oleh: Ana Pangesti
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu
pengetahuan merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu pengetahuan semua keperluan dan kebutuhan dapat terpenuhi secara lebih
sepat dan lebih mudah. Dan merupakan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia
seperti hal pemberantas pengakit, kelaparan dan berbagai wajah kehidupan yang
sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bias merasakan kemudahan
lainnya seperti transportasi, pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya.
Ilmu
banyak ragamnya salah satu yang akan dibahas adalah pembelajaran geografi
sebagai ilmu yang tidak bisa dipungkiri dapat merubah tatanan manusia untuk
mengubah wajah dunia pada umumnya dan bangsa pada hususnya yaitu diantaranya
membangun karakter bangsa.
Geografi mempelajari lingkungan alam yang terdiri segala
spera (lapisan) ada di bumi ini,
seperti hidrosfera, atmosfera,
litosfera, biosfera dan pedosfera itu tunduk kepada Sunatullah (ketentuan
Allah), namun karena campur tangan keserakahan manusia yang ‘mengobok-obok’
kesetimbangan alam itu, maka akibatnya kondisi geosfera tersebut menjadi
terganggu kelestariannya. Oleh sebab itu pemahaman wawasan kegeografian tidak
cukup diberikan hanya sebatas kajian ilmiah belaka tetapi perlu penanaman
nilai-nilai moral. Dengan pendidikan geografi diharapkan dapat mempersatukan
karakter antar daerah meski terdapat perbedaan kebiasaan yang sangat dominan
ditiap tiap daerah di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
tentang pendidikan geografi. Pada makalah kali ini penulis mengangkat judul “Peran Pendidikan
Geografi dalam Membangun Karakter Bangsa”.
A.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana membangun karakter manusia berwawasan
kegeografian?
2. Bagaimana membangun karakter manusia cinta tanah air
melalui pendidikan geografi?
B.
Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana membangun karakter manusia
berwawasan kegeografian.
Mengetahui bagaimana
membangun karakter manusia cinta tanah air melalui pendidikan geografi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Membangun Karakter Manusia Berwawasan Kegeografian
Menurut
Arjana (2010) menyatakan bahwa:
Indonesia merupakan negara
kepulauan dibentuk oleh struktur geologis, geomorfologis, pedologis,
astronomis, klimatologis yang mengakibatkan negara ini kaya dengan berbagai
jenis sumberdaya alam di darat, di pantai, dan di laut bahkan di udara baik
potensial maupun aktual. Kekayaan yang dibentuk oleh lokasi dan kandungan
sumberdaya mineral dan non mineral merupakan “berkah” bagi Indonesia. Di sisi
lain kondisi-kodisi itu karena sifat genesis bumi yang dinamis akan menjadi
bencana atau “musibah” apabila tidak dikelola secara baik.
Geografi mempelajari semua feomena geosfer mukabumi.
Dengan Geografi senantiasa menempatkan suatu fenomena untuk dipecahkan secara
holistik dan sebaik-baiknya sehingga pembangunan terus berlangsung dengan tetap
memperhatikan kelangsungan lingkungan. Sering dijumpai adanya motif ekonomi
yang berbunyi “Dengan Pengorbanan
sekecil-kecilnya untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya”. Motif ekonomi tersebut memacu manusia untuk
serakah. Manusia cenderung mengeruk keuntungan secara berlebihan tanpa
memperhatikan factor-faktor lain. Manusia dengan budidayanya berlomba-lomba
mengekspoitasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan
dampak lingkungannya. Banyak kasus bagaimana pengengesploitasian tersebut
membawa petaka bagi wilayah setempat, misalnya penambangan emas di Papua dan
penambangan-penambangan lainnya yang tidak memperhatikan dampak yang
ditimbulkan oleh masyarakat setempat baik sekarang maupun dampak jangka
panjang.
Sehubungan dengan itu semestinya pendidikan geografi
masih penting untuk dikembangkan dimasyarakat. Karena selain membangun jiwa
yang peduli terhadap lingkungan, pendidikan geografi juga memberikan informasi
tentang wilayah Indonesia, potensi sumberdaya alam dan keanekaragaman penduduk
dan suku bangsa. Objek kajian geografi yang mengintegrasikan aspek fisik dan
aspek manusia di mukabumi, menempatkan manusia sebagai khalifah yang jika
dikelola secara benar dan sistemik akan menjadi modal dasar yang sangat bermanfaat
bagi pengembangan wilayah Indonesia di kemudian hari. Pada kenyataannya antara
fisik bumi dengan manusianya saling terkait dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Kerusakan lingkungan fisikal semakin mengancam dan kegiatan ekonomi global.
Banyak orang yang mempelajari geografi, namun masih
jarang yang melekat ke dalam hati dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya
yang mempelajari geografi hanya memiliki basik akademisi belaka tanpa
menghayati bahwasanya ilmu yang dimilikinya itu harus dilandasi dengan moral,
iman dan taqwa. pembelajaran geografi harus tampak pengembangan konten materi
yang bersifat holistik baik dari aspek sosial maupun aspek fisik dari sudut
pandang keruangan.
Bagi seorang pebelajar hanya membahas tentang “litosfera”
tanpa mengaitkan dengan sphere lainnya; misalnya hanya membicarakan tentang
terjadinya pembentukan pegunungan, patahan, relief, topografi, erosi, kesuburan
tanah. Itu semua belum menunjukkan kajian geografi. Mungkin hanya merupakan
fakta geologi dan geomorfologi. Baru fakta-fakta itu menjadi fakta dan data
geografi jika telah dilihat secara holistik dalam kaitannya dengan sphere lain
dalam sistem geosfera.
Kalau diambil fenomena “erosi” misalnya. Sebagai salah
satu fenomena dari komponen litosfera. Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan
dan bisa dijadikan indikator khas geografi misalnya. Di mana terjadinya erosi?
Bagaimana persebarannya di muka bumi? Apa dan bagaimana hubungan erosi itu
dengan unsur atmosfera atau iklim (curah hujan, angin, kelembaban, suhu, penyinaran
matahari)?, Bagaimana hubungan erosi itu dengan komponen biosfera (penutup
vegetasi, gembalaan hewan, hewan pembuat lubang)?, Bagaimana hubungan erosi itu
dengan komponen hidrosfera (arus sungai, air limpasan, kandungan kimiawi air,
kondisi DAS)?, Kemudian dipertanyakan pula hubungan erosi itu dengan relief,
kecuraman lereng, jenis tanah dan jenis batuan. Serta bagaimana hubungan
fungsionalnya dengan faktor manusia, termasuk kedalamnya kepadatan penduduk,
jenis mata pencaharian penduduk, tingkat pendidikan, peradaban, tingkat
teknologi, pandangan dan visi hidupnya. Kesemuanya mempunyai keterkaitan dan
hubungan fungsional struktural, membentuk suatu kesatuan sistem geosfera.
Artinya tidak ada suatu fenomena geosfera yang terisolir dan bebas dari ikatan
pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.
Sutikno (2002), dalam pembuakaan Pertemuan Ikatan Tahunan
(PIT) Ikatan Geograf Indonesia (IGI)
menegaskan bahwa apabila para geograf benar-benar menghayati ilmunya maka dia
akan memiliki 3 karakter yang fundamen, yaitu;
1. Wawasan
kelingkungan dalam ruang.
2. Pemikiran kecintaan tanah air.
3. Pemikiran, penghayatan dan pengamalan cinta pada Ilahi.
Tiga karakter fundamen seperti yang disebutkan di atas
diharapkan dapat tertanam pagi setiap individu baik pelajar maupun pada masyarakat
pada umumnya. Wawasan kelingkungan dalam ruang sangat bermanfaat bagi
masyarakat umum. Namun, faktanya masih banyak masyarakat yang belum memiliki
wawasan kelingkungan dalam ruang. Disini menjadi tugas bagi geograf untuk
mensosialisasikan geografi pada kalangan masyarakat. Geograf disini lebih
menunjuk pada mahasiswa. Teori-teori dan ilmu-ilmu yang didapat di aplikasikan
dalam kehidupan bermasyarakat.
B.
Membangun Karakter Manusia Cinta Tanah Air Melalui
Pendidikan Geografi
Sutikno (2002), dalam pembuakaan Pertemuan Ikatan Tahunan
(PIT) Ikatan Geograf Indonesia (IGI)
menegaskan bahwa apabila para geograf benar-benar menghayati ilmunya maka dia
akan memiliki 3 karakter yang fundamen,
yaitu;
1. Wawasan
kelingkungan dalam ruang.
2. Pemikiran kecintaan tanah air.
3. Pemikiran, penghayatan dan pengamalan cinta pada Ilahi.
Seperti pada karakter fundamen yang kedua di atas yaitu
pemikiran kecintaan tanah air harus dimiliki oleh seorang geograf. Menanamkan
kecintaan tanah air dapat dimulai pada pelajar melalui pendidikan geografi di
sekolah-sekolah.
Fungsi pendidikan untuk mengembangkan kebudayaan dan
membangun karakter bangsa dalam menghadapi perkembangan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta persaingan dalam era globalisasi. Tugas
pendidikan tidak hanya sekedar menstranfer ilmu pengetahuan (knowledge) dalam
konteks pengembangan disiplin ilmu akademik tetapi juga membangun watak,
akhlak, dan kepribadian sehingga generasi muda dapat melangsungkan
kehidupannya secara lebih baik sekarang
dan di masa yang akan datang. Persaingan kehidupan yang semakin ketat dalam era
globalisasi harus mampu dihadapi oleh generasi penerus dengan kepribadian yang
kuat, kreatif, memiliki kecerdasan, keterampilan, dan memiliki tanggung jawab
terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Menurut
Daldjeni (1997) melalui pendidikan geografi di dalam maupun di luar kelas, peserta didik sebenarnya
dapat diajak untuk menambah kecintaannya terhadap tanah air Indonesia. Beberapa
hal yang dapat mendorong kecintaan peserta
didik tersebut antara lain bahwa peserta didik diajak
mengamati kekayaan bumi Indonesia sekaligus ancaman bencana alamnya. Selain itu
peserta didik perlu diajak
untuk memahami kemampuan bangsa Indonesia pada masa kini dan masa lampau. Kita
dapat mengambil contoh Amerika serikat terkesan peserta didik sekolah hanya diajari geografi
Amerika Serikat (local/Negara bagian) dan tidak atau belum diajarkan geografi
dunia. Mungkin mereka menganggap belum perlunya dunia luar diperkenalkan
sebelum negaranya sendiri dipahahami. Penanaman geografi daerah lokal menjadi prioritas
sebelum peserta didik mengetahui
geografi Negara bagian lainnya. Memang terkesan Amerika Serikat terlalu egois
dalam pendidikan geografi, tetapi ternyata ada baiknya karena pemahaman tanah
airnya diutamakan bagi peserta didik
Sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan. Kurikulum tersebut dikembangkan
dalam rangka memupuk rasa cinta tanah air dan kesatuan bangsa warga negara
Amaerika Serikat sejak usia sekolah.
Sebagai guru geografi perlu mempersiapkan beberapa hal
menyangkut pemahaman geografis dalam rangka peningkatan rasa cinta tanah air.
Proses pembelajaran sangat diperlukan kesiapan yang dimaksud dan harus
dikembangkan dengan memperhatikan interaksi guru-murid. Dalam memberikan
pemahaman geografi terhadap murid secara mandiri perlu mempertimbangkan juga
proses belajar sambil memperhatikan (learning by waching), belajar sambil
mendengarkan (learning by listening), belajar sambil membaca (learning by
reading) dan belajar sambil bekerja (learning by working/doing).
Selain pada pembelajaran di sekolah, wawasan kegeografian
juga perlu dipahamkan bagi masyarakat luas. Pemasyarakatan geografi diperlukan
melalui berbagai media atau forum, tidak terbatas pada pendidikan formal di
sekolah. Ceramah dan kursus singkat tentang pemahaman peta, sebagai contoh juga
diperlukan untuk mendidik masyarakat dalam memahami tanah tumpah darahnya.
Media seperti surat kabar, televise maupun internet diperlukan untuk
menyebarluaskan informasi geografis, berupa berita-berita disertai keterangan
lokasi (peta) disamping tulisan ilmiah popular dalam suatu rubrik khusus
geografi. Televisi atau media elektronik lainnya juga dapat dimanfaatkan untuk
tujuan yang sama, yakni menyampaikan pesan-pesan pemahaman geografi terhadap
mayarakat luas.
Dalam rangka mempersiapkan masyarakat yang paham tentang
wawasan kegeografian, pendidikan nasional memiliki tugas yang semakin berat
ketika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menunjukkan penurunan
kualitasnya. Penurunan kualitas kehidupan bangsa Indonesia tersebut ditandai
oleh berbagai gejala antara lain kerusakan lingkungan yang terus berlangsung,
krisis penyediaan sumberdaya untuk kehidupan, krisis sosial yang menurunkan
kekuatan kohesi kehidupan bermasyarakat, dan berbagai krisis sosial, ekonomi,
dan budaya yang timbul akibat kesalahan pengelolaan, besarnya ketergantungan
terhadap ekonomi global, dan atau karena bencana alam dan sosial.
Penyebab munculnya gejala tersebut teridentifikasi
berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang memicu
terhadap penurunan kualitas kehidupan antara lain karena lemahnya kesadaran
tentang pentingnya ruang kehidupan dalam konteks berbangsa dan negara di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kurangnya pemahaman tentang potensi
dan pemanfaatan sumberdaya, kurangnya kepedulian terhadap kelesatarian
lingkungan hidup, dan rendahnya pemahaman terhadap peristiwa alam dan sosial
yang timbul akibat dari keraberadaan faktor geografis wilayah Indonesia.
Sedangkan faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas
hidup bangsa Indonesia adalah perkembangan kehidupan masyarakat dunia yang
semakin maju, persaingan yang semakin ketat dalam pasar bebas, dan arus
informasi global yang mempengaruhi terhadap tatanan kehidupan sosial dan budaya
bangsa (Yani,2010).
Rendahnya kesadaran tentang pentingnya ruang kehidupan dalam konteks
berbangsa dan negara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat
ditunjukkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat tentang peta wilayah, batas
negara, letak/posisi negara, dan atau kondisi geosfera (litosfer, hidrosfer,
atmosfer, biosfer, dan antroposfer) wilayah Indonesia. Kurangnya pemahaman
tentang potensi dan pemanfaatan sumberdaya baik sumberdaya alam hayati, non
hayati, maupun ekosistem, sehingga masyarakat dalam melakukan eksplorasi dan
eksploitasi sumberdaya alam cenderung tidak berwawasan lingkungan.
Kurangnya kepedulian
terhadap kelesatarian lingkungan hidup juga sangat nampak pada sikap dan
perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan, pelanggaran pemanfaatan tata
ruang, dan tidak konsisten dalam menerapkan aturan-aturan yang erat kaitannya
dengan pengelolaaan, perlindungan, dan perusakan lingkungan hidup. Ketika kerusakan lingkungan berlanjut dan
menimbulkan bencana alam dan sosial, masyarakat Indonesia ternyata belum
memiliki kesiapan atau kewaspadaan terhadap peristiwa bencana. Masyarakat tidak
memiliki pemahaman, kesadaran dan keketerampilan yang cukup dalam mitigasi
bencana, baik yang timbul akibat peristiwa alam maupun sosial.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian
pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Wawasan
kegeografian semakin dipelukan dalam rangka mewujudkan karakter manusia sebagai
rahmatan alamiah dan cinta tanah air. Karakter manusia yang berwawasan kegeografian
digunakan untuk menata kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan. Orientasi
pendidikan geografi yang berwawasan kelingkungan dalam pemahaman karakteristik,
masalah dan potensi disuatu wilayah merupakan dasar pijakn dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Peranan pendidikan geografi yang membutuhkan ide,
gagasan yang orisinal dari para Geograf yang berkecimpung di berbagai profesi
perlu diwadahi dan direvitalisasi, sebagai wujud tanggung jawab ilmiah dan
tanggung jawab sosial.
2.
Dalam mengekfektifkan
peran pendidikan geografi kepada murid sekolah adalah tugas guru geografi untuk
memperhatikan hal-hal yang mendorong pada penanaman rasa cinta tanah air. Dalam
praktek pemberian pemahaman sebagai penanaman rasa kebangsaan tanah air pasti tidak
mudah dilakukan, karena itu guru geografi memerlukan kesiapan pengajaran yang
mantap melalui pemahaman murid terhadap geografi tanah airnya.
B.
Saran
1. Sebaiknya geografi tidak hanya dikenal pada kangan
pelajar, namun sampai pada kalangan masyarakat. Sehingga masyarakat dapat
memanfaatkan alam dengan semestinya.
Pendidikan geografi di
sekolah-sekolah menjadi pembelajaran
yang menyenangkan, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam geografi dapat
ditanamkan lebih mudah pada peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Arjana,
I Gusti Bagus. 2010. Pendidikan Geografi
Dalam Strategi Antisipasi Bencana Alam di Indonesia. Prosiding Seminar
Nasional. Pertemuan Ilmiah Tahunan XIII dan Konggres IV Ikatan Geograf
Indoensia. Universitas Negeri Surabaya.
Daldjoeni,
N. 1997. Dasar-Dasar Geografi Politik.
Bandung: Penerbit PT Citra Adyabakti.
Sutikno.
2002. Sambutan Ketua IGI Pusat. Pembukaan
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Geograf Indoensia. Universitas Negeri
Semarang.
Yani, Ahmad. 2010.Geografi = Cinta Tanah Air. Usulan dalam
penataan ulang Kurikulum nasional 2010 – 2014. Prosiding Seminar Nasional.
Pertemuan Ilmiah Tahunan XIII dan Konggres IV Ikatan Geograf Indoensia.
Universitas Negeri Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar