BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kondisi lingkungan global dewasa ini semakin
memprihatinkan. Hal ini dipicu oleh ulah manusia yang mengekploitasi sumber
daya alam dan lingkungan tanpa batas. Berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi saat ini
meliputi cakupan lokal, regional, nasional, internasional, sebagian besar
bersumber dari perilaku manusia.
Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan, seperti
di laut, hutan, atmosfer, air dsb. Semua itu bersumber dari perilaku manusia
yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri.
kasus-kasus yang terjadi di lingkungan menarik untuk dikaji dari sudut pandang
etika lingkungan.
Pada makalah ini mengankat tema mengenai
etika lingkungan dengan judul “Dampak Etika Lingkungan Masyarakat Terhadap
Sungai Cilincing”. Buruknya kualitas badan dan muara sungai
Cilincing pada umumnya disebabkan karena
banyaknya limbah yang masuk ke badan sungai di sepanjang aliran tersebut.
Status Lingkungan Hidup pada wilayah sekitar sungai Cilincing disebabkan karena
tekanan ekologis terhadap lingkungan akibat
dari tingginya jumlah penduduk. Tingginya jumlah penduduk akibat ledakan jumlah
penduduk yang tidak terkendali menimbulkan banyak masalah lingkungan. Hal ini
disebabkan oleh kurang pahamnya masyarakat terhadap etika lingkungan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
definisi dari etika lingkungan?
2. Bagaimana
etika lingkungan masyarakat di sekitar sungai Cilinding?
3. Dampak
apa yang ditimbulkan dari etika lingkungan masyarakat terhadap sungai
Cilincing?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
definisi etika lingkungan
2. Mengetahui
etika lingkungan masyarakat di sekitar sungai Cilinding
3. Mengetahui
dampak yang ditimbulkan dari etika
lingkungan masyarakat terhadap sungai Cilincing
BAB
II
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian
Etika Lingkungan
Etika lingkungan adalah satu cabang dari filosofi. Etika didefinisikan
untuk melihat apakah sesuatu itu benar atau salah, dengan tidak memperhatikan
dari perbedaan-perbedaan kebudayaan. Sebagai contoh, kebanyakan kebudayaan
mempunyai rasa hormat yang mendalam untuk kehidupan, dan merasa bahwa semua
individu mempunyai kesempatan yang baik untuk hidup. Hal ini ditetapkan
menghargai harga diri suatu individu dalam kehidupannya.
Moral dikonstribusikan dari etika karena moral
mereflesikan perasaan yang dominan dari kebudayaan tentang pendapat etika.
Sebagai contoh, tidak etisnya seorag ynag membunuh orang lain. Meskipun
demikian, pada saat suatu negara mengumumkan perang, kebanyakan dari
masyarakatnya dapat menerima kebolehan membunuh musuh-musuhnya. Karena itu hal
tidak moral yang dapat dikerjakan meskipun etika menyatakan bahwa membunuh itu
salah.
Tingkah
laku tidak etis
|
Tingkah
laku etis
|
Ø Mencuri
Ø Berdusta
Ø Membunuh
Ø Menipu
Ø Bermalas-malas
|
Ø Kejujuran
Ø Kebenaran
Ø Setia
kawan
Ø Kerja
keras
|
Pandangan
lingkunagn juga termasuk suatu penetapan nilai etika dan morral. Sebagai
contoh, saling membantu sesama manusia bilamana suatu tempat mempunyai
kelebihan pangan maka tidak eis ditempat lain menderita kelaparan. Bisa terjadi
ada yang tidak merasakan suatu kewajiban untuk bersama-sama dengan tempat lain
didunia ini. Dalam kenyataannya ketidak samaan kemampuan memunculkan akibat
bagi suatu negara menderita kelaparan tadi. Dan disisi moral hanya sebagai
suatu hal yang tidak konsisten dengan kebenaran etis yang murni itu.
B.
Teori
Etika Lingkungan
Teori
etika lingkungan terdiri dari:
a. Antroposentrisme
b. Biosentrisme
c. Ekosentrisme
d. Hak Asasi Alam
e. Ekofeminisme
f. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan Hidup
a.
Antroposentrisme
Teori Antroposentrisme
adalah teori lingkungan yang memandang
manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya
dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan
yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya, nilai dan prinsip
moral hanya berlaku bagi manusia dan etika hanya berlaku bagi manusia.
Antroposentrisme
selain bersifat antroposentris, juga sangat instrumentalistik. Pola
hubungan manusia dan alam dilihat hanya dalam relasi
Instrumental. Alam dinilai sebagai alat bagi kepentingan manusia, sehingga
apabila alam atau komponennya dinilai tidak berguna bagi manusia maka alam akan
diabaikan. Teori ini bersifat egois, Karena bersifat instrumentalistik dan
egois teori ini dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan
sempit (shallow environmental ethics). Teori ini dianggap sebagai salah
satu penyebab, bahkan penyebab utama, dari krisis lingkungan yang terjadi.
Karena teori ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta
demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya dan tidak peduli terhadap alam.
b.
Biosentrisme
Setiap kehidupan dan makhluk
hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Tidak hanya manusia
yang mempunyai nilai, alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari
kepentingan manusia.
Biosentrisme
menolak argumen antroposentrisme, karena yang menjadi pusat perhatian dan yang dibela
oleh teori ini adalah kehidupan, secara moral
berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini mempunyai
nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Mendasarkan
moralitas pada keluhuran kehidupan, baik pada manusia maupun pada makhluk hidup
lainnya. Konsekuensinya: alam semesta adalah sebuah komunitas moral. Manusia maupun bukan manusia sama-sama memiliki nilai moral. Kehidupan
makhluk hidup apapun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap
keputusan dan tindakan moral. Bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi kepentingan
manusia.
c.
Ekosentrisme
Ekosentrisme merupakan kelanjutan
dari teori biosentrisme. Pada teori Ekosentrisme, etika diperluas untuk mencakup
komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun yang tidak. Secara ekologis, makhluk hidup (biotis) dan
benda-benda
abiotis lainnya saling terkait satu sama lainnya.Kewajiban dan tanggung jawab
moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup Salah satu versi ekosentrisme
adalah Deep ecology.
Deep ecology (DE) diperkenalkan oleh
Arne Naess (filsuf Norwegia) tahun 1973 dalam artikelnya “The shallow and
the Deep, Long-range Ecological
Movement: A
Summary”. DE menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia,
tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitannya dengan upaya mengatasi
persoalan lingkungan hidup. DE tidak mengubah sama sekali hubungan manusia
dengan manusia.
Yang baru dari teori Ekosentrisme adalah, manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu
yang lain. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral, namun memusatkan perhatian
kepada semua spesies atau biosphere
secara
keseluruhan.
Etika lingkungan yang dikembangkan DE dirancang sebagai sebuah
etika praktis, sebagai sebuah gerakan DE lebih tepat disebut sebagai sebuah
gerakan di
antara orang-orang yang mempunyai sikap dan keyakinan yang sama,
mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan
isu lingkungan dan politik. DE suatu gerakan yang menuntut dan didasarkan pada
perubahan paradigma secara mendasar dan revolusioner, yaitu cara pandang,
nilai, dan perilaku atau gaya hidup.
d. Hak Asasi Alam
Makhluk hidup di luar
manusia tidak memiliki hak pribadi, namun makhluk hidup membutuhkan ekosistem
atau habitat untuk hidup dan berkembang. Makhluk hidup selain manusia memiliki hak asasi atas ekosistem dan
habitatnya. Hak asasi
alam tidak bersifat absolut.
e. Ekofeminisme
Ekofeminisme merupakan bagian atau cabang dari feminisme. Ekofinisme menggugat cara pandang dominan dan umum berlaku pada era
modern, cara pandang maskulin, patriakis dan hierarkis. Ekofeminisme
dikategorikan sebagai ekologi sosial. Penganut ekofeminisme berkeyakinan bahwa struktur
dan institusi sosial dan politik harus diubah secara radikal untuk menghapus
atau paling tidak mengurangi dominasi, penindasan, dan eksploitasi laki-laki
terhadap perempuan serta dominasi dan eksploitasi terhadap alam.
f. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan
Hidup
Prinsip-prinsip etika
lingkungan hidup meliputi:
Ø Sikap hormat terhadap alam (respect for nature)
Ø Prinsip tanggung jawab (moral responsibility for nature)
Ø Silidaritas kosmis (cosmic solidarity)
Ø Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam (caring for
nature)
Ø Prinsip “no harm” tidak
merugikan alam
Ø Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
Ø Prinsip keadilan
Ø Prinsip demokrasi
Ø Prinsip integritas moral
C.
Etika
Individu
Sebagai seorang
masyarakat yang dijamin untuk bebas dari tekanan-tekanan, bebas dari ketakutan,
bebas menyatakan pendapat, dan memiliki hak-hak asasi lainnya. Masyarakat
sebagai individu juga dijamin keberadaannya untuk dipilih dan menentukan hak
pilihnya dalam menentukan kehidupan bermasyarakatnya.
D.
Etika
bersama
Keberadaan dari
suatu industri memerlukan ahan mentah, proses pembuatan, pemasaran dan
pembuangan limbah dapat merupakan bagian yang dapat menyebabkan suatu
pencemaran. Hal ini dapat saja dicegah dalam mengurangi akibat tersebut dengan
suatu kebujakan yang dilakuakn bersama. Industri dapat menjadi suatu yang dapat
mengotorkan lingkungan karena semua industri menggunakan energi dan sumber daya
alam. Dan dalam proses suatu pabrik sisa-sisa sampah yang menjadi hasil
sampingan yang dihasilkan sebagaimana dinyatakan oleh hukum termodinamika kedua
tentang energi dan panas yang dihasilkan.
Sebagai contoh
industri yang membuat makanan menggunakan energi dalam mempersiapkan makanan
jadi yang dibuat. Banyak energi hilang menjadi panas limbah. Tambahan lain,
asap dan bau-bauan yang dihasilkan dilepaskan keatmosfera. Akhirnya, tulang,
lemak dan makanan yang tidak berwarna dapat menjadi material yang tidak
terpakai yang harus dibuang pula.
Harga dan nilai
dari pengendalian limbah dapat menjadi sangat penting dalam nilai kerjasama
yang menguntungkan. Badan hukum dapat merupakan jaminan saling menguntungkan,
yang berarti tidak akan merugikan satu pihak yang lain. kerjasama tidak
mempunyai etika, hanya orang-orang yang membuat kerjasama akan menampilkan
suatu etika yang baik. Kebanyakan orang akan menetapkan suatu pencemaran tidak
etis dan amoral, tetapi pada suatu badan hukum adalah merupakan salah satu dari
faktor-faktor yang dapat ditunjukan sebagai ‘profitability’.
E.
Manusia
dan lingkungan
Keberadaan
manusia sebagai makhluk hidup diatas permukaan bumi sangat dominan, yang akan
mempengaruhi sikap, manusia untuk mendapatkan segala kebutuhan kehidupannya
terhadap sumber daya alam. Kadang manusia sangat eksploitatif dan eksklusif
antroposentrik dimana dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia diatas
segalanya dan ingin mengusahakannya dalam jangka waktu yang secepat mungkin.
Meskipun sistem dalam alam mempunyai daya homoestatis dan kelantingan, tetapi
eksploitasi yang berlebih-lebihan akan merusak keseimbangan yang seharusnya
selalu ada. Hal ini akan merugikan manusia itu sendiri dimasa yang akan datang
untuk kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan generasi yang akan datang.
Kesadaran dan
sikap manusia terhadap lingkungan perlu untuk selalu dimonitir melewati
berbagai cara seperti keyakinan akan ajaran agama, yang selalu mengajarkan
sikap yang transendental, yang menggaris bawahi keharusan bagi manusia untuk
bersikap dan tanggung jawab juga bagi generasi penerusnya. Sumber daya alam
berupa keanekaragaman, sumber materi, energi, ruang dan waktu, dengan segala
manifestasinya yang berupa genetis, fisiologis dan psikologis perlu
dilestarikan daya dukungnya dalam alam.
F.
Keseimbangan
organisme di alam
Manusia sering
turut campur tangan dalam menjaga keseimbangan yang terjadi dialam. Misalnya ia
melindungi hewan-hewan dengan mengendalikan pemangsanya. Sebagai contoh, ketika
pemangsa alam dari kijang dikurangi, perumput kijang jadi bertambah banyak dan
tanyak yang mati karena kelaparan pada saat musim dingin. Demikian pula ketika
elang dibunuh untuk mencegah pemakan anak ayam, maka tikus-tikus menaik
jumlahnya dan menyebabkan kerusakan pada perladangan dan buah-buahan.
G.
Keserasian
Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Latar belakang
konsep keserasian Indonesia yaitu, Filsafat lingkungan dalam budaya Indonesia
seperti kebiasaan adanya hutan larangan, ladang berpindah tradisional,
keselarasan dan keseimbangan dalam arah jangka panjang pembangunan nasional,
masalah kependudukan dengan luas lingkungan, dan tantangan pembangunan di dalam
negeri sendiri, kekurangan dan pergantian sumber daya energi, perubahan tatanan
ekonomi dunia, revolusi energi dan lain-lain.
Dalam mengembangkan kebijaksanaan program kerja,
dipakai pendekatan yang menyangkut perangkat kualitas yang mendukung keserasian
penduduk dengan lingkungannya, yaitu:
1. Kualitas
manusia
Menyangkut
kualitas yang diperlukan agar manusia Indonesia dapat mengembangkan
lingkungannya dalam keserasian. Kualitas ini menyangkut ciri-ciri yang bersifat
fisik (seperti bobot, tinggi badan, kesegaran jasmani) maupun non fisik.
Bertolak dari GBHN mengenai konsep “manusia seutuhnya”, kualitas nonfisik yang
relevan dan ingin dikembangkan dapat dikemukakan sebagai berikut:
Ø Kualitas
pribadi, yang merupakan perangkat ciri yang membentuk watak seseorang dan
melekat pada dirinya.
Ø Kualitas
spiritual, menyangkut keselarasan hubungan dengan Tuhan, diperlukan dalam
mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat dan ketenangan kejiwaan orang yang
memiliki kepercayaan agama ini.
Ø Keserasian
dengan lingkungan, menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan dan alam
sekitar.
Ø Kualitas
masyarakat, keserasian hubungan sesama manusia, hubungan dengan lingkungan
sosial.
Ø
Kualitas berbangsa, mengisi keserasian
hubungan dengan bangsa-bangsa lain dan kualitas insani dasar.
2.
Kualitas masyarakat dan lingkungan hidup
sosial, perangkat ini dipengaruhi oleh tiga kelompok faktor penting, yaitu:
Ø Daya
tampung sosial, yaitu kemampuan suatu masyarakat untuk menampung jumlah anggota
dan kelompok yang optimal dalam wilayah tertentu, tanpa mengganggu kelangsungan
fungsi sebagai masyarakat. Pengembangan daya tampung sosial bertujuan agar
penduduk mampu hidup bermasyarakat dalam lingkungan sosial yang lebih padat,
dengan lingkungan fisik yang terbatas.
Ø Keserasian
sosial, untuk mengembangkan hubungan sosial yang baik antara berbagai kelompok
penduduk.
Ø
Dampak sosial pembangunan, baik mikro
maupun makro.
3.
Keserasian kualitas kependudukan dan
lingkungan hidup yang bertujuan agar terdapat keserasian antara pengembangan
dalam indikator kependudukan dan indikator lingkungan.
4. Wawasan
lingkungan hidup. Menyangkut kesadaran masyarakat tentang lingkungan, peran
serta swadayanya dalam menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup.
Dalam pengembangannya, kebijaksanaan dan program
keserasian didasarkan pada lima prinsip pengelolaan ekosistem, yaitu:
a. Keterkaitan
(interdependency)
b. Keanekaragaman
(diversity)
c. Kesinambungan
(sustainability)
d. Keseimbangan
(equilibrium)
e. Keserasian
(harmoni)
H. Etika Lingkungan
Untuk dapat mengerti lebih baik nilai-nilai dan
sikap-sikap terhadap lingkungan kita melakukan pendekatan dengan tiga macam
perbedaan titik pandang sikap-sikap individu yaitu etika perkembangan, etika
pemeliharaan, dan etika keseimbangan.
Etika perkembangan ini merupakan faktor yang
mendasari tindakan individu yang dapat menjadi pengelola dari alam maupun bumi
untuk mengambil sumber daya yang ada untuk kepentingan dan kemanfaatan manusia.
Pandangan ini akan diikuti oleh etika kerja yang dilakukannya untuk mencipta dan
berkreasi dalam perubahan yang kontinyu yang makin lama makin maju dan
bertambah baik.
Etika pemeliharaan menyarankan agar alam selalu
terpelihara dengan baik, yang secara alami tetap demikian. Dalam pandangan ini
kepedulian terhadap alam sering didasarkan atas kepercayaan agama untuk tetap
melindungi alam itu. Individu menyimpan rasa hormat yang mendalam dalam
kehidupan ini dan selalu respek terhadap hal-hal yang benar bahwa ciptaan dalam
kehidupan ini untuk memberikan nilai yang baik terhadap nilai sosial dan
ekonomi. Ahli-ahli dalam pandangan ini juga menaruh minat yang besar terhadap
alam dalam hal keindahan dan rekreasi yang dapat dimanfaatkan manusia untuk
piknik, lintas alam, perkemahan, memancing, atau untuk menikmati kesejukan yang
ter dapat disitu. Manusia akan dapat belajar banyak hal dari alam. Langka dan
punahnya spesies dan ekosistem dari alam harus segera dicegah. Demikian pula
masalah diversitas alam sebaiknya terpelihara oleh manusia.
Pada etika keseimbangan berhubungan erat dengan
pandangan etika pemeliharaan, tetapi lebih menitik beratkan pada keseluruhan
habitat bumi dan waktu yang lebih lama.
Untuk mencari keseimbangan dan keserasian dalam
lingkungan ini perlu dikembangkan etika lingkungan yang merupakan berbagai
prinsip moralitas lingkungan (Soeryani 1985) yaitu suatu ramuan baru yang
sesuai dengan moral manusia dengan moral alam. Secara praktis Dr. Abdullah
dalam panel diskusi PPSML UI dan keompok Alumni Filsafat (1985) menyambut hari
lingkungan hidup 1985 yang diadakan 18 juli 1985 menyarankan untuk
dikembangkannya kode-etik lingkungan yang harus dipatuhi oleh semua yang merasa
berkepentingan dalam masalah lingkungan hidup dan pengelolaannya di Indonesia
khususnya dan di dunia umumnya.
Etika lingkungan dalam bentuk-bentuk sederhana dapat
dilakukan dengan kegiatan yang berhubungan dengan masalah lingkungan. Misalnya
kegiatan penghijauan, reboisasi, gerakan kebersihan dan slogan-slogan yang
dapat menggugah kesadaran dalam membina lingkungan hidup.
Misalnya:
Ø Hutan
sumber kemakmuran bangsa
Ø Biarkan
aku tumbuh
Ø Akupun
makhluk sesama anda yang perlu anda cintai
Ø Sayangilah
binatang
Ø Let
them still alive in your eyes, don’t let them die in your hand
Ø Please
take picture and leave only your foot print
Lingkungan
hidup manusia merupakan ruang tempat manusia hidup bersama-sama makhluk biotis
lainnya dan makhluk abiotis. Lingkungan manusia dapat dibedakan menjadi
lingkungan fisik yang meliputi tanah, air, perumahan, udara, hujan dan
lain-lain, lingkungan biotis adalah semua organisme disekitar manusia sendiri,
dan lingkungan sosial adalah segala sesuatu yang timbul akibat hubungan timbal
balik antara manusia satu dengan yang lainnya, misalnya kebudayaan ekonomi,
pendidikan, pekerjaan, kehidupan keluarga dan lain-lain. saling tindak antara
komponen diatas akan menampakkan saling hubungan yang erat sebagai suatu
ekosistem. Bila keadaan baik akan
terdapat bila dalam keadaan seimbang, yang merupakan keseimbangan yang dinamis
karena dinamika dari kehidupan manusia yang selalu aktif di alam ini. Konsep
‘pelestarian alam’ atau pelestarian lingkungan bukanlah berarti tidak adanya
perubahan tetapi merupakan suatu usaha pengelolaan lingkungan yang bertujuan
menjaga kemampuan lingkungan agar dapat mendukung kehidupan manusia secara
berkesinambungan, pada tingkat kehidupan yang lebih baik.
Usaha
pengelolaan lingkungan didasarkan gambaran yang di dapat manusia dari
pengalamannya tentang struktur. Fungsi dan sifat-sifat serta reaksi lingkungan
terhadap kegiatan manusia. Dengan demikian manusia dapat mengetahui cara
pengelolaan lingkungan yang bijaksana sesuai dengan keadaan ekologi lingkungan
itu. Dalam pengelolaan ini manusia akan mendapatkan manfaat yang akan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan dilain pihak akan terdapat pula resiko lingkungan yang
dapat menghambat tersedianya kebutuhan itu.
Fungsi
lingkungan dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Lingkungan
memberikan ruang untuk hidup, sebagai tempat tinggal dan melakukan fungsi
kehidupan.
2. Lingkungan
merupakan sumber daya hayati dan nonhayati, baik yang dapat terbaharui maupun
tidak dapat terbaharui. Misalnya batubara adalah sumber daya non hayati yang
tak terbaharui, oksigen sumber daya non hayati yang terbaharui. Hutan merupakan sumber daya
hayati yang terrbaharui dan meskipun demikian bila salah dalam pengelolaannya
akan menjadi sumber daya hayati yang tak terbaharui.
3. Lingkungan
sebagai penyedia dan pendukung kehidupan organisme lain. Misalnya fotosintesis yang terjadi pada
tumbuh-tumbuhan, hutan melindungi tanah dari erosi oleh hujan dan angin, dan
sebagai pengatur daur air.
Adanya
anggapan bahwa sumber daya alam merupakan milik bersama dan tersedia tidak
terbatas maka akan muncul kecenderungan untuk menggunakannya secara
berlebih-lebihan sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan sukar untuk bisa
pulih kembali seperti keadaan semula.
Beraneka
ragamnya kebutuhan manusia dan makin banyak dalam kehidupannya telah
menyebabkan manusia selalu berusaha untuk bekerja dan memanfaatkan segala
sumber daya yang tersedia.
I.
Peraturan
dan Undang-undang Lingkungan Hidup
Dalam UU No 32 tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan. Izin
Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha
dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau
Kegiatan.
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian
mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan.
Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang
selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha
dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau
Kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat
menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak
terhadap lingkungan hidup. Dampak
Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan
oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan. Kerangka Acuan adalah ruang lingkup kajian
analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
BAB
III
STUDI
KASUS
PENGARUH LIMBAH ORGANIK DI KAWASAN SUNGAI CILINCING
Teluk Jakarta merupakan perairan semi
tertutup yang masih mendapat pengaruh sifat laut dari Laut Jawa dan menerima
limpasan air sungai yang bermuara ke dalam teluk. Di perairan ini bermuara 13
sungai besar mulai dari muara sungai Cisadane di bagian barat sampai muara
sungai Citarum di bagian timur. Teluk Jakarta adalah perairan yang penting,
baik secara ekologis maupun ekonomis. Perairan ini secara ekologis menjadi
penting karena menopang kehidupan biota laut di Laut Jawa serta mendapat
ancaman serius pencemaran melalui limbah hasil kegiatan semua manusia di kota
Jakarta dan sekitarnya yang masuk ke dalamnya. Secara ekonomis, perairan ini merupakan
lahan kehidupan ribuan manusia, mulai dari nelayan, pelaku bisnis, hingga
masyarakat umum lainnya. Di teluk ini pula terletak sebuah pelabuhan
internasional yang memiliki frekuensi transportasi perkapalan yang tinggi,
termasuk kegiatan pariwisata bahari di pantai Teluk Jakarta dan di gugusan
Kepulauan SeribuBelum lagi kegiatan perikanan seperti tambak tambak di sepanjang
pesisir pantai dan bagan bagan kerang hijau yang menyebar mulai dari Dadap,
hingga Cilincing. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Teluk Jakarta adalah
sebuah ekosistem perairan yang mendapat tekanan ekologis dan ekonomis tinggi
dari manusia.
Di
samping itu, keterkaitan wilayah pesisir Teluk Jakarta dengan wilayah daratan
melalui daerah aliran sungai (DAS) dengan 13 DAS yang bermuara di Teluk
Jakarta, menjadikan wilayah pesisir Teluk Jakarta sebagai perangkap sedimen,
nutrien dan bahan-bahan pencemar yang berasal dari hulu, yang sangat
berpengaruh pada produktivitas hayati dan kualitas lingkungan perairan Teluk
Jakarta. Dengan demikian, penduduk di Kota Jakarta bertanggung jawab atas tekanan
ekologis yang terjadi di Teluk Jakarta karena semua limbah hasil kegiatan
manusia, baik kegiatan domestik maupun industri masuk ke perairan ini. Apalagi
sampai saat ini belum tersedia fasilitas pengolahan limbah cair domestik
kolektif yang memadai yang mampu mengolah limbah cair domestik dari semua Kota
Jakarta. Akibatnya, limbah cair domestik dari setiap rumah tangga masuk ke
sistem drainase kota (kali dan sungai) tanpa diolah, kemudian masuk ke perairan
Teluk Jakarta.
Dampak
masuknya limbah organik dari daratan ke Teluk Jakarta membuat perairan ini menjadi
demikian subur, bahkan kelewat subur yang dinamakan dengan Hyper-eutrophic,
yaitu perairan dengan tingkat kesuburan sangat tinggi di sekitar muara sungai
dan sepanjang pantai Teluk Jakarta, yang secara intensif menerima masukan
langsung air sungai dari daratan. Secara visual, perairan ini keruh dan
berwarna hijau gelap. Sedikit lebih ke tengah, perairan Teluk Jakarta berkurang
setingkat yaitu kelas eutrophic, yaitu perairan dengan tingkat kesuburan
tinggi. Melemahnya pengaruh langsung dari daratan serta berbagai pengaruh fisik
perairan, seperti pengenceran oleh massa air dari Laut Jawa serta konsumsi
unsur hara oleh fitoplankton, menjadikan perairan bagian luar Teluk Jakarta
tidak setinggi di pantai dan muara sungai.
Sangat
tingginya kesuburan perairan Teluk Jakarta ini memiliki dua sisi yang berbeda. Satu
sisi adalah sisi positif, yaitu membawa manfaat yang tinggi bagi masyarakat,
khususnya bagi nelayan dan pembudidaya kerang secara massal, utamanya jenis
kerang hijau (Perna viridis) yang memiliki pasar yang cukup baik.
Pertumbuhan kerang yang dibudidayakan demikian bagus, karena melimpahnya
makanan, yaitu plankton yang merupakan implikasi dari tingginya kandungan unsure
di perairan yang sangat subur ini. Sisi positif lain adalah Teluk Jakarta
senantiasa berperan sebagai eksportir utama bahan organik ke Laut Jawa yang
merupakan makanan bagi ikan-ikan yang terdapat di perairan tersebut sehingga
melalui proses rantai makanan, ikan-ikan yang ada di Laut Jawa senantiasa
tercukupi kebutuhan makanannya.
Sementara
itu, sisi negatif dari tingginya tingkat kesuburan perairan Teluk Jakarta,
antara lain, adalah berupa timbulnya kejadian ledakan fitoplankton yang rutin
terjadi di kawasan ini. Selain dapat menimbulkan kematian massal ikan melalui
berkurangnya nilai oksigen terlarut, ledakan fitoplankton ini juga dapat
mengganggu kawasan wisata bahari melalui penurunan nilai estetika perairan.
A. Tekanan
Ekologi terhadap Perairan
Perairan
Cilincing menerima input nutrien yang tinggi melalui sungai Cakung yang
melewati dan bermuara di Cilincing. Gubernur DKI Jakarta telah mengeluarkan
Surat Keputusan No. 582 Tahun 1995 Tentang Peruntukan Baku Mutu Air
Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, dan menetapkan Sungai Cakung ke dalam Golongan D dengan peruntukan
sebagai pertanian dan usaha perkotaan.
Buruknya
kualitas badan dan muara sungai pada umumnya disebabkan karena banyaknya limbah
yang masuk ke badan sungai di sepanjang aliran tersebut. Status Lingkungan
Hidup DKI Jakarta tahun 2010 menyebutkan bahwa tekanan ekologis terhadap
lingkungan disebabkan oleh tingginya jumlah penduduk, dimana dalam lima
dasawarsa terakhir peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta dari 2.906.500 jiwa
pada tahun 1961 menjadi 9.588.200 jiwa pada tahun 2010.
Dibandingkan
dengan populasi penduduk dunia yang dilaporkan oleh Glibert & Burkholder, peningkatan
dari 1,6 milyar pada 1900-an menjadi 6 milyar pada 2000-an, maka populasi penduduk
Jakarta juga mempunyai kecenderungan yang sama. Populasi yang begitu tinggi
akan memicu peralihan fungsi lahan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan
konsekuensi logisnya, ketika pembangunan tidak bersinergi dengan kondisi
lingkungan alam yang ada, maka daya dukung lingkungan akan terlampau dan daya
tampung terhadap limbah dan sampah tidak akan memadai. Dampaknya, terjadi
penggelontoran limbah dan sampah ke badan air yang akan berpengaruh ke perairan
teluk yang menjadi muara dari badan air tersebut.
B. Kualitas
Sungai Cakung dan Muara Cilincing
Untuk
mengontrol kualitas perairan, BPLHD Provinsi DKI Jakarta secara
berkesinambungan melakukan pemantauan kualitas air sungai, yang mengalir di DKI
Jakarta, menerbitkan laporan tahunan Status Lingkungan Hidup DKI Jakarta
sehingga data yang dihasilkan bisa digunakan sebagi rujukan dalam kajian
pengendalian pencemaran sungai dan pengelolaan lingkungan. Hasil analisis
terhadap parameter DO (Dissolved Oxygen, oksigen terlarut), BOD (Biochemical
Oxygen Demand, kebutuhan oksigen biologi), konsentrasi amonia,
nitrat, nitrit dan fosfat di Sungai Cakung dan Muara Cilincing pada Mei 2010
dilaporkan sebagai berikut.
C. Oksigen
Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)
Kelarutan
oksigen di dalam air berpengaruh terhadap kesetimbangan kimia perairan dan kehidupan
biota, dan akan berkurang dengan adanya bahan organik yang mudah terurai.
Sehingga dapat dikatakan, semakin sedikit konsentrasi oksigen terlarut di dalam
air mencirikan adanya pencemaran bahan organik yang tinggi.
Konsentrasi oksigen terlarut di sungai Cilincing
sangat rendah, yaitu 0,23 mg/l dan 0,13 mg/l bila dibandingkan dengan baku mutu
yang telah ditetapkan, yaitu minimal 3 mg/l. Pada muara sungai, baik pada saat
pasang maupun saat surut juga lebih rendah, yaitu 3,55 mg/l dibandingkan dengan
baku mutu yaitu 5 mg/l, bahkan pada saat surut jumlah oksigen terlarut tidak
terdeteksi sama sekali. Artinya, pada kondisi tersebut dengan jumlah oksigen
terlarut di tidak ada, maka biota tidak dapat hidup. Sedangkan pada waktu
pasang, jumlah oksigen terlarut sedikit naik, yang disebabkan oleh pencampuran
dengan air laut.
D. Kebutuhan
oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD)
Konsentrasi
BOD atau kebutuhan oksigen biologi pada perairan juga merupakan salah satu indikator
tingginya kandungan organik di dalam perairan. Konsentrasi BOD yang terukur di
sungai Cilincing sebesar 28,9 mg/l di hulu dan lebih tinggi konsentrasinya di
hilir sungai, yaitu sebesar 35,4 mg/l. Sedangkan, pada muara terukur sebesar 28,95
mg/l untuk saat pasang dan 22,9 mg/l pada saat surut. Konsentrasi BOD pada
hulu, hilir, maupun muara, semuanya lebih tinggi dibandingkan dengan baku mutu
yang ditetapkan yaitu minimal 20 mg/l, artinya kandungan organik di perairan
lebih banyak sehingga kebutuhan oksigen biologi juga lebih tinggi untuk
menguraikan kandungan organik tersebut.
E. Konsentrasi
Amonia
Amonia
di perairan pada umumnya berasal dari hasil penguraian sisa bahan organik dan hasil
samping dari metabolisme ikan. Semakin tinggi bahan organik di perairan maka
konsentrasi amonia juga semakin tinggi. Konsentrasi amonia di badan sungai dan
di muara lebih tinggi dibandingkan dengan baku mutu. Di sungai, konsentrasi
amonia sekitar 6,53 mg/l dan 3,33 mg/l dengan baku mutu amonia untuk badan
sungai sebesar 2 mg/l. Konsentrasi amonia di muara pada saat pasang yaitu 3,59
mg/l, lebih rendah dibandingkan dengan waktu surut yaitu 8,6 mg/l, karena
adanya pencampuran dengan air laut, tetapi keduanya telah melewati baku mutu
amonia di laut sebesar 0,3 mg/l.
F. Konsentrasi
Nitrat
Nitrat
di perairan merupakan makro nutrien yang mengontrol produktivitas primer di
daerah eufotik. Kadar nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh asupan nitrat
dari badan sungai. Sumber utama nitrat berasal dari buangan rumah tangga dan
pertanian termasuk kotoran hewan dan manusia. Konsentrasi di badan sungai kecil
yaitu sebesar 0,2 mg/l dan di bawah baku mutu yang ditetapkan untuk sungai
dengan peruntukan pertanian dan usaha perkotaan sebesar 10 mg/l. Konsentrasi
nitrat di muara sungai yang terukur berada di bawah limit deteksi.
G. Konsentrasi
Nitrit
Nitrit
di perairan biasanya ditemukan dalam jumlah sedikit karena bersifat tidak
stabil. Senyawa nitrit yang terdapat di perairan merupakan hasil reduksi
senyawa nitrat atau oksidasi amonia oleh mikroorganisme dan berasal dari hasil
ekskresi fitoplankton. Konsentrasi nitrit yang terdeteksi di badan sungai
sangat kecil, yaitu 0,02 mg/l bila dibandingkan dengan baku mutu yaitu sebesar
1 mg/l. Di muara terdeteksi lebih tinggi konsentrasinya yaitu sebesar 0,52 mg
/l dan 0,38 mg/l dengan baku mutu untuk air laut sebesar 0,015 mg/l. Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya proses nitrifikasi oleh bakteri nitrosomonas.
H. Konsentrasi
Fosfat
Fosfat
merupakan nutrisi yang esensial bagi pertumbuhan suatu organisme perairan, namun
tingginya konsentrasi fosfat di perairan mengindikasikan adanya zat pencemar.
Senyawa fosfat umumnya berasal dari limbah industri, pupuk, limbah domestik dan
penguraian bahan organik lainnya. Konsentrasi fosfat dibadan sungai masih di
bawah baku mutu yaitu sebesar 0,32 mg/l, dengan besaran baku mutu 0,5 mg/l,
bahkan pada titik 37 di bagian hulu sungai konsentrasi fosfat di bawah limit
deteksi. Karena baku mutu perairan laut untuk biota lebih kecil, yaitu sebesar
0,015 mg/l, maka konsentrasi fosfat yang terukur di muara lebih tinggi
dibandingkan dengan baku mutu.
I. Kualitas
Perairan Laut Cilincing
Pemantauan
kualitas perairan Teluk Jakarta secara rutin telah dilakukan oleh BPLHD DKI Jakarta,
termasuk di perairan Cilincing. Data parameter pH yang terukur di perairan
Cilincing dalam 5 tahun terakhir berkisar dari 7,22–8,60. Baku mutu pH air laut
dengan peruntukkan biota adalah 7,00–8,50. Tetapi dengan toleransi 0,2 untuk
masing masing batas, maka semua pH yang terukur berada pada rentang baku mutu
yang ditetapkan. Temperatur terukur di perairan Cilincing berkisar dari
28,00–31,01oC. Dibandingkan dengan baku mutu (28–30oC),
ada beberapa data di atas baku mutu yang ditetapkan. Dengan toleransi sebesar 2oC,
maka semua data berada dalam rentang baku mutu
yang ditetapkan.
Salinitas
di perairan Cilincing dalam 5 tahun terakhir berkisar dari 28,5–35o/oo.
Baku mutu salinitas adalah 33–34o/oo dengan toleransi
sebesar 5%, sehingga ada beberapa data yang di bawah baku mutu. Salinitas
perairan, apalagi perairan dengan 13 muara sungai yang membawa air tawar, maka
salinitas akan dipengaruhi oleh besarnya input air tawar. Salinitas perairan
Cilincing akan dipengaruhi oleh input dari sungai Cakung. Parameter pH,
temperatur dan salinitas air permukaan yang diukur pada Januari–Februari 2011
setiap minggu dibandingkan dengan baku mutu, data pengukuran dapat dilihat pada
Tabel.
Tabel Data pH,
temperatur dan salinitas di perairan Cilincing pada bulan Januari–Februari 2010.
Waktu
|
pH
|
Temperatur (oC)
|
Salinitas (o/oo)
|
09 Januari 2011
16 Januari 2011
25 Januari 2011
01 Februari 2011
08 Februari 2011
15 Februari 2011
22 Februari 2011
28 Februari 2011
|
7,70
7,45
7,10
7,72
8,34
8,09
7,59
7,18
|
31,13
30,44
31,45
32,56
30,98
32,21
32,90
30,75
|
28
28
29
30
28
30
28
30
|
Baku Mutu [10]
|
7 – 8,5
|
28 - 30
|
33 - 34
|
BAB
IV
KESIMPULAN
Dari
paparan penjelasan diatas dapat ditarik
beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Untuk
dapat mengerti lebih baik nilai-nilai dan sikap-sikap terhadap lingkungan dapat
delakukan pendekatan dengan tiga macam
perbedaan titik pandang sikap-sikap individu yaitu etika perkembangan, etika
pemeliharaan, dan etika keseimbangan.
2. Teori
etika lingkungan terdiri dari antroposentrisme,
biosentrisme, ekosentrisme, hak asasi alam, ekofeminisme dan prinsip-prinsip
etika lingkungan hidup.
3. Keserasian penduduk dengan lingkungan dipengaruhi oleh kualitas
manusia, Kualitas masyarakat dan lingkungan hidup sosial, keserasian
kualitas kependudukan dan lingkungan hidup dan wawasan lingkungan hidup.
4. Etika
lingkungan masyarakat di sekitar sungai Cilincing memberikan dampak positif dan
dampak negatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Ramli,
Dzaki. 1989. Ekologi. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan direktorat Jendral pendidikan Tinggi
proyeek Pengembangan Lembaga pendidikan tenaga Kependidikan Jakarta 1989.
Makmur,
Mudahayu Dkk. 2012. Pengaruh Limbah Organik Dan Rasio N/P Terhadap
Kelimpahan Fitoplankton Di Kawasan Budidaya Kerang Hijau Cilincing. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
UU
No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
PP
no 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar