebijakan-pembangunan-berkelanjutan-di.html( di akses pada tanggal 15 Desember 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar